
(STIBA.ac.id) Makassar – IAI STIBA Makassar kembali menggelar Haflah Ikhtitam sebagai penutup tahun akademik 1446–1447 H/2024–2025 M, pada Senin (7/7/2025). Acara tahunan ini menjadi momen penting bagi seluruh sivitas akademika untuk merefleksikan perjalanan satu tahun terakhir sekaligus menyambut masa liburan dengan semangat dan arah yang lebih jelas.
Seluruh mahasiswa hadir langsung di Masjid Anas bin Malik, sementara mahasiswi menyimak acara ini dari Aula Gedung Aisyah melalui siaran langsung di kanal YouTube STIBA TV. Selain Rektor, hadir pula Ketua Senat IAI STIBA Makassar, Dr. Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., serta para pejabat sementara Wakil Rektor: Warek I Ustaz Rachmat Badani, Lc., M.A., Warek II Ustaz Musriwan, Lc., M.H., dan Warek III Ustaz Ahmad Syaripudin, Lc., S.Pd.I., M.Pd.I., para dosen, dan tenaga kependidikan.
Dalam sambutannya, Rektor IAI STIBA Makassar, Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., membuka dengan ungkapan syukur atas berakhirnya proses pembelajaran selama satu tahun ajaran. Ia mengingatkan bahwa berada di jalan ilmu adalah nikmat besar yang hanya diberikan kepada segelintir hamba-Nya.
“Di antara sekian banyak makhluk yang diciptakan, kita termasuk yang sedikit itu, yang Allah pilih untuk menempuh jalan ilmu. Maka, mari kita menjadi bagian dari hamba-Nya yang bersyukur,” ujarnya.
Rektor juga menegaskan bahwa perubahan status kelembagaan dari Sekolah Tinggi menjadi Institut Agama Islam (IAI) STIBA Makassar bukanlah sekadar perubahan nama.
“Yang lebih penting adalah peningkatan kualitas. Tidak cukup hanya berubah bentuk, tapi juga harus berubah dalam mutu akademik, sistem pembinaan, dan orientasi pengabdian,” tegasnya.

Dalam sambutan yang sekaligus menjadi kuliah penutup tersebut, Rektor memaparkan sejumlah data dan fenomena sosial yang menunjukkan tantangan besar generasi muda saat ini. Mulai dari peningkatan kasus narkoba, penyebaran paham dan perilaku LGBT, maraknya judi online, hingga tingginya angka pergaulan bebas di kalangan remaja. Bahkan, tren yang paling mengkhawatirkan adalah normalisasi perilaku menyimpang melalui media dan sikap permisif masyarakat terhadap hal-hal yang seharusnya dikategorikan sebagai pelanggaran moral dan agama.
“Semua ini adalah peringatan bagi kita semua. Maka kita harus bersyukur masih berada di institusi yang senantiasa mengingatkan dan menjaga kita dari derasnya arus penyimpangan zaman,” lanjut beliau.
Rektor kembali menekankan pentingnya perubahan menyeluruh menyusul transformasi kelembagaan STIBA dari sekolah tinggi menjadi institut.
Beliau menyampaikan bahwa perubahan status ini bukan sekadar soal nama atau bentuk formalitas administratif, tetapi harus mencerminkan lompatan kualitas yang nyata. “Kita harus berubah ke arah yang lebih baik. Transformasi ini meniscayakan peningkatan mutu pembelajaran, pembinaan, dan peran kita dalam dakwah,” ujar Rektor.
Ia juga menyampaikan bahwa perubahan seperti ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari seluruh elemen kampus—dosen, pengelola, hingga mahasiswa. Meski tidak menutup mata terhadap berbagai kekurangan dan keterbatasan yang masih ada, beliau menegaskan bahwa semangat untuk terus memperbaiki harus tetap menyala.
“Optimisme itu butuh kerja keras. Kita sadar ada kekurangan, ada kelemahan, tapi kita tidak boleh menyerah. Kita terus berbenah, karena institusi ini bukan dibangun hanya untuk mencetak sarjana, tapi untuk membina generasi yang membawa perbaikan bagi umat,” lanjutnya.
Rektor juga menyampaikan apresiasinya kepada para dosen dan pengelola kampus yang telah bekerja keras selama satu semester. Ia mengakui bahwa menjadi pengelola pendidikan bukanlah pekerjaan ringan. Ada lelah, ada harapan yang tak selalu sesuai kenyataan, dan ada kekecewaan yang harus diterima dengan lapang dada.
Namun, di balik semua itu, beliau juga memberi catatan penting bagi mahasiswa yang belum maksimal dalam mengikuti proses pembelajaran dan pembinaan kampus. Ia mengajak seluruh mahasiswa untuk lebih memperhatikan dan mengikuti sistem penilaian terintegrasi yang menjadi ciri khas STIBA.
Sebagai penutup, Rektor mengajak seluruh mahasiswa untuk tidak menjadikan masa liburan sebagai waktu kosong tanpa arah. Ia justru mengajak mereka untuk “menggaskan” semangat dari sekarang, agar semester baru bisa dimulai dengan lebih siap dan penuh energi.
“Hijrah itu istilah syar’i. Esensinya adalah berubah ke arah yang lebih baik. Dan perubahan itu tugas bersama, bukan hanya pengelola, tapi semua yang ada di kampus ini,” tegas Rektor.
“Jangan jadikan masa libur sebagai ruang kosong yang membuat kita goyah. Justru kita gas dari sekarang, gas pol, agar semangat itu menyala saat semester baru tiba,” pungkasnya.
Acara ini juga dirangkaikan dengan pengumuman-pengumuman penting dari para wakil rektor, muazin dan imam terbaik, serta pemenang kultum bahasa Arab.