Hidup Bersama Tanpa Luka: Menumbuhkan Empati di Asrama


(STIBA.ac.id) Makassar — Hidup berasrama bukan perkara mudah. Beragam karakter, kebiasaan, dan latar belakang bersatu dalam satu atap. Tanpa empati, kehidupan bersama bisa jadi penuh luka, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.

Itulah yang menjadi fokus kegiatan tahunan yang digelar oleh Qism Keamanan, Unit Kegiatan Khusus (UKK) Kepesantrenan dan Keasramaan IAI STIBA Makassar pada Jumat (24/10/2025) di Aula Asiyah. Mengusung tema العيش معا بلا جراح: تنمية التعاطف في السكن” atau “Hidup Bersama Tanpa Luka: Menumbuhkan Empati di Asrama”, kegiatan ini diikuti oleh para mahasiswi penghuni asrama.

Empati: Lebih dari Sekadar Simpati

Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi utama oleh Ustazah Fauziah Ramdani. Dengan gaya penyampaian yang interaktif dan diselingi humor ringan, suasana aula yang sempat terasa panas berubah menjadi lebih hidup dan penuh perhatian.

Dalam pemaparannya, Ustazah Fauziah menekankan pentingnya menumbuhkan sikap empati—tidak berhenti pada rasa simpati—terutama dalam kehidupan berasrama yang menuntut kepekaan sosial tinggi. Beliau menguraikan beberapa poin penting: urgensi empati, konsekuensi pudarnya rasa empati, serta bentuk-bentuk perilaku yang berlawanan dengannya, seperti meremehkan pendapat teman atau memalingkan wajah saat diajak berbicara.

Lebih jauh, beliau menyinggung bahwa empati bukan hanya sebatas sikap sosial, tetapi juga dapat menjadi bentuk dakwah fardiyah yang sederhana namun berdampak besar.

Di akhir sesi, beliau mengutip kata-kata Brene Brown:

“Empathy isn’t about fixing someone’s pain, it’s about sitting with them so they know they’re not alone.”

Empati bukan tentang menyelesaikan masalah orang lain, tapi tentang hadir dan membuat mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian.

Sesi Tanya Jawab: Bagaimana Mendekati Pribadi yang Dingin?

Setelah materi utama, sesi tanya-jawab berlangsung hangat. Salah satu peserta mengajukan pertanyaan menarik, “Bagaimana cara melakukan pendekatan dakwah dengan SKSD kepada orang yang berkepribadian dingin?”

Pertanyaan itu dijawab dengan pengalaman pribadi sang pemateri, bahwa perubahan karakter tidak bisa instan. Dibutuhkan tekad, ilmu, keterampilan sosial, dan proses panjang untuk menumbuhkan kedekatan dan rasa empati.

Di era seperti sekarang, kemampuan berempati dan membangun koneksi emosional memang menjadi keterampilan sosial yang sangat penting, tidak hanya dalam kehidupan berasrama, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat.

Refleksi dan Harapan

Salah satu peserta mengungkapkan kesannya, “Kegiatan ini menjadi bahan refleksi bagi para mahasiswi agar kita lebih sadar untuk saling peduli dan menghargai antarpenghuni asrama.”

Acara kemudian ditutup dengan pemutaran video persembahan dari Qism Keamanan. Ummi Kultsum, perwakilan Qism Keamanan, menyampaikan harapannya, “Dengan kegiatan ini, kami berharap lingkungan asrama menjadi tempat yang nyaman dan penuh kasih sayang antarpenghuni.”

Melalui kegiatan ini, panitia berharap para mahasiswi dapat menumbuhkan rasa empati, saling menghargai, serta menciptakan lingkungan asrama yang harmonis dan bebas dari perilaku menyakiti, baik secara verbal maupun nonverbal. Karena pada akhirnya, asrama bukan hanya tempat tinggal, tapi rumah bersama yang harus dijaga kehangatan dan kenyamanannya.