Syaikh Muhammad Zaitun, pimpinan ormas Wahdah Islamiyah di Indonesia dan Ketua Lembaga Tadabbur al-Qur’an menyatakan, “Syiah Rafidha di era moderen saat ini memanfaatkan suasana demokrasi di Indonesia untuk memaksimalkan jangkauan pergerakan dakwahnya. Mereka menggalang para pegawai perkantoran, para tokoh penanggung jawab di lembaga-lembaga pendidikan swasta untuk mengadakan perayaan ritual Syiah di tempat mereka masing-masing.”
Pernyataan di atas disampaikan oleh beliau di hadapan peserta Muktamar III Ikatan Ulama Muslimin se-Dunia yg diselenggarakan di Turki pada hari Jumat yang mengusung tema “Ummat Islam Dihadapan Tantangan Era Moderen.”
Ketua Lembaga Tadabbur al-Qur’an Indonesia ini menegaskan, “Pengikut sekte Syiah Rafidha di Indonesia juga melaksanakan sejumlah kegiatan beragam lainnya di samping ritual ratapan atas Imam Husain (‘Asyura)—menurut sangkaan mereka—yang dirayakan setiap tahunnya di bawah payung lembaga resmi yang mereka dirikan, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Bahkan mereka mengundang duta besar Republik Iran dan sejumlah ulama Syiah Iran untuk mengadakan kunjungan ke beberapa universitas, demi membangun hubungan kerjasama antara negara Iran dan sejumlah Universitas tersebut. Melalui kunjungan resmi itu mereka berhasil menandatangani (MoU) kesepakatan kerjasama di bidang pendidikan dan kebudayaan yang kegiatannya mencakup; pertukaran pelajar dan mahasiswa antar kedua negara, mengirimkan para pemuda untuk melanjutkan pendidikan di beberapa perguruan tinggi atau pesantren-pesantren Syiah (Hauzat ilmiyah) di Iran. Mereka juga mengajak masyarakat Indonesia secara umum untuk turut serta berpartisipasi pada setiap perayaan perayaan jahiliyah mereka.”
Beliau melanjutkan, “Kegiatan-kegiatan Syiah ini benar benar telah mendapatkan sambutan positif dari sejumlah perguruan tinggi. Mereka membuka Iran Corner di sejumlah universitas dan perguruan tinggi, membuka layanan umum untuk mengakses buku-buku Syiah dan hal-hal yg berkaitan dengan kebudayaan Iran di perpustakaan-perpustakaan Islam, bahkan mereka juga telah menjalin kesepakatan kerjasama dengan beberapa lembaga perguruan tinggi Islam itu sendiri.”
Beliau juga menambahkan, “Di bidang pendidikan, mereka telah berhasil mengutus sejumlah pemuda ke Universitas Qum dan sejumlah pesantren Syiah (hauzah ilmiyah) di Iran.”
Syaikh Muhammad Zaitun juga mengungkapkan keprihatinannya atas sebagian besar cendekiawan dan tokoh masyarakat yang memiliki kedudukan dan pengaruh sosial karena mulai terpengaruh oleh gerakan Syiah dengan dalih kebebasan berfikir dan mengajukan pendapat. Mereka menganggap bahwa perbedaan antara Syiah dan Ahlussunnah itu hanyalah merupakan perbedaan klasik, tak ubahnya seperti perbedaan fikih yang terjadi antar mazhab-mazhab yang ada.
Dan di sesi terakhir ceramah beliau, Syaikh Zaitun menyerukan adanya penambahan upaya untuk menghambat gerakan syiahnisasi, merapatkan barisan kaum muslimin Ahlussunnah di negri ini (Indonesia). Terlebih lagi saat kita menyaksikan fenomena perpecahan dan pertikaian yang merebak antar sesama Ahlussunah itu sendiri, seraya menegaskan bahwa apa yang telah beliau paparkan sebelumnya tentang pergerakan Syiah Rafidah belum sepenuhnya menyingkap hakikat yg sesungguhnya, sebab masalah yang ada jauh lebih besar dan berbahaya. Pemikiran-pemikiran rusak mereka itu telah tersebar luas khususnya di kalangan para pemuda dan pelajar.
=======
Diterjemahkan dari situs resmi Syaikh Prof. Dr. Nashir al-Umar hafizhahullah (Sekjen Ikatan Ulama Dunia) oleh Ustadz Fadhlan Akbar, Lc.
http://almoslim.net/node/196603
