Media Hari Ini
(Al-Fikrah No. 25 Tahun X/18 Dzulqa’dah 1430H)

Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 217)

Ayat di atas, sangat jelas menerangkan kepada kaum muslimin bahwa orang-orang kafir sangat giat dan gencar mendakwahkan agama mereka, termasuk kepada umat Islam sekalipun. Dengan kata lain, mereka ingin memurtadkan umat Islam.

Salah satu cara yang mereka tempuh adalah melalui media massa. Media saat ini telah didominasi atau dikuasai oleh kalangan anti Islam, yang melihat Islam sebagai ancaman bagi kepentingan politik dan ekonomi mereka. Misi mereka sudah tentu merugikan dan memojokkan Islam. Misalnya berupaya agar masyarakat dunia membenci Islam dan menjauhinya, serta menanamkan keraguan di dalam dada kaum muslimin akan kebenaran dan pentingnya Islam di dalam kehidupan.

Keadaan ini diperburuk oleh kenyataan bahwa di kalangan umat Islam, penguasaan terhadap ilmu komunikasi dan jurnalistik hingga saat ini masih kurang memadai. Ulama dan orang-orang yang betul-betul paham akan Islam secara benar, dan mendakwahkan kepada kaumnya, jarang yang menjadi jurnalis atau penulis. Apatah lagi menerbitkan koran atau majalah yang benar-benar membawa misi dakwah dan perjuangan Islam. Sebaliknya wartawan dan penulis yang beragama Islam, termasuk yang bertarap internasional, dan mempunyai semangat sekalipun, banyak yang belum atau tidak memahami Islam secara benar dan menyeluruh. Artinya, upaya umat Islam dalam menghadang serangan musuh-musuh Islam nyaris tidak ada.

Di sisi lain, pers yang diterbitkan orang Islam banyak yang tidak memperjuangkan dan membela Islam, bahkan berpotensi untuk menghancurkan Islam itu sendiri, karena mereka masih “berkiblat” kepada kantor-kantor barat/orang-orang kafir, yang memang selalu memberi berita yang sifatnya merugikan Islam. Sebagai seorang muslim harus terlebih dahulu tabayyun (memeriksa kebenaran suatu berita). Kalau tidak, akan sangat berbahaya bagi umat Islam. Perhatikan firman Allah—subhaana wata’ala—dalam surah Al-Hujurat ayat 6, artinya,

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).

Namun untuk melakukan tabayyun tersebut, diperlukan pemahaman Islam yang benar dan universal serta penguasaan jurnalistik yang akurat dengan peralatan modern yang memadai. Sementara terhadap kedua hal ini, para penulis muslim belum menguasainya secara baik.

Perhatikanlah, bagaimana Al-Qur’an telah menceritakan kisah Nabi Sulaiman—‘alaihissallam— tatkala mengirim surat kepada Ratu Negeri Saba’ yang dengan tulisannyalah akhirnya sang ratu tersebut masuk Islam. Jika sekiranya dakwah para nabi melalui surat saja telah eksis, bagaimana pula dengan kita hari ini?

Bukan hanya Nabi Sulaiman—‘alaihissalam—, Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wasallam—pun telah mendakwahkan Islam kepada raja-raja dan para penguasa suatu negeri pada zamannya, Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wasallam—menggunakan tulisan berupa surat sederhana, tanpa dukungan hasil teknologi seperti yang ada pada zaman kita ini.

Pada saat ini, peran pers/media massa sangatlah penting, antara lain, dapat membentuk opini umat. Bahkan dikatakan, “siapa yang menguasai media, berarti dapat menguasai dunia”.

Jika sekiranya media dikuasai oleh orang-orang muslim, yang sholeh dan paham akan agamanya serta seorang dai, maka media/pers yang diterbitkannya tentu tidak akan menurunkan tulisan-tulisan yang merugikan Islam, memojokkan kaum muslimin atau menyakiti umat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wasallam—. Tapi kenyataan pahit yang kita rasakan hari ini, tak sedikit pers yang menurunkan aneka bentuk tulisan yang berisikan bukan hanya memojokkan Islam dan menyakiti hati kaum muslimin serta melecehkan Al-Qur’an, tetapi lebih dari itu semua, termasuk memecah belah umat Islam. Hal ini diperparah lagi ketika para pemimpin umat Islam bukannya memihak Islam, tetapi justru memihak dan membela musuh-musuh Allah—subhaana wata’ala—.

Orang-orang kafir menyerang Islam melalui senjata, di antaranya perang salib yang terdiri dari 8 gelombang (11—13 H), di mana pada saat itu orang-orang kafir mengalami kekalahan yang menyebabkan mereka mengubah taktik perang mereka menjadi perang pemikiran. Maka pada hari ini orang-orang kafir menyerang umat Islam melalui media-media yang nota bene merusak ideologi atau aqidah umat Islam. Tujuan akhir mereka tiada lain kecuali agar Islam dan umat Islam berhasil dihabiskan dan dilenyapkan dari muka bumi ini.

Dalam mengimbangi semua itu, umat Islam harus mempunyai pers yang tangguh, yang dikelola oleh para ulama dan jurnalis muslim yang benar-benar paham akan Islam, serta menampilkan tulisan dan berita yang benar, menarik serta bijaksana.

Tentunya tulisan yang dimuat harusnya bermanhaj yang benar, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta pemahaman yang benar, pemahaman salafusshaleh, sehingga tulisan yang dimuat tersebut bermanfaat bagi umat Islam sekaligus mengantisipasi serbuan pers sekuler, yang hari-hari ini gencar menyerang Islam dengan beragam cara.

Sadar atau tidak, saat ini muncul musuh-musuh Islam dari dalam tubuh umat Islam, yang berpotensi menghancurkan umat Islam dari dalam, sebut saja JIL (Jaringan Islam Liberal), Syi’ah dan lain-lain. Mungkin dalam pandangan sebagian kaum muslimin mereka-mereka itu adalah pembela Islam, padahal mereka itulah penghancur Islam dari dalam.

Sebenarnya hal semacam ini telah ada pada zaman para nabi-nabi terdahulu. Ada saja orang-orang munafik, yang mengaku muslim namun mereka merusak Islam bahkan memecah belah persatuan umat Islam. Sebagian mereka mengaku Islam namun tidak senang melihat Islam eksis di bumi Allah—subhaana wata’ala—. Jika mereka menerbitkan buku, koran, tabloid, dan sejenisnya mereka takut menulis tentang Islam. Kalau pun mereka menulis tentang Islam, isinya diselewengkan, ditakwilkan menurut akal-akal mereka, sehingga tidak mengungkap kenyataan dan kebenaran sesuai sumber yang benar (Al-Qur’an dan As-Sunnah).

Ada empat hal yang perlu kita ketahui dari langkah-langkah orang-orang kafir dalam menjauhkan umat Islam dari agamanya:

1. Tasykik (menimbulkan keraguan)

Yaitu menciptakan opini-opini yang menggiring umat Islam ragu terhadap agamanya, seperti; membuat polemik tentang ada tidaknya konsep negara Islam, meragukan kedudukan sunnah Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wasallam—, menuduh hukum waris dan zakat tidak adil, dan sebagainya.

2. Tasywih (pengaburan, menjelek-jelekkan, serta memperolok-olok Islam)

Yaitu menimbulkan kesan bahwa syariat Islam itu sadis, kejam, teroris, diskriminatif, dan tidak manusiawi. Dengan Al-Qur’an akan ketinggalan zaman, ajaran Rasulullah  tidak relevan lagi, jilbab adalah budaya Arab.

3. Tadzyib (pelarutan nilai, penetrasi budaya)

Yaitu usaha memasukkan nilai-nilai jahiliyah ke dalam ajaran Islam, misalnya: musik islami, dan sebagainya.

4. Taghrib (pembaratan)

Yaitu setiap tingkah laku, gaya bicara, model pergaulan, media massa, termasuk media-media porno yang diharamkan oleh Allah—subhaana wata’ala—.

Mudah-mudahan Allah—subhaana wata’ala—menjadikan kita orang-orang yang selektif dalam mengambil berita, serta mencari bahan bacaan yang bermanfaat. Yang tak kalah penting, kita berdoa kepada Allah—subhaana wata’ala—agar ditanamkan pada hati kita kecintaan terhadap agama kita, serta menjauhkan kita dari kejahatan orang-orang yang membenci Islam.

“…Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. “ (QS. Al-Hujurat: 7).

Wallahul Haadi Ilaa Sabiili ar Rasyad

 Dari berbagai sumber

Abu ‘Abdullah Ahmad Sattu At-Takalary

Loading

Tinggalkan Balasan