(STIBA.ac.id) Makassar – Departemen Infokom Biro Rumah Tangga Masjid (BRTM) Anas bin Malik STIBA Makassar sukses mengadakan “Anas bin Malik Design Class,” sebuah kegiatan kelas desain yang berlangsung secara online melalui Zoom Meeting dan WhatsApp pada tanggal 2—4 Agustus 2024.
Kelas desain ini diadakan dengan tujuan untuk berbagi ilmu desain dan memanfaatkan teknologi dalam menyebarkan kebaikan di era digital. Kegiatan ini tidak hanya diikuti oleh mahasiswa STIBA Makassar, tetapi juga terbuka untuk masyarakat umum dari seluruh Indonesia. Antusiasme peserta sangat tinggi, dengan jumlah peserta mencapai 100 orang yang berasal dari berbagai daerah, mulai dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, hingga luar Pulau Sulawesi seperti Jawa Barat, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, bahkan Papua dan Ternate.
Kegiatan ini dipandu oleh tiga mentor ahli di bidang desain grafis. Ustaz Muhammad Yusril Fauzi, S.H., alumni STIBA Makassar dan anggota Infokom BRTM Anas bin Malik periode 2020/2021, menjadi pemateri pertama. Ia menjelaskan tentang pentingnya dakwah melalui media sosial dengan memanfaatkan desain grafis, menekankan bahwa menyampaikan satu hadis melalui desain dapat menjadi ladang pahala. Pemateri kedua adalah Farid Ubaidillah Syihab, Ketua Infokom BRTM periode 2021/2022, dan pemateri ketiga adalah Fauzan Abdillah Syihab, Ketua Infokom BRTM periode 2023/2024. Ketiganya merupakan ahli di bidang desain grafis, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat besar bagi para peserta.
Materi yang diajarkan dalam kelas ini meliputi pengenalan aplikasi dan alat-alat desain, dasar-dasar desain, tutorial pembuatan poster dakwah, serta poster kajian. Dengan bimbingan dari para mentor, para peserta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam desain grafis dan mengaplikasikannya untuk kegiatan dakwah.
(STIBA.ac.id) Enrekang – Himpunan Mahasiswa Massenrempulu (Himma) dan Forum Mahasiswi STIBA Massenrempulu (Foris) memanfaatkan liburan semester kali ini dengan menggelar serangkaian kegiatan yang inspiratif. Salah satu acara yang menjadi sorotan adalah Pesantren Kilat bertema “Membangun Identitas Islam di Tengah Arus Modernitas” yang berlangsung selama lima hari, mulai 29 Juni hingga 2 Agustus 2024, di MTsN 02 Tana Toraja.
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat cinta terhadap agama Islam, memahami keindahan syariat, dan memperkokoh keimanan generasi Z, khususnya di kalangan remaja MTsN 02 Tana Toraja. Pesantren Kilat ini sangat bermanfaat bagi para peserta, yang mendapatkan berbagai materi penting, seperti tauhid, tata cara wudu dan salat, pembelajaran Al-Qur’an, hijab muslimah, serta akhlaqul karimah.
Puncak dari rangkaian acara ini adalah Seminar Remaja bertema “Membangun Identitas Islam di Tengah Arus Modernitas” yang digelar pada Jumat, 5 Agustus 2024. Seminar ini menghadirkan Ustaz Muhammad Agus, seorang mahasiswa semester 7 STIBA Makassar, sebagai pembicara utama. Acara ini juga menjadi ajang penutupan Pesantren Kilat, yang ditandai dengan pemberian doorprize yang sangat dinantikan oleh para siswa MTsN 02 Tana Toraja.
Himpunan Mahasiswa Massenrempulu (Himma) adalah forum yang didirikan oleh mahasiswa STIBA Makassar, termasuk Supardi, Mukhsin, Ashabul Kahfi, Irgi, Muh. Agus Suprianto, dan Zulhajir. Sementara itu, Forum Mahasiswi STIBA Massenrempulu (Foris) adalah forum yang dibentuk oleh mahasiswi STIBA Makassar, yaitu Nur Hasanah, Muti’ah Al Munawwarah, Sulastri Usman, dan Nurul Isyroq Muslimah, yang semuanya merupakan mahasiswi semester 7. Kedua forum ini berkomitmen untuk terus menyelenggarakan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat serta mendukung pengembangan spiritual dan intelektual mahasiswa.
Reporter: Humas Himma dan Foris STIBA Massenrempulu
(STIBA.ac.id) Gowa – Kisah inspiratif ini bermula dari ujung timur Indonesia, di Kota Merauke yang dikenal sebagai Kota Rusa. Sejak masa SMA, Hanifah bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan di STIBA Makassar. Dorongan kuat dari orang tua, serta inspirasi dari Ustazah Fitria Hurasan, S.H. (alumni STIBA Makassar) semakin memotivasi Hanifah untuk mengejar impiannya. Pada tahun 2020, ia menjadi salah satu calon mahasiswi STIBA Makassar dari timur Indonesia.
Hanifah mempersiapkan diri untuk tes masuk dengan belajar bahasa Arab secara otodidak melalui channel YouTube. Usaha tersebut membuahkan hasil, ia berhasil lolos seleksi dan masuk Program Studi Perbandingan Mazhab (PM) atas saran orang tua agar lebih cepat menyelesaikan studi.
Perjuangan Awal dan Dukungan Keluarga
Kenangan paling berkesan bagi Hanifah adalah perjuangan orang tua yang bangun subuh untuk berjualan sayur demi mendukung biaya pendaftarannya di STIBA Makassar. Di samping itu, Hanifah juga mengurus adik-adiknya; dua di antaranya mondok, empat lainnya masih sekolah, dan satu adik bungsu yang masih di rumah.
Menikah di Tengah Studi
Pada semester kedua, Hanifah dilamar oleh salah satu alumni STIBA. Awalnya, ibunya khawatir perkuliahan Hanifah akan terputus, mengingat perjuangan mereka untuk bisa menyekolahkan Hanifah di STIBA. Namun, Hanifah berjanji bahwa ia akan tetap menyelesaikan studinya meskipun sudah menikah dan memiliki anak.
Saat tiba di Makassar, Hanifah dan suaminya diberikan fasilitas tempat tinggal di Moncong Loe oleh Ustaz Ahmad Syaripudin, S.Pd.I., M.Pd.I. (Waka III STIBA Makassar) dan keluarganya, yang sangat mereka syukuri.
Tantangan Perkuliahan dan Kehamilan
Kebahagiaan Hanifah semakin bertambah ketika ia mulai mengikuti perkuliahan offline. Pertama kali masuk ke Aula Aisyah, ia merasakan keberkahan saat mendengarkan kajian dari ustaz dan ustazah.
Namun, tantangan mulai muncul ketika Hanifah merasa kurang sehat dan kemudian mengetahui bahwa dirinya hamil. Ketika mengikuti kelas di lantai 4, Hanifah harus menyeret ransel karena tidak kuat membawa kitab-kitab yang berat. Alhamdulillah, ia bersyukur ketika perkuliahan untuk angkatannya kembali dilakukan secara online pada semester ketiga.
Perjuangan Saat Masa Persalinan
Saat waktu persalinan tiba, Hanifah pindah ke Pesantren Tahfiz Wahdah Islamiyah Putra di Dusun Bilayya. Di sana, ia mendapat fasilitas tempat tinggal yang sangat membantu selama masa-masa sulit itu. Pada bulan Februari 2022, saat perkuliahan masih berlangsung online, anak pertama mereka lahir. Meskipun awalnya terasa berat, Hanifah dan suaminya menjalani semua tantangan ini tanpa bantuan orang tua atau mertua.
Tantangan Perjalanan dan Kehidupan di Kos-kosan
Awal perkuliahan offline kembali berlangsung tepat sepekan sebelum ujian tengah semester kelima, dengan anak mereka yang saat itu berusia delapan bulan. Jarak rumah mereka ke STIBA sekitar 18 km, setara dengan perjalanan 30-40 menit. Pada hari-hari pertama, suami Hanifah mengantarnya ke kampus dengan perjalanan pulang-pergi dua kali sehari, mengantar dan menjemput kembali Hanifah, total menempuh 72 km sambil bekerja. Situasi ini membuat Hanifah meneteskan air mata, ia merasa khawatir apakah dapat terus menjalani perkuliahan seperti ini hingga akhir.
Akhirnya, Hanifah memutuskan untuk tinggal di dekat kampus bersama anaknya, sementara suaminya tetap bekerja di Bilayya. Mereka menyewa kos yang berjarak sekitar 1 km dari STIBA. Setiap hari, Hanifah menggendong anak sambil membawa tas berisi kitab-kitab yang tidak ringan, serta tas khusus berisi perlengkapan bayi. Perjalanan dengan berjalan kaki menuju kampus ditempuhnya dalam waktu 15-20 menit, sering kali terhambat oleh kekhawatiran akan penyakit asmanya yang bisa kambuh jika terlalu memaksakan diri. Hanifah bersyukur karena STIBA Makassar menyiapkan hadhanah (penitipan anak) yang dapat menjaga anaknya selama perkuliahan.
Kehidupan Sehari-hari yang Menantang
Keseharian di kos-kosan tidak kalah menantang. Anaknya yang selalu menempel membuat semua pekerjaan harus dilakukan saat anak tidur, mulai dari mencuci pakaian, memasak, hingga belajar. Kegiatan ini biasa dilakukannya antara pukul 21.00—22.00 malam atau subuh sebelum anak bangun.
Ujian Berat di Bulan Mei
Pada bulan Mei 2023, Hanifah menghadapi musibah yang sangat berat. Meski tak bisa diceritakan secara rinci, cobaan tersebut membuatnya kembali menitikkan air mata, namun ia tetap berharap bahwa Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.
Alhamdulillah, di bulan Juni, seorang kenalan memberikan motor wakaf yang sangat membantunya. Motor ini memungkinkan Hanifah untuk berhenti tinggal di kos-kosan dan berkumpul kembali dengan suaminya di Bilayya.
Perjuangan Sehari-hari
Ia memulai perjalanan baru mengendarai motor dari Bilayya. Meskipun awalnya perjalanan sejauh 18 km terasa sangat jauh dan seperti sebuah safar, Hanifah selalu bersyukur setiap pagi yang tidak hujan meskipun suhu dingin sering menembus tulang.
Rutinitas tersebut terkadang dihadapkan dengan tantangan berat, seperti cuaca terik atau hujan deras saat pulang dari kampus. Kondisi ini membuat anak Hanifah sering menangis, terutama ketika mereka tak bisa singgah karena perjalanan yang didominasi oleh pohon dan sawah di pinggir jalan. Namun, semangat Hanifah tetap membara, terutama melihat anaknya yang turut membersamainya berjuang menuntut ilmu.
Meraih Predikat Mumtazah di Tengah Kesulitan
Hanifah meraih predikat mumtazah (istimewa) pada semester 5 hingga 7 meski sering kelelahan akibat perjalanan jauh dan harus membawa anaknya ke kelas selama dua bulan.
Pada semester 8, Hanifah fokus pada penulisan skripsi dengan bimbingan Ustaz Dr. Kasman Bakry, S.H.I., M.H.I. dan Ustaz Ihwan Wahid Minu, M.E. yang membantu memperbaiki isi skripsinya. Meski sempat menghadapi penyakit yang kambuh mendekati pendaftaran munaqasyah, dengan bantuan suaminya, Hanifah berhasil menyelesaikan revisi tepat waktu.
Saat yudisium, Hanifah merasa bahagia dan bersyukur atas pencapaiannya sebagai yudisium terbaik ketiga, memenuhi janji kepada orang tuanya sebelum menikah.
Ia berharap kisahnya menginspirasi generasi berikutnya untuk terus menuntut ilmu, mengatasi rintangan, dan yakin bahwa Allah selalu bersama kita. STIBA Makassar, tempatnya belajar, adalah kampus dakwah dan perjuangan yang luar biasa, mengajarkan ilmu Islam langsung dari kitab-kitab referensi induk.
(STIBA.ac.id) Makassar — “Boleh tambah satu lagi?” Itulah permintaan yang selalu disampaikan Lompo Ramos Emakarim kepada istrinya setiap awal semester di STIBA Makassar. Sebagai seorang mahasiswa yang penuh semangat belajar, mengikuti perkuliahan di STIBA Makassar yang dikenal disiplin, serta kegiatan wajib kemahasiswaan yang padat, membuat waktu untuk keluarga, khususnya istri dan empat anaknya, menjadi terbatas. Meski demikian, Lompo terus berusaha membagi waktu dan meminta izin kepada istrinya untuk menambah satu semester lagi setiap kali memasuki masa registrasi di awal semester.
Meski keinginan untuk menimba ilmu Islam dan bahasa Arab semakin besar di awal setiap semester, perasaan ingin menyerah sering muncul di akhir semester. Namun, setelah lima tahun penuh perjuangan, dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, Lompo berhasil menyelesaikan studinya dan mengikuti yudisium tahun ini.
Perjalanan Lompo dimulai pada tahun 2019, di hari terakhir penerimaan mahasiswa baru gelombang kedua. Setelah salat Asar di Masjid Al Haq, ia bertanya kepada seorang ustaz yang biasa mengajarnya tahsin dan tadabur Al-Qur’an, tentang batas usia maksimal untuk mendaftar di STIBA Makassar. “Tidak ada,” jawab sang ustaz yang kemudian membubuhkan tanda tangan pada surat rekomendasi untuk Lompo pada sore itu juga. “Alhamdulillah,” ucap Lompo yang saat itu berusia 32 tahun.
Foto: Lompo Ramos Emakarim, kedua dari kiri (berdiri)
Keinginan untuk belajar bahasa Arab di STIBA sebenarnya telah ada sejak tahun 2012. Lompo memilih STIBA karena institusi ini dikenal sebagai salah satu yang terbaik untuk belajar bahasa Arab di Makassar. Minatnya terhadap bahasa Arab tumbuh sejak tahun 2003, saat ia masih berinteraksi dengan aktivitas duduk-duduk melingkar di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di Bandung tahun 2003. Setelah melewati berbagai ujian hidup dan pasang surut keistikamahan, Lompo akhirnya memutuskan untuk mendaftar di STIBA Makassar. Salah satu motivasinya adalah keyakinan bahwa salah satu faktor kelemahan umat Muslim adalah terpisahnya mereka dari bahasa Arab yang ia rasakan sejak di sekolah menengah negeri.
Sejak menyelesaikan program sarjana teknik di Jurusan Teknik Elektro Unhas pada tahun 2010, Lompo bekerja sebagai engineer di bidang infrastruktur teknologi informasi di sektor swasta. Ia biasanya bekerja di malam hari, kadang hingga pagi hari. Sementara pagi hingga malam ia manfaatkan untuk kegiatan lain, termasuk mengajar ilmu teknik di sebuah kampus swasta sejak 2020 dan menyelesaikan program magister teknik pada 2016. Pada tahun ini, ia juga merampungkan program sarjana perbandingan mazhab di STIBA Makassar bahkan berhasil meraih posisi kedelapan dari sepuluh mahasiswa terbaik.
Pada akhirnya, Lompo menyampaikan terima kasih kepada seluruh asatizah, pimpinan STIBA Makassar, dosen, pembimbing, murabbi, pengelola, dan teman-teman seperjuangan. Ia menyadari bahwa ilmu yang diperolehnya hanyalah setetes air dari samudera ilmu. Dengan penuh syukur, ia berharap dapat terus belajar, mengamalkan, dan menyampaikan ilmu yang telah ia dapat.
Hari yudisium, Selasa (30/07/2024) menjadi momen yang membahagiakan, dengan senyum bahagia terpancar di wajah istrinya. Di dalam hati, Lompo bersyukur dan bergumam, “Boleh tambah satu (program studi) lagi?”
(STIBA.ac.id) Makassar – Muhammad Matori Ali Akbar, S.H., termasuk di antara 314 mahasiswa yang menjalani yudisium di Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar, Selasa (30/07/2024). Momen bersejarah ini menandai akhir dari perjalanan akademis yang penuh tantangan, khususnya bagi Matori yang memiliki kisah unik dalam perjalanan pendidikannya di STIBA Makassar.
Matori memulai cerita pendidikannya di SMA Islam Athirah Bone, lulus pada tahun 2016. Setelah lulus, ia berkesempatan mengikuti daurah 40 hari menghafal Al-Qur’an di AMT. Dengan latar belakang jurusan IPA dan minat pada bidang astronomi, ia sempat mendaftar di Institut Teknologi Bandung (ITB), meski belum berhasil. Berkat dorongan dari guru-guru SMA-nya, Matori melanjutkan perjuangannya ke salah satu institut teknologi ternama di Surabaya, dan diterima di jurusan D4 Teknik Sipil, Fakultas Vokasi, melalui jalur tulis dan prestasi hafalan Al-Qur’an.
Namun, Matori merasa ada yang kurang. “Saya setengah hati melanjutkan pendidikan di kampus tersebut karena setelah menyelesaikan hafalan, saya ingin fokus murajaah dan belajar agama,” ungkapnya.
Lingkungan Surabaya yang berbeda dengan Makassar, serta kesulitan menemukan kajian dan halakah Al-Qur’an yang sesuai, membuatnya merasa kurang nyaman. Meskipun sempat bergabung dengan kegiatan tarbiah di bawah bimbingan Ustaz Haidar, seorang dai alumni STIBA Makassar di Surabaya, Matori tetap merasa panggilan hatinya lebih kuat di jalan ilmu agama.
Akhirnya, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di STIBA Makassar pada tahun 2017. Matori aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, menjadi pengurus BRTM sejak awal masuk, hingga menjadi ketua pada tahun 2019.
Di STIBA, Matori menemukan lingkungan belajar yang ideal dan penuh dengan kesempatan. Ia selalu mendapatkan predikat mumtaz awwal (istimewa peringkat pertama) di setiap semester, kecuali pada semester pertama. Selain itu, ia juga mendapatkan beasiswa berprestasi dari Kementerian Agama dan menjadi imam di Masjid Anas bin Malik.
Ketika diterima di King Abdulaziz University (KAU) Jeddah pada tahun 2020, Matori merasa berada di fase “malas” untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri karena telah lama menunggu berita kelulusan. “Saat itu, saya hanya ingin fokus menyelesaikan studi di STIBA Makassar,” ujarnya.
Namun, Matori akhirnya menguatkan tekad untuk berangkat ke KAU Jeddah. Kendati demikian, ia tetap berkomitmen untuk menyelesaikan pendidikannya di STIBA Makassar, karena telah menyelesaikan lima semester di sana dan hanya tinggal tiga semester lagi untuk lulus. “Gelar ‘alumni STIBA’ adalah gelar yang istimewa bagi saya, terutama dalam mendukung kegiatan dakwah,” tuturnya.
“Alhamdulillah, saat pandemi Covid-19 di mana perkuliahan di STIBA Makassar juga diadakan secara daring, saya berhasil menyelesaikan tiga semester tersebut. Apa yang saya dapatkan selama di STIBA sangat berguna dan berpengaruh terhadap pendidikan saya di KAU Jeddah,” katanya.
Matori menyampaikan pesan inspiratif bagi mahasiswa baru. “Antum tidak akan pernah rugi kuliah di STIBA Makassar, ada begitu banyak keistimewaan yang ada di STIBA dan tidak ada di kampus lain. Lingkungan keilmuan di STIBA adalah lingkungan paling ideal di tengah gempuran tantangan zaman yang kadang tidak bisa ditebak.”
Ia juga memberi pesan kepada calon mahasiswa agar tidak khawatir dengan masa depan ketika masuk STIBA, karena banyak peluang kerja yang tersedia untuk alumni STIBA di berbagai bidang, termasuk akademik, politik, dan pemerintahan.
Menutup wawancara, Matori menyatakan rasa syukurnya setelah mengikuti yudisium. “Rasa haru dan bahagia karena bisa menyelesaikan apa yang telah tertunda sejak dua tahun,” pungkasnya.
(STIBA.ac.id) Makassar – Masjid Anas bin Malik STIBA Makassar menjadi tempat berlangsungnya seremonial Yudisium Angkatan VIII Jurusan Syariah, Program Studi Perbandingan Mazhab untuk tahun akademik 2023-2024 (1445-1446 Hijriah). Acara ini merupakan momen bersejarah bagi 314 mahasiswa yang telah menyelesaikan masa studi mereka dan kini resmi menyandang gelar Sarjana Hukum (S.H.).
Acara dimulai dengan sambutan dari Wakil Ketua I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Ustaz Rachmat bin Badani Tempo, Lc., M.A., yang mengapresiasi kekompakan dan pencapaian akademis dari para mahasiswa, terutama dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan penyelesaian karya tulis ilmiah. Ia juga mencatat minimnya keluhan dari dosen pembimbing, yang menunjukkan bahwa angkatan ini lebih tertib dan terorganisir dibandingkan dengan angkatan sebelumnya.
Ustaz Rachmat menegaskan bahwa yudisium ini adalah intilaq atau permulaan, bukan akhir dari perjalanan mereka. Ia mengingatkan para alumni untuk terus mendalami ilmu dan memberikan kontribusi positif di masyarakat. “Ini adalah awal dari segalanya,” ujarnya.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan Surat Keputusan Yudisium oleh Ka. Prodi Perbandingan Mazhab, Ustaz Irsyad Rafi, Lc., M.H., dan Sekretaris Prodi, Ustaz Muhammad Saddam, Lc. Surat keputusan ini menetapkan bahwa 314 mahasiswa dinyatakan lulus sebagai Sarjana Hukum (S.H.).
Ketua STIBA Makassar, Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D. dalam sambutannya juga berbagi pengalaman pribadinya mengenai kesulitan menyelesaikan skripsi dan menekankan pentingnya mengamalkan ilmu yang telah diperoleh. “Yudisium ini menandakan bahwa secara formal, gelar akademik sarjana hukum untuk kalian semua telah sah disematkan,” ungkapnya. Ia menekankan bahwa ilmu yang diperoleh harus diamalkan dan didakwahkan, serta pentingnya kontribusi di masyarakat.
Acara diakhiri dengan doa dan harapan agar para alumni dapat menjadi individu yang berkontribusi positif di masyarakat. Ustaz Hanafi menutup dengan pesan, “Sekarang kalian sudah resmi menjadi alumni STIBA Makassar. Jadilah alumni yang membanggakan, dan ingat bahwa STIBA Makassar selalu menjadi rumah bagi kalian.”
Acara yudisium kali ini menjadi momen penting bagi para mahasiswa dan mahasiswi, di mana diumumkan 10 lulusan terbaik berdasarkan nilai kumulatif seminar hasil dan sidang munaqasyah. Musyirul Haq, S.H. dinobatkan sebagai mahasiswa terbaik dengan nilai tertinggi 96,88, disusul oleh Nur Aliah, S.H. dengan nilai 95,63 sebagai mahasiswi terbaik.
(STIBA.ac.id) Makassar – Cerita seru Nur Alief Muslim, mahasiswa STIBA Makassar yang hari ini (Selasa, 30 Juli 2024) resmi menyandang status sebagai alumni setelah yudisium. Awalnya ragu tapi akhirnya menemukan tujuan hidupnya di STIBA Makassar. Penasaran sama kisahnya? Yuk, baca dan dapatkan inspirasi dari perjalanannya yang tidak biasa.
STIBA? Sekolah bahasa asing? Seasing namanya di telinga saya saat itu karena tidak pernah terdengar apalagi terpikirkan sebelumnya.
2019 || Saya adalah bocah magang bagian akuntansi Kalla Toyota. Karena pengalaman ditipu dan mengalami kerugian hingga ratusan juta, saya mulai berpikir apakah saya cocok bekerja kantoran atau tetap konsisten dengan usaha yang ada.
Saya mengerjakan seluruh pekerjaan halal demi menutupi kerugian yang ada, termasuk bekerja kontrak di Kalla Toyota.
Meski bekerja dengan sangat gesit, saya tetaplah orang yang suka kalasi.
Setiap Jumat sore, di kantor itu ada kultum yang dibawakan oleh ustaz dari sebuah ormas yang bernama Wahdah Islamiyah.
Sebenarnya saya menyimak bukan karena ingin belajar agama, tetapi dengan tinggal di musala, saya bisa mengulur waktu untuk menghindari pekerjaan tambahan di penghujung jam kerja, sehingga ketika naik dari lt. 4 ke lt. 12, saya tinggal siap-siap untuk pulang.
Tibalah hari itu
Tanpa angin tanpa hujan, ustaz yang membawakan ceramah mulai membuka percakapan dengan saya. Singkat cerita, saya diajak masuk ke STIBA Makassar. Awalnya saya kira hanya candaan karena setahu saya tidak ada kampus seperti itu apalagi di Antang. Ketika mendengar kata Antang, yang terbayang hanyalah (maaf) tempat pembuangan akhir sampah.
Saya sebenarnya tidak peduli dengan ajakannya karena dari awal saya sudah bertekad untuk tidak kuliah. Dibandingkan menghabiskan empat tahun lebih di kampus, lebih baik saya membangun usaha yang sudah ada.
Akan tetapi, setiap Jumat sore selalu saja ngobrol dengan ustaz itu. Saya sih oke-oke saja karena bisa mengulur waktu, tetapi beliau tidak bosan-bosannya mengajak dan memberi nasihat dengan cara yang mudah diterima dan dipahami.
Karena terus kepikiran, akhirnya saya coba mencari tahu tentang kampus STIBA. Pas menemukan informasinya, wah tidak cocok sekali dengan keahlian saya. Teknologi dan agama, mana nyambung? (Pikir saya kala itu).
Namun, ada hal yang menarik muncul di benak saya. Teknologi dan agama sebenarnya bisa berkolaborasi, hanya tergantung orangnya saja. dan juga jarang kita temui orang Islam yang menjadi nomor satu dalam bidang teknologi.
Singkat cerita
Saya mendaftar di kampus itu. lalu wawancara… eh yang wawancara adalah ustaz yang selalu saya temui di kantor. Pertanyaan yang bikin risih sebenarnya ada dua yaitu: “Siap tinggal di asrama?” Saya jawab, “Tidak siap Ustaz karena saya punya usaha.” “Siap diutus dakwah setelah lulus?” Saya jawab, “Tidak siap Ustaz karena tidak diizinkan orang tua karena saya boleh dibilang tulang punggung keluarga.”
Eeeeeeh. Entah kenapa. Lulus.
Sampai bingung saya.
Akhirnya lanjut verifikasi dan administrasi, walau memang di awal terkendala masalah keuangan karena tidak ada alokasi untuk itu tapi saya berusaha untuk mengatasi semuanya.
Saya yang tidak ada dasar bahasa Arab sama sekali, akhirnya masuk kelas bahasa selama dua semester. Jikalau saja kampusnya menggunakan bahasa pemrograman, ada kemungkinan saya bisa langsung wisuda. (Bercanda, jangan terlalu serius).
Satu hal yang tidak bisa kulupakan
Dua belas kali mengajukan tinggal di luar asrama, tapi tidak disetujui sama sekali. Uang saya menipis, tidak ada pemasukan sama sekali. Akhirnya saya berpikir, berhenti saja kali ya? Tapi uang yang saya kumpulkan untuk bayar uang masuk harus bekerja keras setiap hari.
Syukurlah para dosen adalah orang-orang yang sangat solutif. Saya diberi keringanan untuk keluar asrama dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi.
Kuliah 08:00-12:30, kelas sore setelah Asar, kajian agama setelah Magrib, dan lain-lain. Kapan saya keluar? Yap, setelah Isya. Dua jam berharga itu saya gunakan untuk bekerja, balik ke asrama jam 10-an, kadang lewat sih.
Berbisnis saat belajar umumnya tidak wajar, tapi jiwa bisnis saya meronta-ronta kalau tidak ada pemasukan jangka pendek.
Saya yang punya sedikit skill di bidang desain, audio visual, dan video editing, akhirnya coba lempar portofolio di grup mahasiswa. Saya buat desain ini dan itu secara gratis (normalnya di luar, saya dibayar).
Karena terlalu banyak permintaan, akhirnya saya stop. Lalu tibalah waktunya untuk menawarkan Muslim Comp di grup mahasiswa.
Alhamdulillah pelanggan membeludak, karena saya tidak bisa keluar mencari pelanggan, kenapa tidak mencari di sini saja? Pikir saya kala itu.
Semester demi semester saya lalui dengan cukup baik. Kadang harus bolos di kelas karena harus ke luar negeri atau keluar daerah untuk menyelesaikan urusan bisnis dan sebagainya,
Dari STIBA, saya belajar dasar-dasar ilmu agama dengan baik.
Dari STIBA, saya menemukan circle terbaik dari semua circle yang pernah saya masuki.
Dari STIBA, saya menjadi pribadi yang mandiri dari berbagai aspek.
Dari STIBA, saya lebih bisa menghargai perbedaan dan meminimalisir perselisihan.
Dari STIBA, saya punya banyak teman yang memiliki potensi besar untuk masuk surga. Jikalau nanti mereka tidak menemukanku di surga, kuharap satu dari ratusan teman kampusku segera berlari menyelamatkanku di neraka.
Dari STIBA, usahaku yang dulu sangat mengkhawatirkan, kini perlahan bersaing dalam skala internasional.
Dari STIBA, saya mulai perlahan bisa melakukan diskusi agama dengan teman-teman di luar negeri.
Dari STIBA, saya mampu mempelajari bahasa tersulit nomor satu di dunia, yang awalnya saya pikir, mandarin yang tersulit, tapi bahasa Arab jauh lebih sulit, meski begitu, para dosen tidak pernah putus asa mengajar berulang kali.
Dari STIBA, banyak hal yang berubah menjadi lebih baik.
Kalau harus diungkapkan semuanya, postingan ini tidak akan sanggup menampungnya.
Sekarang…
Saya berada di penghujung semester.
Semua rangkaian akademis telah kulalui walau beberapa kali selalu ada celah untuk menyerah.
Terima kasih kepada seluruh dosen dan civitas akademik STIBA Makassar yang sudah sabar mendidik, membina dan memberi teladan yang baik selama ini.
Terima kasih kepada senior dan alumni yang selalu ada waktu untuk memberi arahan yang terbaik.
Terima kasih kepada teman-teman yang sudah sabar membersamai selama lima tahun ini, nyaris kita tidak pernah bertengkar apalagi yang berkaitan dengan kontak fisik.
Terima kasih kepada Bagian Sarpras dan petugas kebersihan yang setiap hari bekerja agar saya dan teman-teman bisa belajar di ruangan yang nyaman dan aman.
Terima kasih kepada seluruh petugas keamanan yang sudah seperti keluarga sendiri, menjadi teman diskusi dan sangat peduli dengan usaha yang saya jalani karena semua laptop yang dititipkan di pos, semuanya dijaga dengan baik.
Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan kepada saya dan semoga kita bisa berkumpul kembali di surga Allah di atas dipan-dipan yang terbuat dari emas.
Hmmmm…
Yudisium kah?
Meski sudah waktunya untuk pergi, saya yakin pintu kampus selalu terbuka dan menjadi tempat untuk kembali.
Saya tidak begitu pandai merangkai kata.
Jadi, besar kemungkinan dalam postingan ini banyak salah kata.
Masih banyak hal yang perlu disampaikan lewat kata-kata.
(STIBA.ac.id) Makassar – Tim Ziswaf STIBA Makassar melaksanakan studi banding ke Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Makassar, Senin (29/07/2024). Kegiatan ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan dan berbagi pengalaman terkait pengelolaan donasi dan zakat.
Tiba di lokasi, tim Ziswaf STIBA disambut hangat oleh perwakilan BMH. Pertemuan ini berlangsung akrab. Ketua Ziswaf STIBA menyampaikan harapannya agar pertemuan ini dapat memberikan wawasan dan pembelajaran yang berharga bagi timnya.
“Kami berharap melalui studi banding ini, kami bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman yang bisa diaplikasikan untuk mengembangkan serta mengatur pengelolaan Ziswaf STIBA dengan lebih baik di masa mendatang,” ujar Ustaz Ahmad Amunir, Lc. selaku Ketua Ziswaf STIBA.
Diskusi dan sharing session yang berlangsung mencakup berbagai topik penting, mulai dari strategi penggalangan dana hingga transparansi dalam pengelolaan zakat. Kedua belah pihak saling bertukar pikiran dan berbagi praktik terbaik dalam pengelolaan donasi.
Acara ini diakhiri dengan kesepakatan untuk terus menjalin komunikasi dan kerja sama di masa depan. “Kami sangat berterima kasih atas kesempatan ini dan berharap dapat terus belajar dari BMH untuk meningkatkan kualitas pengelolaan Ziswaf di STIBA,” tambah Ketua Ziswaf STIBA.
Dengan adanya kegiatan seperti ini, diharapkan Ziswaf STIBA Makassar dapat semakin profesional dalam menjalankan tugasnya, sehingga mampu memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat, khususnya Civitas Akademika STIBA Makassar.
(STIBA.ac.id) Makassar – Lapangan Futsal NTI, Tamalanrea, Makassar menjadi saksi gelaran seru IKA Futsal Championship yang digelar oleh Ikatan Alumni STIBA Makassar. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini (27-28 Juli 2024) diikuti oleh 10 tim yang merupakan perwakilan dari berbagai angkatan (2014-2018), termasuk tim asatizah, calon alumni (mahasiswa semester akhir), dan tim DPLN (alumni STIBA yang melanjutkan studi ke luar negeri).
Acara ini dibuka dengan sambutan dari Ketua STIBA Makassar, Ustaz Dr. Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa kegiatan ini bukan sekadar ajang kompetisi, melainkan juga merupakan bentuk ibadah dan silaturahmi yang mampu memperkuat ukhuwah antarsesama alumni. Ia juga memberikan pesan penting tentang menjaga kesehatan fisik dan kebugaran tubuh. “Ini merupakan bentuk ikhtiar kita untuk memperpanjang usia dakwah kita”, tegasnya.
Mengikuti format yang ketat dan penuh semangat, para peserta saling berkompetisi dengan kemampuan terbaik mereka. Setelah pertandingan sengit, Angkatan 2015 berhasil meraih posisi Juara III dengan permainan yang memukau. Diikuti oleh Angkatan 2014 yang menorehkan prestasi luar biasa dan berhasil meraih posisi Juara II. Namun, tidak ada yang dapat mengalahkan semangat dan keterampilan tim dari Angkatan 2017 (Tim A) yang berhasil meraih posisi Juara I dengan permainan yang memikat seluruh penonton.
Total hadiah senilai jutaan rupiah menjadi penambah semangat bagi para peserta, tidak hanya sebagai bentuk apresiasi, tetapi juga sebagai penghargaan atas kerja keras dan dedikasi mereka dalam mengikuti turnamen ini.
IKA Futsal Championship telah menciptakan kenangan yang berharga dan menginspirasi para alumni STIBA Makassar untuk terus menjalin silaturahim dan menjaga kondisi fisik serta jiwa. Keberhasilan kegiatan ini menggarisbawahi pentingnya mempererat ukhuwah dalam dunia futsal dan meluaskan jaringan antaralumni yang akan terus terjalin di masa depan.
(STIBA.ac.id) Makassar – Ketua STIBA Makassar, Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., menyampaikan sambutannya dalam acara Pembukaan Sidang Munaqasyah Skripsi Mahasiswa yang berlangsung di Aula Gedung Aisyah hari ini. Dalam sambutannya, ia mengungkapkan rasa syukur dan kebanggaan atas pencapaian mahasiswa yang telah sampai pada tahap akhir dari proses pembelajaran di STIBA Makassar.
“Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena pada pagi hari ini kita dikumpulkan dalam satu momentum spesial. Bukan hanya bagi mahasiswa yang akan mengikuti Sidang Munaqasyah, tetapi juga menjadi kebanggaan dan catatan sejarah bagi STIBA Makassar,” ujar Ustaz Akhmad Hanafi, Senin (29/07/2024).
Ia menjelaskan bahwa Sidang Munaqasyah ini merupakan tahapan terakhir dari proses pembelajaran di STIBA Makassar sebelum yudisium dan wisuda. “Sidang Munaqasyah ini adalah momen pembuktian dari proses belajar yang telah dilalui selama empat tahun atau lebih. Kata ‘munaqasyah’ berasal dari kata ‘naqasya’ yang dalam bahasa Arab memiliki makna mendalam, menunjukkan betapa seriusnya proses ini,” tambahnya.
Selain itu, ia juga menjelaskan esensi dari munaqasyah, di mana mahasiswa harus mempertanggungjawabkan karya ilmiah yang telah mereka susun. “Sidang Munaqasyah ini tidak hanya dipandang sebagai kegiatan formalitas, tetapi sebagai pembuktian apakah mahasiswa menguasai materi karya ilmiah mereka,” katanya.
Ketua STIBA Makassar juga menyampaikan bahwa sidang munaqasyah tahun ini diikuti oleh 314 mahasiswa, terdiri dari 113 mahasiswa dan 201 mahasiswi. “Jumlah mahasiswi tahun ini lebih banyak. Seluruh peserta telah melalui rangkaian penyelesaian, mulai dari ujian kompetensi, KKN, hingga seminar hasil,” jelasnya.
Untuk tahun ini, STIBA Makassar menurunkan 47 penguji dalam Sidang Munaqasyah. Terdiri dari 34 dosen penguji laki-laki dan 13 dosen penguji perempuan, untuk memastikan bahwa proses penilaian berjalan secara profesional dan objektif. Selain itu, terdapat tiga penguji eksternal dari Kopertais Wil. VIII yang turut andil dalam sidang ini, yaitu Prof. Dr. K.H. Hamzah Harun Al-Rasyid, Lc., M.A., Dr. H. Nur Taufiq, M.Ag., dan Dr. St. Habibah, M.A., M.Hum.
Ustaz Akhmad Hanafi juga mengungkapkan rencana masa depan STIBA Makassar untuk meningkatkan status menjadi institut atau universitas. “Hari ini kita sedang berusaha untuk alih status dari sekolah tinggi ke institut, atau mungkin langsung ke universitas. Semua persyaratan untuk institut sudah terpenuhi, tapi apakah kita akan langsung ke universitas, kita menunggu arahan dari Kopertais,” ujarnya.
Turut memberikan sambutan, Wakil Koordinator Kopertais Wilayah VIII, Prof. Dr. K.H. Hamzah Harun Al-Rasyid, Lc., M.A. Dalam sambutannya, ia menyampaikan kebanggaannya terhadap Prodi Perbandingan Mazhab STIBA Makassar. “Prodi ini di Sulawesi Selatan bahkan Indonesia Timur tidak ada duanya. Ujiannya merujuk pada kitab klasik, berbeda dengan tempat lain yang lebih banyak merujuk pada terjemahan. Ini tentu adalah hasil dari pembinaan serius,” katanya.
Ia juga menyampaikan harapannya agar STIBA Makassar terus berkembang dan semakin baik. “Saya sangat menyambut baik perkembangan STIBA Makassar dan berharap ke depannya akan semakin baik. Terima kasih kepada ketua, para wakil ketua, kaprodi dan jajarannya, serta para dosen yang telah memberikan pembinaan yang baik,” ujarnya.
Setelah seremoni pembukaan di Aula Gedung Aisyah, para calon sarjana ini akan menghadapi tahap pengujian individu oleh tim dosen penguji yang telah ditentukan.