Transkrip Rekaman Taklim Hadits Pekanan Ketua STIBA Makassar

Ustadz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A.

(Setiap Kamis Bakda Magrib di Masjid Darul Hikmah DPP Wahdah Islamiyah

Dari Kitab al-Lu’lu’ wa al-Marjan fi Ma Ittafaqa ‘alaihi asy-Syaikhan

 اللؤلؤ والمرجان فيما اتفق عليه الشيخان

================

Bab 25. Hal-Hal yang Diminta Perlindungan darinya pada Saat Shalat

Lanjutkan penjelasan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha  yang sebagiannya telah dijelaskan pada pembahasan yang lalu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وأعوذ بك من فتنة المحيا

“Dan aku memohon perlindungan padamu wahai Allah dari fitnah kehidupan.”

Fitnah kehidupan artinya adalah fitnah yang kita dapatkan dari kehidupan ini. Dunia ini adalah fitnah dalam artian ujian dan cobaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا آمنا وهم لا يفتنون

“Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Q.S. al-Ankabut: 2).

Siapa yang mengatakan sudah beriman maka dia harus siap untuk diuji.

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ

“Sungguhnya telah kami uji orang-orang sebelum mereka…” (Q.S. al-Ankabut: 3)

Orang-orang sebelum kita jga telah diuji. Dan kata Allah Subhanahu wa Ta’ala

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(Q.S. al-Mulk: 2)

Kita memang perlu diuji untuk mengetahui siapa yang layak untuk mendapatkan surga dan siapa yang pantas baginya neraka. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan surga dan neraka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ

“Segolongan masuk surga dan segolongan masuk Jahannam.” (Q.S. Asy-Syura: 7)

Allah telah menetapkan bahwa sebagian akan masuk surga dan sebagian akan masuk neraka, lalu bagaimana mugkin bisa dipisah yang mana penghuni surga dan yang mana penghuni neraka kecuali dengan adanya ujian dan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Mahaadil. Maka ujian itu adalah keniscayaan dalam kehidupan kita ini. Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang lain,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗوَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖوَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Q.S. al-Anbiya’: 35)

Setiap jiwa pasti akan mati dan Allah pasti akan menguji kita dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah. Maka fitnah kehidupan maknanya adalah segala fitnah yang ada dalam kehidupan ini. Kita minta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala darinya. Maksudnya, jangan sampai ketika kita diuji ternyata kita tidak bisa lolos dari ujian kehidupan tersebut. Ujian-ujian kehidupan artinya ujian-ujian yang mungkin memang kita tidak sukai, ujian-ujian yang berat yang kita tidak pernah mengharapkannya seperti hilangnya harta, berpisahnya dari orang yang kita cintai, dan hal-hal yang lain yang buruk yang ketika kita ditimpa, kita tidak bisa bersabar darinya sehingga kita minta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hal tersebut. Atau juga—dan ini adalah hal yang sangat penting yang kadang tidak disadari oleh banyak orang—meminta perlindungan dari ujian-ujian yang mungkin banyak orang yang justru ingin mendapatkannya seperti harta benda. Harta benda ini, hal yang paling diimpi-impikan bahkan begitu banyak orang menghabiskan waktunya  untuk mendapatkan harta benda ini, namun pada hakikatnya ia adalah ujian.

إنما أموالكم وأولادكم فتنة والله عنده أجر عظيم

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.” (Q.S. at-Tagabun: 15)

Harta benda ini adalah fitnah dan inilah yang dimaksudkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai khair  atau kebaikan tapi dia adalah ujian.

Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

ابتلينا بالضراء فصبرنا وابتلينا بالسراء فلم نصبر

“Kita diuji dengan fitnah kesengsaraan kemudian kita sabar. Dan kita diuji dengan fitnah kesenangan kemudian kita tidak (mampu) sabar.

Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu merupakan saudagar yang sukses atas taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau telah menginfakkan banyak hartanya untuk kepentingan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi beliau merasa kualitas keimanannya ketika diuji dengan ujian kesulitan beliau lebih bisa bersabar dengan kualitas kesabaran yang diinginkan dibandingkan dengan ketika beliau diuji dengan fasilitas yang serba memadai. Beliau merasa bahwa kesyukuran yang beliau lakukan untuk membalas nikmat tersebut, belum setimpal dengan nikmat yang tercurah kepada beliau. Maka ini menunjukkan bahwa terkadang kenikmatan-kenikmatan yang kita rasakan itu sebenarnya merupakan ujian yang sangat besar yang banyak membuat orang binasa. Makanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

فوالله لا الفقر أخشى عليكم، ولكن أخشى عليكم أن تبسط عليكم الدنيا، كما بسطت على من كان قبلكم، فتنافسوها كما تنافسوها، وتهلككم كما أهلكتهم

“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas diri kalian. Namun yang aku takutkan atas diri kalian adalah akan dibentangkannya dunia pada kalian, sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian. Maka kalian akan berlomba-lomba sebagaimana mereka dulu telah berlomba-lomba (untuk mendapatkannya). Lalu kalian akan binasa sebagaimana mereka dulu telah binasa.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka ketika kita mengatakan, “Aku berlindung dari fitnah kehidupan”, maka kita harus bayangkan semua jenis ujian tersebut termasuk di dalamnya ujian dari keluarga kita.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚوَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. at-Taghabun: 14)

Terkadang yang menjadi musuh kita adalah istri kita dan anak-anak kita sendiri, hal-hal yang kita cintai kadang justru jadi musuh bagi kita. Maka kita harus berhati-hati dengan fitnah-fitnah yang seperti itu.

Kata para ulama, di antara fitnah al-mahya  adalah fitnah Dajjal. Karena fitnah al-mahya ini adalah selama kehidupan, sedangkan Dajjal mungkin saja datang ketika kita dalam keadaan hidup. Dalam sebagian riwayat ketika disebutkan fitnah al-Mahya tidak disebutkan fitnah Dajjal berbeda dengan hadits kita ini, di samping disebutkan fitnah al-mahya sebelumnya disebutkan fitnah Dajjal. Maka bisa masuk di dalamnya sebagai penegasan dan juga bisa dipisahkan. Ini mirip-mirip dengan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول, إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه

“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa ada yang berhijrah karena wanita dan ada yang berhijrah karena dunia. Bisa saja, kata-kata dunia ikut di dalamnya wanita. Demikian pula ketika disebutkan fitnah dunia maka mencakup di dalamnya fitnah harta, dan tidak masuk di dalamnya wanita. Jadi kadang wanita masuk di dalam keumuman makna dunia, namun ketika disebutkan bersamaan maka bisa saja dia membawa makna yang khusus dan dipisah dari makna yang sebelumnya.

Kemudian kita juga minta perlindungan kepada Allah Subhanahu waTa’ala dari fitnah al-mamat atau fitnah kematian. Fitnah kematian adalah fitnah menjelang kematian kita. Karena di antara hal yang paling dikhawatirkan oleh seseorang adalah pada masa menjelang kematiannya. Bisa kita bayangkan, jika kita telah menghabiskan umur kita untuk ibadah kita sudah mengikrarkan diri kita hidup untuk Islam, kita sudah mengupayakan diri kita untuk menjadi orang shaleh, namun menjelang kematian justru berubah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار فيدخلها, وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة فيدخلها

“Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka sampai jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Ada saja orang yang seperti ini, yang telah menghabiskan umurnya untuk berbuat kebaikan, karena begitu banyak kebaikan yang dilakukannya sampai-sampai orang-orang mengatakan, “Pasti Fulan masuk surga.” Tapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menginformasikan kepada kita bahwa ada orang yang beramal dengan amalan ahli surga namun menjelang ajalnya dia berubah, padahal surga baginya seakan-akan tinggal sehasta saja. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan sebelumnya bahwa ia adalah penghuni neraka. Maka caranya, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuatnya berubah di akhir hayatnya, nadzu billah. Oleh karena itu, sangat pantas seseorang berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kematian yang buruk. Karena tidak ada artinya kebaikan jika ditutup dengan keburukan.

إنما الأعمال بالخواتيم

“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya”. (H.R. Bukhari dan selainnya)

Amalan penentuannya adalah paling terakhirnya, akan terhapus semua kebaikan bila ditutup dengan keburukan. Maka kita minta prlindungan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala  agar tidak termasuk orang-orang yang ditutup kehidupannya dengan suul khatimah. Makanya orang yang paling bahagia adalah orang yang bisa istiqomah hingga menjelang kematiannya.

يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا و أنتم مسلمون

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.  (Q.S. ali-Imran: 102)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyeru orang-orang yang beriman untuk bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala  dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya dan terus konsisten dengn ketaqwaannya hingga dia tidak meinggal kecuali dalam keadaan Islam, dan inilah yang disebut dengan istiqomah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb-kami ialah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka, (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga, yang telah dijanjikan Allah kepadamu’.” (Q.S. fusilat: 30)

Ulama kita banyak menafsirkan ayat ini, yang dimaksudkan adalah  orang yang istiqomah hingga menjelang kematiannya.

Sesoleh bagaiman pun seseorang maka masa yang terberat adalah masa menjelang kematiannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن للموت سكرات

“Sungguh kematian itu disertai sekarat”. (HR. al-Bukhari )

Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan sejak saya mendampingi wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ringan bagi saya melihat orang yang sulit menghadapi kematiannya. Karena kalau saja beliau telah mendampingi manusia yang paling mulia yang tidak mudah beliau meninggal, maka bagaimana lagi dengan orang yang selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kabar gembira pada orang-orang yang istiqomah menjelang kematiannya walaupun mereka dalam keadaan sangat khawatir, bahwa malaikat akan diutus dan mengatakan kepadanya bahwa jangan takut dengan apa yang kamu hadapi dan jangan bersedih terhadap apa yang kamu tinggalkan. Makanya Nabi Isa ‘alaihi salam,

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Q.S. Maryam: 33)

Tiga momen yang paling menakutkan, yang pertama pada saat lahir, makanya kita semua menangis ketika kita lahir. Yang kedua adalah saat menjelang kematian dan yang terakhir saat dibangkitkan. Makanya Nabi Isa ‘alaihi salam mengatakan bahwa beliau sudah mendapatkan jaminan keselamatan ketika beliau lahir. Beliau lahir dan langsung bisa bicara. Dan ketika kematian, beliau diselamatkan dan beliau akan mati dengan husnul khatimah dan pada saat kebangkitan ketika semua orang ketakutan, maka beliau akan mendapatkan ketenangan begitu  pula dengan sebagian hamba Allah yang lainnya. Ayat ini menunjukkan bahwa masa menjelang kematian adalah hal yang sangat di khawatirkan. Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam umumnya seperti Bilai,  Abu Hurairah dan banyak sahabat yang lainnya, mereka menjelang kematiannya sangat takut padahal mereka adalah orang-orang yang paling banyak beramal. Kata sebagian dari mereka,

بعد المسافة وقلة الزاد

“Perjalanan yang panjang dan bekal yang sedikit”

Mereka sangat takut, karena masa perjalanan akhirat yang sangat panjang. Kehidupan kita di dunia ini mungkin hanya 60 tahun saja, tapi perjalanan akhirat jauh lebih panjang dari kehidupan dunia ini, mulai dari masa di kuburan, lalu masa penantian masa kebangkitan di mahsyar, masa proses kita berada di telaga, kemudian di mizan dan seterusnya. Masa yang sangat panjang, sampai nantinya ditentukan siapa yang akan masuk surga dan siapa masuk neraka. Ini adalah masa-masa yang paling menakutkan. Oleh karena itu, kita perlu meminta perlindungan dari bahaya tersebut. Para ulama mengatakan, “Termasuk fitnah kehidupan yaitu ketika menjelang kematian dan fitnah ketika ditanya oleh malaikat Mungkar dan Nakir tentang tiga pertanyaan.”

Imam Ibnu hajar al-Asqalani menukil dari al-Hakim dan at-Tirmidzi dalam Nawadirul al- Usulnya bahwa Sufyan ats-Tsauri dan sebagian ulama yang lainnya menyebutkan bahwa di kuburan nanti ketika seseorang ditanya dengan tiga pertanyaan yang kelihatannya begitu ringan yaitu siapa Rabmu, apa agamamu dan siapa Nabimu? Maka akan muncul setan dan dia akan berkata, “Saya Tuhanmu.” Bila kita tertipu maka ketika ditanya kita akan menjawab bahwa dialah Rab saya. Dalam hadits-hadits yang shahih disebutkan bahwa sebagian orang tidak bisa menjawab apa-apa, hanya bisa berteriak-teriak dan menyesali, mengapa dia tidak belajar sungguh-sungguh dan beriman ketika dia masih hidup.

Kemudian yang terakhir, fitnah ma’sam artinya fitnah dosa, maksudnya terjatuh dalam dosa-dosa. Kita minta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar tidak terjatuh dalam dosa. Ini sangat penting apatah lagi kita yang sudah banyak belajar,  namun hati kecil kadang harus mengakui bahwa berapa banyak kebaikan yang kita ketahui namun kita tidak punya kekuatan untuk melaksanakannya sebagaimana begitu banyak keburukan yang kita ketahui bahkan kita ingatkan saudara kita untuk menjauh darinya tetapi justru kita yang sering terjatuh dalam keburukan dan maksiat Wal’iyadzu billah.

Kadang ada saja orang-orang yang rajin menuntut ilmu, rajin ikut pengajian namun masih sering juga jatuh dalam perbuatan maksiat. Apatah lagi syahwat yang selalu menghampiri kita. Ini adalah dosa yang kita memohon kepada Allah perlindungan darinya. Kita ini lemah, tapi kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala yang  melindungi kita, maka tidak ada yang dapat membuat kita jatuh dalam fitnah tersebut.

Yang terakhir adalah fitnah al-magram, yang artinya adalah fitnah utang. Untuk fitnah al-magram ini ada sahabat yang bertanya, tidak disebutkan siapa penanya tersebut namun dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau adalah Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau berkata, “Wahai Rasulullah, betapa seringnya engkau meminta perlindungan dari bahaya utang.” beliau menjawab, “Karena seseorang jika ia sudah berutang, maka kalau dia berkata maka dia dusta dan kalau dia berjanji dia ingkari janjinya. Jadi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memohon perlindungan dari bahaya utang, padahal dalam sejarah kehidupan beliau, beliau berutang hanya satu kali saja padahal kehidupan beliau sangat pas-pasan. Beliau berutang ketika beliau butuh makanan yang akhirnya beliau menggadaikan baju besi beliau kepada orang Yahudi.

Tiga sifat munafik yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dua di antara di antara sifat tersebut akan dilakukan oleh orang yang suka berutang. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika dia berkata maka dia dusta,” jadi orang yang berutang itu kadang dusta. Terkadang sebenarnya dia tidak terlalu butuh akan pinjaman, tapi karena gemarnya berutang maka dia berdusta. Kemudian apabila dia berjanji, misalnya dia akan menyelesaikan tanggal sekian, maka dia akan ingkari janjinya. Dia akan selalu menghindar, apabila ditanya, dia berdusta dan mengingkari janjinya. Atas dasar hal inilah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon perlindungan dari bahaya utang sebagai tindakan preventif. Agar kita tidak banyak dosa dan banyak mengingkari janji. Maka untuk menutup celah agar tidak terjatuh dalam sifat-sifat munafik di antara caranya adalah jangan suka berutang.

Masalah utang ini, masalah yang sangat diperhatikan dalam syariat dan bukan masalah yang ringan. Oleh karenanya, ayat yang paling panjang dalam Al-Qur’an adalah ayat 282 dalam surat al-Baqarah adalah tentang bagaimana transaksi utang piutang, bagaimana keharusan mencatat utang, dan berapa saksi yang dibutuhkan. Jangan kita mengatakan bahwa ini kecil utangnya maka kita tidak perlu mencatatnya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh kita mencatat utang.

Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam cukup tegas terhadap orang yang suka berutang, jika dia meninggal dunia maka beliau tidak menshalatinya sebagaimana yang beberapa kali pernah beliau contohkan. Bukan karena tidak boleh dishalati, beliau tetap mempersilahkan para sahabatnya untuk menyalati jenazah orang tersebut. Hal ini adalah untuk memberikan pelajaran. Bahkan beliau mengatakan bahwa orang yang mati syahid diampunkan semua dosanya kecuali utangnya tidak bisa diampuni. Karena masalah utang bukan dosa antara kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tapi dosa antara sesama manusia yang di antara syarat tobatnya yang harus terpenuhi adalah kita harus selesaikan dulu urusan kita dengan orang yang punya sangkutan dengan kita.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

 “Jiwa seorang beriman tergantung dengan hutangnya, sampai dilunasi hutangnya.” (HR. Tirmidzi)

Jadi bisa saja seseorang terhalangi untuk masuk surga disebabkan persoalan utangnya wal ‘iyadzu billah. Oleh karenanya, berhati-hatilah dalam berutang, sebisa mungkin kita menghindari utang, jangan sampai kita mengatakan, “Tidak ada kehidupan tanpa utang” atau “Tidak ada kesuksesan tanpa utang.” Biasanya orang seperti itu, kalau ingin menjadi seorang bisnisman yang berhasil mesti banyak utang atau berani berutang. Dan rata-rata orang-orang yang dikatakan pedagang yang sukses jika diperhatikan ternyata dia termasuk orang yang paling banyak utangnya. Maka berbahagialah orang yang sederhana kehidupannya, tapi utangnya tidak ada.

Apabila kita memang harus berutang maka perhitungkan berapa jumlah pinjaman kita agar kita bisa menyelesaikannya dan jangan sampai kita tidak berniat untuk membayar utang kita karena ini termasuk bentuk kezaliman. Ulama kita ketika menjelaskan sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam,

إن دماءكم وأموالكم وأعراضكم عليكم حرام كحرمة يومكم هذا في شهركم هذا في بلدكم هذا

“Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian itu haram (mulia, dilindungi) atas kalian seperti haramnya  (mulianya, dilindunginya) hari kalian ini di bulan kalian ini di negeri kalian ini.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika ulama kita menjelaskan tentang tiga jenis kezaliman sesama manusia yaitu dalam persoalan darah, harta dan kehorrmatan mereka menyebutkan bahwa termasuk kezaliman dalam masalah persoalan harta adalah berutang namun tidak berniat untuk melunasinya. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim bahkan dalam riwayat jamaah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menunda pembayaran utang adalah termasuk bentuk kezaliman.”

Namun demikian bukan berarti bagi kita yang memiliki kelebihan ketika kita melihat hajat saudara kita, kita tidak mau meminjamkan. Bahkan jika kita melihat saudara kita yang menjaga kehormatannya, tidak mau berutang atau malu untuk meminjam padahal dia sedang butuh maka kita menawarkan untuk meminjamkan kepada dia dengan cara syar’i tanpa bunga.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan, dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah: 280).

Kalau dia belum bisa melunasi utangnya maka tundalah sampai longgar kehidupannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa siapa yang memudahkan urusan orang yang berutang, Allah Subhanahu wa Ta’ala  juga akan memudahkan kehidupannya. Seandainya kita memaafkan maka hal itu lebih baik.

Jadi bagi kita yang memiliki kelebihan, tidak mengapa memberikan pinjaman kepada saudara kita yang tidak mampu. Kalau memang ada indikasi bahwa dia tidak mampu, maka tidak mengapa kita tangguhkan. Dalam riwayat imam Tirmidzi, disebutkan bahwa di antara orang-orang yang akan mendapatkan naungan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat  adalah orang-orang yang menangguhkan utang saudaranya. Jadi bukan hanya tujuh golongan saja yang mendapat naungan dari Allah di hari kiamat. Bahkan jika orang tersebut memaafkan utang saudaranya tersebut, maka itu lebih baik baginya.

Ini adalah fiqhi yang harus kita pahami. Bagi kita yang butuh hendaknya kita selalu camkan di benak kita hadits-hadits tentang bahaya utang. Dan bagi kita yang memiliki kelebihan hendaknya termotivasi untuk memudahkan urusan-urusan saudara kita. Namun kesimpulannya, kita harus berhati-hati dalam persoalan utang sebagaimana Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu berlindung kepada Allah dari bahaya utang.

Loading

Tinggalkan Balasan