(STIBA.ac.id) Makassar – Pukul 09.00 Wita, ruang rapat besar IAI STIBA Makassar sudah mulai ramai. Para dosen, ustaz dan ustazah berkumpul dalam acara Pertemuan Murabbi dan Murabbiah.

Dosen Juga Adalah Murabbi

Ustaz Muhammad Taufan Djafry, Lc., M.H.I., Kepala Pusat Pembinaan Karakter 5M dan Kepesantrenan, langsung menyampaikan pemahaman yang mengena di awal.

Asatidzah sekalian, tidak ada dikotomi antara kita sebagai dosen dan murabbi,” katanya dengan nada yang membuat semua orang langsung memperhatikan.

“Jadi begini, selama ini kita mengira dosen ya mengajar di kelas, urusan selesai. Murabbi ya pembina karakter, urusan lain.”

Ternyata? Keliru besar! Menurut beliau, keduanya itu satu paket lengkap tidak bisa dipisahkan.

“Kita mengajar sambil menyisipkan pesan-pesan tarbiah. Kita dapat menjalankan fungsi tadris sekaligus tarbiah,” lanjutnya. Sederhana tetapi dalam.

Kampus Dakwah dan Perjuangan: Bukan Sekadar Tagar

Nah, ini yang menarik. Tagar “Kampus Dakwah dan Perjuangan” ternyata bukan sekadar pajangan di spanduk. STIBA sungguh ingin melahirkan “mujahid intelektual pejuang dakwah.”

Terdengar epik? Memang!

Tetapi Ustaz Taufan mengingatkan, “Tidak cukup hanya membekali mahasiswa dengan ilmu pengetahuan dan kurikulum standar.” Perlu ada sesuatu yang lebih, yaitu pembinaan karakter yang benar-benar mendalam. Karena itu para murabbi memegang peran sangat sentral.

Bayangkan, mahasiswa lulus bukan hanya pintar secara akademik, tetapi juga berkepribadian kuat dan tangguh, siap terjun ke masyarakat.

Bicara Apa Adanya: Tantangan yang Membuat Berpikir

Di sini Ustaz Taufan berbicara apa adanya. Mengajar itu sudah ada SOP-nya, ada perangkat formalnya, hasilnya terukur. Tetapi tarbiah? Itu tingkat yang sama sekali berbeda.

“Tarbiah perlu dedikasi. Kita harus merasakan ini sebagai medan jihad,” ujarnya. Bukan semata urusan administrasi atau formalitas, tetapi butuh keikhlasan yang nyata.

Yang membuat kagum, beliau menegaskan ruang informal inilah yang sebenarnya menentukan apakah kampus ini berkah atau tidak. Renungan yang dalam.

Cek Falsafah: Sedikit Mahasiswa = Berkah Terselubung?

Inilah bagian yang bikin tercengang. Ketika orang mengeluh soal jumlah mahasiswa yang berkurang, Ustaz Taufan punya perspektif yang berbeda total.

“Kita diberi jumlah segini karena memang itulah yang bisa kita bina dengan baik,” ucapnya. “Jangan sampai terlalu banyak diberi, kita justru tidak mampu membina semuanya.”

Beliau melihat ini sebagai hikmah dari Allah.

“Kalau kita ingin diberi lebih banyak mahasiswa baru, mari kita bina yang ada sekarang dengan lebih baik dulu.”

Pola pikirnya: Husnuzan bahwa Allah sayang kepada STIBA, maka diberi porsi yang masih dapat dikelola terlebih dahulu. Agar tidak gagal total dalam pembinaan.

Rencana Aksi: 12 Orang Per Halakah

Di akhir, Ustaz Taufan memberi formula sederhana namun kuat: setiap halakah tarbiah berisi 12 orang.

“Kalau 12 orang ini bisa kita kader dengan baik, insyaallah…” (jeda sejenak untuk penekanan).

Jadi tidak perlu kewalahan dengan ribuan mahasiswa. Fokus pada 12 orang di depan mata. Kualitas di atas kuantitas!

Intinya

Yang membuat acara ini istimewa bukan sekadar pertemuan formal, melainkan kepedulian yang tulus tentang bagaimana menjadi pendidik yang berdampak. Para murabbi ini benar-benar membentuk generasi penerus dai dan pejuang.

Acara yang turut dihadiri Ketua Senat dan Rektor IAI STIBA Makassar ini dirangkaikan dengan Sosialisasi Program SIMTAR yang disampaikan oleh Kepala Bagian Pembinaan Karakter, Ustaz Sirajuddin Qasim, Lc., M.H. Kegiatan berlanjut dengan diskusi kebijakan penggunaan gawai (HP) bagi mahasiswa yang dipandu oleh Kepala Bagian Kegiatan Kemahasiswaan, Ustaz Muhammad Ridwan, S.Pd., M.Pd. Pada penutup, digelar diskusi Pembinaan dan Tarbiah yang dipandu oleh staf Bagian Pembinaan Karakter, Ustaz Muhammad Ihsan Dahri, S.H., M.H.

Loading