(STIBA.ac.id) Makassar – Kuliah Perdana STIBA Makassar kali ini menghadirkan Ustaz Dr. Maulana La Eda, Lc., M.A., Ketua Program Studi Ilmu Hadis STIBA Makassar, sebagai narasumber utama. Dalam kesempatan ini, Ustaz Maulana menyampaikan materi berjudul “Keteladanan Ulama Nusantara: Refleksi Semangat Menuntut Ilmu di Era Kemajuan Teknologi.”
Ustaz Maulana memulai dengan menekankan nilai luhur menuntut ilmu yang ia anggap menyamai darah syuhada bahkan lebih berharga daripada atau air mata ahli ibadah. Ia mengutip teladan ulama Nusantara yang menuntut ilmu di Makkah al-Mukarramah sebagai inspirasi penting, menggarisbawahi bahwa ilmu dapat mengangkat derajat seseorang, baik Arab maupun non-Arab, seperti yang dicontohkan oleh Imam Bukhari.
Ia juga menguraikan kontribusi ulama Nusantara di Makkah, termasuk Syekh Yusuf al-Makassari dan Abdul Qadir al-Mandari yang menjadikan manuskrip mereka sebagai warisan berharga. Ustaz Maulana menjelaskan bahwa sekitar 121 ulama Nusantara berkiprah di Makkah dalam kurun waktu satu abad, beberapa di antaranya bahkan diangkat sebagai pengajar di Masjidil Haram.
Dalam kuliah ini, Dr. Maulana menekankan empat faktor utama untuk kesuksesan dalam menuntut ilmu: bermulazamah (mengikuti guru), penghormatan terhadap ilmu dan guru, adab dan etika, serta evaluasi diri. Ia memberikan contoh-contoh ulama terkenal, seperti Abdullah Dardum al-Fadani dalam bidang bahasa Arab dan Syekh Muhammad Mahfuz al-Tarmasi dalam ilmu qiraat, serta Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang mengupas persoalan kebolehan berorganisasi.
Anggota Dewan Syariah Wahdah Islamiyah ini juga menjelaskan pentingnya adab terhadap ulama dan cinta ilmu sebagai motivasi utama dalam belajar. Ia mengingatkan bahwa dedikasi terhadap guru, kecintaan terhadap ilmu, dan adab yang baik merupakan kunci sukses dalam proses menuntut ilmu.
Ia juga menekankan bahwa rajin beribadah merupakan faktor kunci dalam kesuksesan para ulama. Menurut ia, ibadah yang dimaksud bukan hanya salat lima waktu, melainkan juga ibadah sunnah seperti salat sunnah, zikir, sedekah, dan lainnya.
“Tidak ada ulama yang tidak rajin beribadah. Namun, ketika kita berbicara tentang ibadah, bukan hanya salat lima waktu yang dimaksud. Setiap Muslim seharusnya melakukan salat lima waktu, tetapi yang dimaksud di sini adalah ibadah-ibadah sunah, seperti salat sunah, zikir, sedekah, dan ibadah lainnya. Inilah yang seharusnya menjadi fokus para penuntut ilmu dan rahasia di balik keberhasilan para ulama,” ujarnya, Senin (02/09/2024) di Masjid Anas bin Malik Kampus STIBA Makassar.
Dedikasi dalam ibadah ini merupakan rahasia keberhasilan ulama seperti Muhammad Muhsin al-Falembani, yang meski hidup singkat, dikenal sebagai ulama terkemuka di Masjidil Haram berkat kesungguhannya dalam beribadah.
Dr. Maulana juga menjelaskan pentingnya penanaman pengagungan dan rasa takut kepada Allah dalam pendidikan. Ia menegaskan bahwa pengajar harus memastikan bahwa ilmu yang disampaikan mengarah pada dua hal ini. Tanpa nilai-nilai ini, menjaga integritas dalam beribadah dan berilmu akan sulit, mengingat tidak ada pengawasan langsung di luar lingkungan pendidikan.
Faktor penting berikutnya adalah fokus menuntut ilmu. Dr. Maulana mendorong mahasiswa untuk memanfaatkan waktu belajar dengan optimal, menghindari gangguan seperti ponsel. Ia mengingatkan tentang pengorbanan masa muda untuk ilmu, dengan mencontohkan dedikasi Zubair al-Fulfulani dan Thaahir Jalaluddin dalam menuntut ilmu di Makkah.
Alumni S-3 Ilmu Hadis Universitas Islam Madinah Saudi Arabia ini juga membahas pentingnya marhalah atau belajar secara bertahap serta rehlah atau perjalanan menuntut ilmu. Ia menyoroti bagaimana ulama terdahulu rela meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu dan bagaimana kita saat ini memiliki fasilitas yang lebih memudahkan dalam proses belajar.
Pentingnya hafalan dan pemahaman dalam menuntut ilmu juga menjadi sorotan. Ustaz Maulana menjelaskan empat cara utama dalam menuntut ilmu: talaqi, menghafal, menulis, dan mutalaah. Contoh Syekh Muhammad Yasin Alfadani yang menulis banyak buku sejak muda, dan peran orang tua dalam mendukung pendidikan, seperti Abdullah Hasan Bela yang didukung ibunya, menunjukkan kontribusi signifikan dalam kesuksesan pendidikan.
Penulis buku 100 Ulama Nusantara di Tanah Suci ini juga menyebutkan kontribusi ulama Nusantara dan ulama wanita. Ulama seperti Syaikhah Husein dari Palembang yang mendirikan sekolah wanita pertama di Arab Saudi, serta ulama wanita di Makkah yang membuka madrasah untuk wanita, memperlihatkan bahwa ilmu adalah hak semua orang tanpa memandang gender.
Foto: Mus’ab, Rezki
