
(STIBA.ac.id) Makassar — “Wakana abuhuma shaliha, dan adalah kedua orang tuanya saleh.”
Satu kalimat pendek dalam Al-Qur’an. Tapi implikasinya? Luar biasa dalam!
Ustaz Dr. Muhammad Qasim Saguni membedah ayat 82 dari Surah Al-Kahfi dalam Pengajian Orang Tua Mahasiswa STIBA, Ahad, 5 Oktober 2025. Dan para orang tua yang mengikuti via Zoom langsung terpukau dengan pelajaran parenting islami yang sangat aplikatif.
Kisah yang Membuat Terenyuh
Ustaz Qasim mengawali dengan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir. Kisah yang familier, tapi kali ini dari sudut pandang parenting.
Setelah tiga materi pembelajaran yang membuat Nabi Musa tidak sabar, tibalah penjelasan terakhir dari Nabi Khidir.
“Adapun dinding yang roboh itu adalah milik dua anak yatim di sebuah kota. Di bawahnya disimpan harta untuk mereka. Dan adalah kedua orang tuanya saleh…”
Nah, di sinilah poin pentingnya.
Allah memerintahkan Nabi Khidir untuk memperbaiki dinding itu. Bukan karena anak-anaknya istimewa. Tapi karena orang tuanya saleh.
“Bayangkan sampai Allah sendiri yang menjaga harta anak-anak itu. Kenapa? Karena kesalehan orang tuanya,” jelas Ustaz Qasim.
Yang Bikin Speechless: 70 Keturunan!
Ada satu fakta yang membuat semua orang terpana.
Dalam tafsir, yang dimaksud “orang tua” di ayat ini bukan orang tua langsung. Tapi kakek yang ke-70 generasi ke atas!
“Jadi kedua anak yatim ini, orang tua yang disebutkan saleh itu adalah kakek mereka yang ke-70. Tujuh puluh keturunan ke atas!” tegas beliau.
Coba bayangkan!
Kesalehan seseorang bisa berpengaruh sampai 70 keturunan ke bawah. Sampai Allah sendiri yang menjaga cucu-cucu mereka.
Ini bukan main-main.
Analogi yang Gampang Dipahami: Menanam Pohon
Ustaz Qasim kemudian memberikan analogi yang sangat mudah dicerna. Pendidikan anak itu seperti menanam pohon.
“Al-Qur’an sendiri menyebutkan pendidik itu sebagai petani. Nabi adalah murabbi utama yang berhasil mendidik para sahabat menjadi manusia-manusia terbaik,” jelasnya.
Allah dalam Surah Al-Fath mengibaratkan: “Seperti orang yang menanam pohon, lalu tumbuh menjadi besar, hingga petaninya menjadi kagum dengan tanamannya.”
Nah, dalam konteks ini:
Orang tua yang saleh = Tanah yang subur
“Kesalehan orang tua ini ibarat tanah yang subur. Dan tanah yang baik akan mengeluarkan tanaman yang baik dengan izin Allah,” tegas Ustaz Qasim sambil merujuk Surah Al-A’raf.
“Adapun tanah yang buruk, tidak akan menumbuhkan tanaman kecuali tanaman itu merana.”
Simple tapi dalam!
Dua Unsur Utama Keberhasilan Pendidikan Anak
Tapi Ustaz Qasim mengingatkan: tanah subur saja tidak cukup.
“Bagaimana tanaman bisa tumbuh dan berbuah? Tidak cukup dengan tanah. Butuh ilmu, butuh metode menanam,” jelasnya.
Maka ada dua unsur utama:
Pertama: Kesalehan Orang Tua
Ini adalah modal dasar. Fondasi. Tanpa ini, pendidikan anak akan sulit berhasil.
Kedua: Ilmu Parenting Islami
Kesalehan harus dibarengi dengan ilmu tarbiyatul aulad, ilmu mendidik anak secara islami.
“Tidak cukup kita hanya saleh secara pribadi (shalihun linafsih). Kita juga harus bisa menyalehkan orang lain (muslihun lighairih). Dan untuk itu, kita butuh ilmu,” tegas beliau.
Empat Kriteria Orang Tua yang Saleh
Ustaz Qasim memberi breakdown yang sangat jelas. Orang tua yang saleh itu punya empat kriteria minimal:
1. Saleh Pemikirannya
Pemikirannya dibentuk oleh Al-Qur’an, hadis, dan pemahaman ulama salafus saleh. Bukan pemikiran liberal, bukan radikal.
“Sederhananya: pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an dan sunah sesuai manhaj salafus shaleh,” jelasnya.
2. Saleh Akidahnya
Akidah yang sahih, akidah Ahlussunnah wal Jamaah. Pokok-pokok keyakinan yang benar.
3. Saleh Ibadahnya
Ibadah yang ikhlas, mutaba’ah (sesuai sunah), dan tekun.
4. Saleh Akhlaknya
Terutama dalam hubungan dengan sesama. “Al-muslimu man salimal muslimuna min lisanihi wayadih, orang muslim adalah yang menjamin keamanan orang lain dari lidah dan tangannya.”
Plus: Bergaul dengan Orang Saleh
“Orang tua yang saleh juga memiliki komunitas dengan orang-orang saleh. Karena pergaulan menentukan pembentukan karakter,” tambah beliau.
Warning Penting: Kesalehan Bukan Gen!
Ustaz Qasim memberikan peringatan penting.
“Kesalehan ini tidak identik dengan gen. Dia tidak sepenuhnya menurun. Posisinya adalah media, sarana.”
Artinya?
Orang tua yang saleh tidak otomatis anaknya saleh. Sama seperti tanah yang subur tidak otomatis menghasilkan tanaman yang bagus.
Ada dua faktor lain yang berpengaruh:
Pertama: Ilmu
Harus ada ilmu membudidayakan tanaman, dalam konteks ini, ilmu parenting islami.
Kedua: Takdir Allah
Ini wilayah Allah. Kita tidak bisa mengatur.
“Wilayah kita adalah dua: jadilah orang tua yang saleh, dan bekali diri dengan ilmu mendidik anak. Kalau sudah dua ini kita lakukan, kita tawakal kepada Allah,” tegas beliau.
Contoh Nyata: Nabi Nuh
Ustaz Qasim mengangkat contoh Nabi Nuh.
“Yang Nabi Nuh pertanggungjawabkan adalah prosesnya. Adapun hasilnya, yang menentukan adalah takdir Allah.”
Nabi Nuh sudah maksimal mendidik anaknya. Sampai air bah mau menenggelamkan, beliau masih memberi kesempatan anaknya untuk ikut. Tapi anaknya tetap menolak.
“Barulah kemudian Allah tegur bahwa itu bukan anakmu. Baru Nabi Nuh berhenti mengajak,” jelas beliau.
Ini reminder: kita bertanggung jawab atas prosesnya. Hasilnya? Allah yang tentukan.
Empat Metode Sederhana yang Powerful
Di penghujung materinya, Ustaz Qasim berbagi empat metode praktis yang bisa langsung diterapkan:
1. Keteladanan
“Ini kunci utama. Allah sampai turunkan ayat khusus melegitimasi Nabi sebagai teladan. Inilah kunci keberhasilan Nabi dalam mendidik para sahabat.”
Anak itu meniru, bukan mendengar. Percuma kita ceramah panjang kalau perilaku kita tidak sejalan.
2. Mendoakan Anak
“Hadis Bukhari menyebutkan tiga doa yang mustajab. Salah satunya: doa orang tua untuk anak.”
Ustaz Qasim lalu bercerita tentang Syekh As-Sudais, imam Masjidil Haram yang suaranya melengking itu.
“Waktu kecil pernah dimarahi ibunya. Tapi ibunya tidak mengutuk. Malah mendoakan: ‘Semoga engkau jadi imam Masjidil Haram.’ Dan 20 tahun kemudian? Terwujud!”
Ada juga kisah seorang ustaz yang andalannya saat ujian S-2 dan S-3 di Madinah adalah doa ibunya.
“Sebelum ujian, dia telepon dulu ibunya di Indonesia. ‘Bu, doakan saya.’ Dan dia lulus. Bahkan dapat ranking pertama.”
“Ini bonus bagi orang tua, Bapak dan Ibu sekalian. Jangan sampai bonus ini kita lalaikan!” tegas beliau.
3. Memperbanyak Ibadah
Ustaz Qasim mengutip Said bin Musayyib, ulama besar tabiin.
“Beliau sampai bilang kepada anaknya, ‘Saya sengaja menambah rakaat salat saya, memperpanjang sujud saya. Ini karena engkau, anakku. Aku mengharap Allah menjaga saya dan menjaga kamu.'”
Ini berdasar pada hadis: “Ihfazhillah yahfazhka, jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu.”
Bagaimana caranya kita menjaga Allah? Salehkan diri kita. Jaga perintah-Nya, jaga larangan-Nya.
“Allah akan menjaga kamu. Salah satu penjelasan ulama: Allah akan menjaga anakmu,” jelas beliau.
4. Kelemahlembutan
“Asal dari pendidikan itu adalah kelemahlembutan. Bukan kekerasan.”
Ustaz Qasim merujuk Surah Ali Imran ayat 159.
“Apa yang menyebabkan anak menjauh dari orang tua? Boleh jadi karena kasar, karena metode pendidikan yang didahulukan adalah kekerasan.”
Nabi saja dengan kelembutan hati-Nya bisa membuat para sahabat sangat melekat.
Pentingnya Pengajian Parenting Islami
Di akhir, Ustaz Qasim menekankan pentingnya terus menuntut ilmu parenting.
“Bagaimana kita memadukan tarbiyah islamiyyah sebagai sarana mendidik kesalehan, dengan kajian parenting islami sebagai wadah menambah ilmu.”
Beliau mengingatkan bahwa pengajian seperti ini bukan cukup sekali dua kali.
“Terus bersemangat menuntut ilmu parenting. Bukan hanya dari STIBA, tapi dari berbagai sumber yang sahih.”
PR untuk Orang Tua
Ustaz Qasim meninggalkan PR besar untuk para orang tua:
- Perbaiki kesalehan diri, mulai dari pemikiran, akidah, ibadah, akhlak.
- Perbanyak ilmu parenting, jangan cukup dengan feeling saja.
- Rajin mendoakan anak, terutama di waktu-waktu mustajab.
- Perbanyak ibadah, ada pengaruhnya untuk kesalehan anak.
- Bersikap lemah lembut, ini yang membuat anak dekat dengan orang tua.
Pada akhirnya, warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan bukan harta. Tapi anak yang saleh yang terus mendoakan kita bahkan setelah kita tiada.