Kaum Muslimin diperintahkan untuk berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram). Dalam sebuah riwayat disebutkan,  “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan berpuasa pada hari ‘Asyura, yaitu hari kesepuluh (dari bulan Muharram)”. (HR. Tirmidzi, hadits hasan).
Keutamaan dari puasa ini, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallamyang diriwayatkan imam Muslim, menghapuskan dosa satu tahun yang lalu.
RITUAL SYIAH DI HARI ASYURA’
Di sisi lain, komunitas Syiah merayakan sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan mulia ini dengan ratapan dan tangisan, memukul-mukul pipi, dada, dan punggung mereka sambil berteriak, “Wahai Husain, wahai Husain!” Terlebih pada hari ke sepuluh Muharram, tangan tak cukup dengan menyakiti tubuh, maka digunakanlah pedang, rantai besi dan benda tajam lainnya untuk melukai tubuh mereka. Di masyarakat yang mayoritas penduduknya adalah penganut Syiah seperti di Iran, perayaan ratapan dan melukai tubuh ini sudah tidak asing lagi. Bahkan wajib bagi mereka untuk melakukannya yang katanya sebagai bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah.
Sementara itu, komunitas Syiah di Indonesia, juga tak mau ketinggalan momentum perayaan bulan Muharram ini. Muharram dijadikan sebagai kesempatan untuk memperingati haul arba’in, hari kematian Husain radhiyallahu ‘anhu, cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beberapa tahun silam misalnya, mereka menyewa gereja Berqzicht Lawang sebagai tempat untuk merayakan hari kematian Husain radhiyallahu ‘anhu. Ritual yang mereka lakukan memang belum seekstrim komunitas Syiah Iran, cukup dengan memukul-mukul dada, pundak, dan kepala diiringi syair-syair kesedihan akan kematian Husain radhiyallahu ‘anhu.
SIAPA MENIPU HUSAIN radhiyallahu ‘anhu
Imam Husain ditipu? Bagaimana mungkin? Banyak fakta tersembunyi menyelimuti peristiwa Karbala, tapi sepandai-pandai bangkai disembunyikan, lama-lama baunya tercium juga. Apa sebenarnya penyebab tragedi Karbala? Mengapa cucu Nabi ryang mulia ini hidupnya berakhir tragis?
Imam Husain adalah Imam kaum muslimin, cucu Nabi shallallahu alaihi wasallam. Kita mencintai Imam Husain radhiyallahu ‘anhukarena demikianlah yang diperintahkan oleh  kakeknya.
Membicarakan kehidupan Imam Husain tidak bisa lepas dari peristiwa tragis yang menjadi awal kehidupan akhirat baginya, yaitu peristiwa pembantaian yang terjadi di Karbala. Sebagai seorang muslim, tentu bersedih atas peristiwa tersebut.
Membicarakan peristiwa Karbala tak akan lengkap sekiranya kita hanya memfokuskan pada peristiwa pembantaian itu saja, tanpa pernah mengikuti episode sejarah sebelumnya. Hingga penilaian kita tidak akan bisa utuh, karena tidak berdasarkan fakta yang utuh, yang memberi kita gambaran tentang bagaimana peristiwa itu terjadi. Mengapa episode sebelum peristiwa Karbala terjadi sangat jarang diulas, mereka yang selalu mengulas dan menganalisa kisah Karbala jarang menyinggung peristiwa yang terjadi sebelumnya, yang mengakibatkan cucu Nabi shallallahu alaihi wasallamini dibantai.
Barangkali bisa kita mulai dari pertanyaan penting, yang sayangnya jarang kita dengar. Mungkin akal sehat kita sering tertutupi oleh kesedihan kita yang mendalam, yang barangkali kita buat-buat sendiri, dengan mendengarkan kisah-kisah sedih pembunuhan Imam Husain, dengan diberi bumbu suara yang menyayat hati dan sebagainya akhirnya kita lupa bertanya: Mengapa peristiwa itu terjadi? Peristiwa apa yang menjadi latar belakang peristiwa itu? Mengapa Imam Husain berangkat ke Karbala?
Peristiwa ini diawali ketika Yazid menggantikan Muawiyah radhiyallahu ‘anhuyang mangkat dan segera meminta agar Husain radhiyallahu ‘anhuberbaiat. Namun Husain menolak bersama Abdullah bin Zubair, dan keduanya pergi diam-diam ke kota Mekah. 
Seperti kita ketahui bahwa Imam Husain adalah salah satu figur umat Islam karena hubungan kekerabatannya dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam, seluruh umat Islam mencintainya, dari dulu hingga hari ini, hanya orang menyimpang dan menyimpan penyakit di hatinya saja yang membenci keluarga Nabi shallallahu alaihi wasallam. Hingga ketika dia menolak berbaiat maka kabar beritanya tersebar ke segala penjuru.
Di antara mereka yang mendengar kabar berita mengenai Imam Husain adalah warga Kufah. Lalu mereka mengirimkan surat-surat kepada Imam Husain mengajaknya untuk datang ke Kufah dan memberontak kepada Yazid. Surat-surat itu begitu banyak berdatangan kepada Imam, hingga jumlahnya mencapai puluhan ribu.
Ahmad Rasim Nafis—seorang penulis syiah—menerangkan, “Surat-surat penduduk Kufah kepada Husain ‘Alaihis salam, menyatakan, “Kami tidak memiliki Imam, oleh karena itu datanglah, semoga Allah berkenan mempersatukan kita di atas kebenaran.” Surat-surat itu mengandung berbagai tanda tangan menghimbau kedatangannya untuk menerima bai’at dan memimpin umat dalam rangka menghadapi para pendurhaka Bani Umayah. Begitulah, kian sempurnalah unsur-unsur pokok bagi gerakan Husainiyah. Di antaranya: … Adanya hasrat mayoritas masyarakat yang menuntut reformasi dan mendorong Imam Husain untuk segera memegang tampuk kepemimpinan bagi gerakan tersebut. Juga peristiwa dorongan-dorongan di Kufah ini diungkapkan di dalam surat-surat baiat dari penduduk Kufah.” (Lihat: ‘Alaa Khutha Husain, hal. 94).
Muhammad Kazhim al-Qazwaini—seorang ulama syiah—menyatakan, “Penduduk Irak menulis surat kepada Husain, mengirim utusan, dan memohon agar beliau berangkat ke negeri mereka untuk menerima baiat sebagai khalifah, sehingga terkumpul pada Husain sebanyak 12.000 surat dari penduduk Irak yang semuanya berisikan satu keinginan. Mereka menulis, “Buah sudah ranum, tanaman sudah menghijau, Anda hanya datang untuk menjumpai pasukan Anda yang sudah bersiaga. Anda di Kufah memiliki 100.000 (seratus ribu) pedang. Apabila Anda tidak bersedia datang, maka kelak kami akan menuntut Anda di hadapan Allah.” (Lihat: Faaji’atu Ath-Thaff, hal. 6).
Seorang ulama syiah, Abbas Al-Qummi menerangkan, “Melimpah ruahlah surat-surat sehingga terkumpul pada beliau di dalam satu hari sebanyak 600 surat berisikan janji hampa. Dalam pada itu pun beliau menunda-nunda dan tidak menjawab mereka. Sehingga terkumpul pada beliau sebanyak 12.000 surat.” (Lihat: Muntaha Al-Amaal: 1/430).
Puluhan ribu surat yang berdatangan berhasil meyakinkan Husain mengenai kesungguhan penduduk Kufah. Husain mengutus Muslim bin Aqil untuk mengecek keadaan kota Kufah dan melihat sendiri apa yang terjadi di sana. Dan ternyata benar, sesampainya Muslim di sana ternyata banyak orang berbaiat pada Muslim untuk “membela” Imam Husain melawan penguasa zhalim. Mereka menunggu kedatangan sang Imam untuk memimpin mereka.
Dari situ ia mulai menerima masyarakat. Dan menyebarluaslah seruan agar berbaiat kepada Husain ‘Alaihis salam, sehingga jumlah orang-orang yang “bersumpah setia sampai mati” mencapai 40.000 orang. Ada juga yang mengatakan, kurang dari jumlah tersebut. Gubernur Yazid yang berada di Kufah ketika itu adalah An-Nu’man bin Basyir. Sebagaimana disifati (digambarkan) oleh para sejarawan, gubernur ini seorang muslim yang tidak menyukai perpecahan dan lebih mengutamakan kesejahteraan.” (Lihat: Siiratul Aimmati Al-Itsna ‘Asyar: 2/57-58).
Abbas Al-Qummi juga menerangkan: “Melalui riwayat yang lalu, membuktikan bahwa orang-orang Syi’ah dengan diam-diam menjumpai Muslim di rumah Hani, secara rahasia. Lalu mereka pun saling mengikutinya, dan Muslim menekankan kepada tiap-tiap orang yang berbaiat kepadanya agar tutup mulut dan merahasiakan hal itu, sampai jumlah orang yang berbaiat kepadanya mencapai 25.000 laki-laki. Sementara Ibnu Ziyad masih belum mengetahui posisinya…” (Lihat: Muntaha Al-Amaal: 1/437).
Sampai di sini barangkali Anda membayangkan bagaimana puluhan ribu orang bersiap siaga untuk menyambut kedatangannya, bagaimana mereka mempersiapkan persenjataan untuk “melawan penguasa zhalim” di bawah pimpinan sang Imam. Tapi jangan berhenti membaca sampai di sini, ternyata ending kisah tak seindah yang kita bayangkan.
Melihat sambutan penduduk Kufah yang begitu menggembirakan, Muslim mengirim surat pada Husain untuk segera datang. Tapi apa yang terjadi, Yazid mengutus Ubaidilah bin Ziyad, untuk “menertibkan” kota Kufah, hingga akhirnya menangkap Muslim bin Aqil dan beberapa tokoh yang mengajak untuk berbaiat pada Imam Husain. Ternyata satu orang saja dapat menertibkan ribuan orang di Kufah yang telah berbaiat pada Imam Husain untuk melawan orang-orang “zhalim”. Nyali mereka menjadi ciut dan melupakan baiat mereka pada Imam Husain.
Puluhan ribu orang yang membaiat Imam Husain, baik melalui surat maupun yang berbaiat langsung akhirnya “keok” hanya dengan digertak oleh Ibnu Ziyad. Keinginan mereka untuk menolong Imam Husain seketika sirna karena mendengar gertakan Ibnu Ziyad. Mereka lebih suka duduk di rumah beserta anak istri ketimbang berperang bersama Imam Husain melawan tentara Yazid. Rupanya itulah kualitas mental “pembela Ahlul Bait Nabi”.
Ibnu Ziyad mengutus tentara untuk mencegat Imam Husain, hingga terjadilah proses negosiasi. Namun akhir dari peristiwa tragis ini adalah pembantaian cucu kesayangan Rasulullah r, al-Husain beserta beberapa keluarga beliau.
Ahmad Rasim An-Nafis—penulis Syiah—mengutipkan kepada kita beberapa pantun Husain Radhiyallahu ‘anhu yang dikutip dari kitab “Al-Ihtijaaj” (2/24) dan peringatan beliau kepada Syi’ah (para pengikut) beliau yang telah mengundang beliau (dengan janji) hendak membelanya, tetapi kemudian meninggalkannya. Kata beliau,
“… Alangkah buruk moral kalian. Sebenarnya kalianlah para pendurhaka di antara umat ini, kelompok paling jahat, pencampak al-Kitab (al-Qur’an), sarana bisik-bisikan setan, golongan para pendosa, pemanipulasi al-Qur’an, pemadam sunah-sunah, dan pembunuh putra-putri para Nabi.” (Lihat: Ala Khutha Husain, hal. 130-131).
Imam Husain radhiyallahu ‘anhu ditipu mentah-mentah sebelum dibantai secara tragis. Siapa yang menipunya? Siapa yang memanggil sang Imam lalu meninggalkannya? Mari kita simak lagi pengakuan Imam Husain, yang lebih tahu tentang kondisi syiahnya dibanding kita semua, beliau berkata,
“Kita telah ditinggalkan oleh Syiah kita sendiri.”  Wallahul Musta’an.
Dari berbagai sumber

Loading

Tinggalkan Balasan