kulper

STIBA.ac.id- Masa liburan semester ganjil telah berlalu, para mahasiswa kembali diperhadapkan dengan sederet aktivitas kampus baik perkuliahan di kelas maupun amanah-amanah lembaga keorganisasian mahasiswa.

Dalam sambutannya ketika mengawali kegiatan kuliah perdana di Masjid Anas bin Malik (23/1)  Ustadz Muhammad Yusran Anshar selaku ketua STIBA Makassar memberi petuah yang menambah kembali semangat seluruh sivitas akademika. Bahwasanya perkuliahan ini kita mulai dengan niat yang ikhlas.

“Kita mengawali perkuliahan ini dengan hati yang ikhlas,” ujarnya.

“Mengejar dunia,” lanjut kandidat doktor di bidang hadits ini, “kita akan letih, tapi kalau sudah di surga rasa letih dan rasa capek itu akan hilang.”

Ustadz Yusran menutup sambutannya dengan harapan agar seluruh mahasiswa terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi kampus. Dan agar semua terlatih dan terbiasa mengelola organisasi.  “Ikutilah setiap kegiatan yang diadakan oleh BEM, dan aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi, manfaatkan sebaik-baiknya momen ini,” pungkasnya.

Seperti biasa, kuliah perdana menghadirkan seorang tokoh sebagai pembicara inti. Pada kuliah perdana kali ini, Ustadz Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc., M.Si. didaulat sebagai narasumber. Dalam kuliahnya, Ustadz Ihsan menghimbau seluruh mahasiswa agar tidak menjadi Muslim yang biasa-biasa saja. Menurutnya, seorang muslim mesti memiliki himmah (semangat) yang tinggi.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  tidak mengajarkan meminta surga yang di emperan-emperan saja, melainkan diperintahkan agar meminta surga Firdaus. Hikmahnya, kalau target tidak tercapai, paling tidak kita mendapat level yang di bawahnya,” ujarnya memotivasi.

Dosen STIBA ini mengutip perkataan Syaikh Abdul Karim Attaar bahwa beliau mengatakan jalan sukses itu ada, pertama adalah al-qudrah (kemampuan) dan yang kedua al-iradah (kehendak). Syarat yang paling vital untuk dipenuhi adalah yang kedua, karena sekuat apapun seseorang namun ketika ia tidak memiliki kemauan maka tak ada gunanya. Sebagai contoh, seorang yang sedang sakit parah, rumahnya berdekatan dengan rumah sakit yang berfasilitas lengkap, namun ia tidak mau masuk rumah sakit tersebut. Maka ini tidak ada gunanya bagi si orang sakit ini.

Di hadapan seluruh sivitas akademika STIBA, Ustadz Ihsan menghimbau agar setiap mahasiswa memperbaiki obsesi. Menurutnya setiap orang harus memiliki obsesi yang tinggi. Sebagaimana hal ini pernah diingatkan oleh Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, “Obsesi yang tinggi itu adalah ketika obsesimu berada pada selain Allah. Kemudian engkau tidak rela mengganti Allah dengan selain-Nya dari obsesimu.”

Perumpamaan orang yang memiliki obsesi tinggi itu ibarat burung yang terbang tinggi, ia mengalahkan burung yang terbangnya rendah. Burung seperti ini selalu berada pada zona aman dari gangguan dan ancaman yang ada di bawahnya.

“Obsesi tinggi akan menjadi tanda kemenangan, sementara obsesi yang rendah akan menjadi alamat kebinasaannya. Juga tak kalah penting, obsesi yang tinggi itu yang selalu bergelut dengan ilmu. Ilmu yang menyebabkan kedekatan kepada Allah. Olehnya, pemilik obsesi yang tinggi maka obsesinya adalah cahaya dan hikmah, adapun obsesi penikmat dunia hanyalah obsesi yang penuh dengan tipuan. Jalan menuntut ilmu bukan jalan yang mudah, tak ringan ujiannya, beragam godaannya. Namun, obsesi tinggi dalam menuntut ilmu harus selalu kita jaga,” kata Ustadz Ihsan.

Dalam kesempatan itu juga, Ustadz Ihsan Zainuddin mengutip hikmah-hikmah dari kisah beberapa ulama, di antara yang sempat disebutkannya adalah kisah zuhudnnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz, di mana pada suatu ketika Roja bin Haywah diminta oleh Umar untuk membeli sebuah pakaian. Setelah kembali, Umar bertanya mengenai harga pakaian tersebut yang dijawab 500 dinar oleh Rojaa. “Ini terlalu murah harganya, duhai Rojaa,” balas Umar.

Kisah ini terulang setelah Umar memangku jabatan sebagai Khalifah. Rojaa kembali disuruh membeli sebuah pakaian, lalu setelah kembali, Umar bertanya tentang harga pakaian tersebut lantas dijawab oleh Roja lima dinar. “Sungguh ini terlalu murah,” tegas Umar.

Tiba-tiba Roja menangis. “Ada apa denganmu, wahai Rojaa?” Tanya Umar. “Aku teringat kejadian beberapa tahun lalu, saat engkau menyuruhku membeli pakaian dengan harga 500 dinar, kau katakan itu terlalu murah,” tutur Rojaa. “Kini, setelah aku kembali membawa pakaian dengan harga 5 dinar, lantas engkau katakan ini teramat mahal harganya. Bagaimana aku tidak menangis?” Pungkas Rojaa.

Kuliah Perdana kali ini ditutup dengan penyampaian-penyampaian seputar mahasiswa berprestasi, da mahasiswa, dosen, serta pengelola teladan. (Marzuki-Infokom BEM)

Loading

Tinggalkan Balasan