khutbah jumat pilihan pdf terbaru 2013

Tidak terasa kita sudah memasuki 5 Ramadhan 1437 H. Ini adalah nikmat yang sangat besar yang Allah berikan kepada kita yang hadir hari ini. Begitu banyak orang yang mendambakan untuk kembali bertemu dengan bulan suci Ramadhan, namun tidak kesampaian. Allah tidak menakdirkan mereka merasakan kembali nikmatnya bulan Ramadhan.
Maka kesempurnaan kesyukuran kita adalah bagaimana kita membuktikan kepada Allah bahwa kita adalah hamba Allah yang benar-benar mencintai Ramadhan, merindukan Ramadhan dan mengetahui apa tugas-tugas kita sebagai seorang hamba ketika datang bulan suci Ramadhan.
Inti dari bulan Ramadhan adalah bulan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bulan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah, bulan untuk memperbaiki kualitas ibadah-ibadah kita kepada Allah. Bulan untuk mengangkat derajat kita di sisi Allah, sebagai hamba-hamba yang bertakwa. Dan bulan yang dengannya kita mencapai jannah (surga) Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kembali kami mengingatkan kepada diri kami dan jamaah sekalian. Kaidah-kaidah penting yang perlu untuk kita ingat dalam melakukan amal-amal shaleh. Karena bulan Ramadhan, sebagaimana yang kita sebutkan adalah bulan untuk bekerja, bulan untuk beribadah, bulan untuk banyak melakukan pendekatan kepada Allah. Dan Alhamdulillah, Allah telah memasilitasi kita dengan memudahkan kita untuk beribadah.
Setan-setan yang mengganggu dibelenggu, pintu-pintu rahmat dibuka secara luas, maka kita tinggal menjawab panggilan. “Wahai orang-orang yang menginginkan kebaikan, segeralah melakukan kebaikan.”
Kita sudah punya keinginan dan kecintaan melakukan kebaikan, namun ada kaidah-kaidah penting yang harus kami ingatkan dalam melakukan amal-amal shaleh.

Kaidah pertama
Bahwa orang yang beramal shaleh hendaknya ia melakukannya hanya semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita beribadah kepada Allah adalah ibadah yang diperintahkan oleh Allah. Ibadah yang diperintahkan adalah ibadah yang sekadar mengikhlaskan niat kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita melakukan ibadah di bulan Ramadhan, melakukan puasa, tarawih, memperbanyak tilawatul Qur’an, bersedekah, banyak berdoa, beri’tikaf, bahkan umroh dan seterusnya. Sekian banyak ibadah yang kita lakukan di bulan suci Ramadhan ini semata-mata kita inginkan hanya mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala, keridhoan-Nya, menjalankan perintah-Nya. Dan ini adalah salah satu makna “wahtisaban”, kita melakukan karena memang mengharapkan pahala hanya dari Allah saja.
Kita ber-Romadhan bukan karena banyak orang ber-Romadhan, kita ber-Romadhan bukan karena kita diperintahkan oleh orang. Bukan untuk dilihat oleh orang. Bukan sekadar ikut-ikut dengan orang banyak. Apatah lagi bukan untuk dipuji. Dan itu adalah niat-niat yang akan membatalkan seluruh amalan kita, bagaimanapun banyaknya amal kita.

Dan ingat jamaah sekalian, manusia yang paling pertama kali dihinakan dihadapan Allah dan dihadapan seluruh manusia kelak, di hari kiamat, mereka adalah orang-orang yang banyak beramal, mereka adalah orang-orang yang dipuji karena amalan-amalan mereka. Mereka yang mungkin dikenal oleh orang banyak, namun ternyata mereka bukan penghuni surga. Bahkan dihinakan sebagai penghuni yang paling pertama dijerumuskan ke dalam neraka. Wal iyadzubillah.
Hingga manusia yang pertama kali dijerumuskan ke dalam neraka adalah seorang yang berjihad fii sabilillah. Orang-orangpun mengenangnya sebagai pahlawan dan jagoan. Orang hebat yang mengorbankan jiwa dan hartanya tapi ternyata tidak ikhlas, maka dijerumuskan ke dalam neraka.
Yang kedua adalah orang yang banyak berinfaq atau bersedekah. Dikenal sebagai orang yang dermawan, namun ternyata tidak ikhlas. Dan dimasukkan ke dalam neraka.
Dan orang yang ketiga adalah orang yang banyak bersedekah dengan ilmunya. Ahlul ‘ilm, orang yang berilmu. Ahlul Qur’an, orang yang hafal Al-Qur’an. Banyak belajar, namun tidak belajar dengan banyak beramal dengan ilmu yang dimilikinya. Bahkan banyak berdakwah, namun semuanya itu tidak ikhlas. Maka mereka tidak akan dimuliakan oleh Allah. Bahkan mereka akan termasuk orang yang akan dihinakan.
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala Mahakaya, dan tidak membutuhkan amalan yang kita lakukan, lalu kita mempersekutukan Allah dengan amalan tersebut. Dalam hadits Qudsi, Allah mengatakan, “Aku adalah Yang Mahakaya dari seluruh sekutu yang ada. Siapa yang beramal karena-Ku dan karena selain-Ku, maka Kutinggalkan amalan tersebut. Silakan dia meminta dari apa-apa yang dia lakukan karena selain-Ku.”
Kaidah Kedua
Selain Ikhlas, maka kita harus berbuat sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Amalan barulah diterima ketika kita melakukan sesuai Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah uswatun hasanah dalam segala hal. Dalam seluruh macam ibadah kita. Bahkan dalam persoalan muamalah sekalipun, Nabi adalah teladan yang terbaik dan dengan meneladaninyalah, amal kita diterima di sisi Allah.
“Siapa yang beramal tidak sesuai dengan amalan kami, maka amalannya tertolak.”
Walaupun banyak, walaupun kelihatan baik, namun selama tidak sesuai sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalannya itu tertolak.
Bukankah Allah mengatakan dalam surah Al Ghasyiah ayat 1-3, “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina. Bekerja keras lagi kepayahan…”
Apa kejadian hari kiamat?
Di antara kejadian yang besar adalah pemandangan-pemandangan di mana semua mata tertunduk di hadapan Allah. Tiada lagi yang berani mengangkat kepalanya di hadapan Allah. Semuanya ketakutan menunggu hisab. Menunggu keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan di antara manusia yang ketakutan adalah mereka yang di dunia banyak beramal, capek melakukan amalan shaleh. Tapi apakah mereka masuk surga? Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala.
Amalan yang banyak, tidak menjamin dia memasuki surga Allah. Walaupun niatnya baik. Seseorang pernah melakukan shalat di wakitau yang terlarang. Maka Sayyid bin Musayyib rahimahullah, salah seorang tabi’in yang terkenal. Pemimpin para tabi’in, menegur orang tersebut. Lalu orang tersebut mengatakan, “Wahai Sayyid bin Musayyid, apakah Allah akan menyiksaku, Apakah Allah akan memasukkanku ke dalam neraka dan menghukumiku ketika aku sujud kepada-Nya. Ketika aku melakukan shalat kepada-Nya?”
Kata Sayyid bin Musayyid rahimahullah, “Allah tidak menyiksamu karena kamu shalat, Allah tidak menyiksamu karena sujud. Tapi Allah menyiksamu karena kamu menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kamu melakukan sesuatu yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itulah, Allah akan menghukumnya.”
Maka bagaimanapun baiknya amalan, bagaimanapun banyaknya amalan, bagaimanapun ikhlasnya, jika tidak sesuai dengan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak akan diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Betapa banyak orang menginginkan kebaikan, namun tidak sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak diterima kebaikan tersebut di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.
Kaidah Ketiga
Mengerjakan amal shaleh tepat sesuai dengan waktu yang diperintahkan. Amal shaleh itu begitu banyak. Dan masing-masing amal shaleh, ada wakitau-wakitau yang diperintahkan.
Shalat, bagaimanapun baiknya jika kita melakukannya di wakitau yang terlarang, maka itu bukan kebaikan. Kapan kita melakukan puasa dan melakukan pendekatan diri kepada Allah di wakitau yang terlarang, maka itu bukan kebaikan.
Al-Qur’an adalah bacaan yang paling baik. Bacaan yang paling dicintai oleh Allah adalah Qalamullah. Sementara saat sujud dalam shalat adalah wakitau yang paling dekat antara seorang hamba dengan Allah. Tapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membaca Alqur’an pada wakitau sujud. Maka suatu ibadah menjadi mulia, menjadi afdhol ketika dilakukan pada wakitau-wakitaunya.
Ketika datang ibadah bulan Ramadhan, maka seharusnya kita cerdas memilih apa yang paling tepat untuk kita kerjakan sesuai dengan musimnya. Memang ada banyak amalan, tapi pilihlah amalan-amalan yang paling tepat untuk kita perbanyak di bulan ini. Karena jika tidak, maka kita akan menghabiskan wakitau untuk amal yang kita sangka baik namun kita kerjakan tidak pada wakitaunya yang tepat.

Kaidah Keempat
Bersegera dalam melakukan kebaikan
Ketika Allah menyuruh kita untuk melakukan kebaikan, Allah tidak hanya menyuruh kita berbuat kebaikan, tapi Allah mengatakan kepada kita “fastabiqul khayrat”, berlomba-lombalah dalam mlakukan kebaikan.
Ketika Allah mnyuruh kita untuk meminta ampun, bertaubat kepada-Nya, Allah tidak menunggu wakitau usia tua untuk bertaubat. Allah mengatakan,
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133).
Dan Allah juga mengatakan, “Berlarilah menuju kepada Allah”.
Nabi Musa, ketika diperintahkan oleh Allah untuk menghadap. Maka beliau bercepat-cepat menuju Allah dan meninggalkan kaumnya.
وَمَا أَعْجَلَكَ عَن قَوْمِكَ يَا مُوسَى ﴿٨٣﴾ قَالَ هُمْ أُولَاء عَلَى أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى ﴿٨٤﴾
“Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?” Berkata Musa, “Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar Engkau ridha (kepadaku)”. (QS. Thaha: 83-84).
Maka ketika kita melakukan kebaikan, maka jangan asal melakukan kebaikan. Jangan sekadar puas mengatakan kita ikut shalat, kita ikut puasa, kita ikut melakukan kebaikan. Namun senantiasa menjadi orang yang paling terlambat, orang yang paling terakhir dalam melakukan kebaikan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan jadilah kita orang-orang yang paling pertama dalam melakukan perbuatan-perbuatan akhirat. Untuk masuk surga kita diperintahkan untuk berkompetisi dan bersegera. Adapun untuk urusan-urusan dunia, kita tidak terlalu dianjurkan. Bahkan celakalah jika kita saling bersaing hanya karena mengharapkan dunia, sementara untuk urusan-urusan akhirat kita senantiasa terlambat.

Kaidah Kelima
Amal shaleh akan menjadi baik apabila dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan secara terus menerus. Ramadhan ini satu bulan. Maka jangan kita hanya ber-Ramadhan di sepuluh hari saja, tujuh belas hari saja, dua puluh hari saja, dan dua puluh tujuh hari saja. Finish kita adalah ketika Ramadhan itu telah pergi. Bahkan peribadahan kita kepada Allah bukan hanya di bulan Ramadhan saja. Kita baru akan berhenti, ketika Allah memanggil kita.
Apa manfaat melakukan amalan shaleh secara berkesinambungan?
Ketika kita melakukan amalan shaleh, namun kita jatuh pada kemaksiatan, maka kita tentu akan membutuhkan amal shaleh lainnya untuk mnghapuskan kemaksiatan yang kita lakukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, dalam hadits yang di riwayatkan Imam Muslim, “Antara 5 waktu shalat, antara satu Jumat ke Jumat yang berikutnya, antara satu Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa di antara waktu-waktu tersebut.”
Marilah kita melakukan amal shaleh hingga Allah menetapkan ajal kita masing-masing.

(Transkrip Khotbah Jumat Ustadz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., 05 Ramadhan 1437 H, Masjid Babul Jihad Jl. Abu Bakar Lambogo, Makassar. Ditranskripsi oleh Abdullah bin Muhammad Yusran Anshar).

Loading

Tinggalkan Balasan