Kategori: Feature

  • Daurah Syar’iyyah tentang Aqidah Syiah Rafidhah

    Dengan berjalannya zaman yang dipenuhi dengan fitnah, bukan hanya perlunya kaum muslimin membentengi diri dari syaitan tapi juga dari sekte-sekte sesat  yang mengancam bahkan menyesatkan umat. Salah satunya adalah Syiah Rafidhah yang dideteksi semakin menyebar, termasuk di negeri Indonesia ini.
    Berangkat dari pentingnya mengenal dan menyelamatkan umat dari kesesatan Syiah ini, STIBA ( Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab )/ Ma’had ‘Aly al Wahdah mengadakan Daurah Syar’iyyah tentang Aqidah Syiah Rafidhah pada Hari Ahad, Tanggal 07 Oktober 2012 M bertepatan dengan 21 Dzulqa’dah 1433 H.
    Kegiatan yang bertempat di Masjid Nurul Ihsan Kampus STIBA dibawakan oleh pemateri mancanegara yaitu Syeikh Ali Bin Abdillah Al Amaary dengan Bahasa Arab, Beliau menjelaskan hakikat dari Syiah dan bahayanya secara gamblang. Peserta  yang berjumlah 65 mahasiswa dan 46 mahasiswi sangat antusias mengikuti rangkaian acara dari pukul 11.15 sampai 14.30 WITA.
    Semoga ilmu yang diberikan oleh Syaikh menjadikan kita semakin mengenal bagaimana Syiah Rafidhah itu sendiri dan mampu membentengi diri dan umat secara keseluruhan dari pengaruh dan kesesatan mereka.
  • Alhamdulillah, Talim Duha Ustadz Yusran di Kampus Stiba Live On Radio Makah – Streaming wahdah.or.id

     
    Alhamdulillah, Talim Duha Ustadz Yusran di Kampus Stiba
    Live On Radio Makah – Streaming wahdah.or.id
    Alhamdulillah, kaum muslimin pendengar Radio Makkah AM dapat mendengarkan langsung talim duha Ustadz Yusran Anshar selama Itikaf di Masjid al Ihsan Kampus Mahad ‘Aly al Wahdah (STIBA).
    Talim ini dapat didengar via radio Makkah dan dapat di akses www.wahdah.or.id, (otomatis on radio makkah saat buka pertama kali website wahdah). Talim Duha dimulai pukul 09.30-10.30 Wita. Semoga bisa bermanfaat(*)
  • TARWIH 1 JUZ DI MASJID KAMPUS STIBA


    Sepanjang sejarah berdirinya yang telah melewati usia sepuluh tahun, Ma’had Aly al-Wahdah (STIBA Makassar) setiap malam-malam Ramadhan melaksanakan shalat tarwih dengan menamatkan 1 juz tiap malam. Sehingga seiring dengan berakhirnya bulan Ramadhan, para makmum pun telah menyimak bacaan al-Qur’anul Karim sebanyak 30 juz.
    Dibutuhkan tekad yang kuat dan kesabaran tinggi untuk mengikuti tarwih 1 juz/malam. Betapa tidak, Anda dituntut untuk berdiri hampir selama dua jam. Tarwih dimulai pukul 21.00 dan biasanya berakhir pukul 23.00.
    Tarwih tahun ini diimami oleh empat orang hafizh, yaitu al-Akh Muthahhir Anshar (Mahasiswa I’dad Lughawi semester II, adik kandung dari Ust. Saifullah Anshar, Lc.), Mu’tashim Billah (Mahasiswa Fiqh dan Ushul Fiqh semester IV), Ust. Siswandi Safari (Dosen STIBA), Rustam Efendi (Mahasiswa Fakultas al-Qur’an di Universitas Islam Madinah Saudi Arabia, sebelumnya adalah mahasiswa STIBA). Ust. Harman Tajang, Lc. (Dosen STIBA dan Ketua BP2TQ WI Pusat) menyatakan kesiapannya menjadi imam tarwih pada malam-malam i’tikaf.
    Pendaftaran peserta i’tikaf di Masjid Kampus STIBA sempat dibuka selama dua hari, dan segera ditutup mengingat quota yang telah terpenuhi.
  • P2M STIBA UTUS 50 IMAM TARWIH



        Sebagai bentuk partisipasi dan khidmat/pelayanan terhadap masyarakat, Pusat Pengabdian kepada Masyarakat (P2M) Ma’had Aly Al Wahdah (STIBA Makassar) kembali mengutus sejumlah mahasiswa, staf, dan dosen untuk menjadi imam tarwih selama Ramadhan 1433 H di beberapa masjid.
            Sebulan sebelumnya, permintaan imam telah mulai berdatangan dari beberapa masjid di Makassar dan sekitarnya, bahkan dari luar Sulawesi, seperti Kalimantan dan Papua. Tercatat, 28 masjid di kota Makassar tahun ini telah mendapatkan jatah imam dari STIBA.
    Secara resmi, Ma’had ‘Aly al-Wahdah Ramadhan tahun ini mengutus 50 orang imam. Beberapa di antaranya adalah imam untuk masjid yang tarwih tiap malamnya menamatkan satu juz.
            Berikut ini adalah daftar nama-nama imam yang direkomendasikan secara resmi oleh Ma’had ‘Aly al-Wahdah/STIBA Makassar
    No
    Nama Imam
    Nama Masjid
    1
    Saifullah Anshar, Lc
    Al – Ikhlas Rappang Sidrap
    2
    Muh. Anas Syukur, S.Pd.I.
    Balik Papan
    3
    Siswandi Safari, S.Pd.I.
    Masjid Al – Ihsan STIBA, Masjid Wihdatul Ummah, Masjid Darul Hikmah DPP WI, Masjid BTN Makkio Baji
    4
    Ahmad Syarifuddin, S.Pd.I.
    Masjid Mu’min Sungai Saddang Baru Makassar
    5
    Syahrul Qur’ani, Lc
    Masjid Nurul Muslimin Bonto Bila Batua Makassar
    6
    Mu’tashim Billah
    Al – Ihsan STIBA, al-Muhajirin Kompleks Unhas Antang Makassar
    7
    Muthahhir Anshar
    Al – Ihsan STIBA Makassar
    8
    Hardiyansyah Haruna
    Masjid al-Mujahidin Bonto Baddo, Kec. Somba Opu Gowa
    9
    Aidil Mudzakkar
    Babul Jannah Macinna Gowa
    10
    Muhsin Ahadi
    Baburrahman BTN Graha Mawang Asri Gowa
    11
    Iwan Mustari
    Ali Imran Kompleks Kesehatan Banta Bantaeng Makassar
    12
    Abdurrahman Hasmuddin
    Masjid Rahmatullah Kassi Makassar
    13
    Sayyid Syadli
    Masjid Nur Ilham Smansa 81 Cendrawasi Makassar
    14
    Amirullah
    Al – Muhajirin BTN Asabri Maros
    15
    Darul Idham
    Sa’ad bin Mu’adz Makassar
    16
    Supriyadi Tolu
    Masjid DPD WI Sinjai
    17
    Sulthon Abu Bakar
    Masjid DPD WI Sinjai
    18
    Saifullah Anwar
    Masjid DPD WI Rappang Sidrap
    19
    Syaibani
    Masjid DPD WI Pare-Pare
    20
    Awal Rifai
    Masjid DPD WI Bulukumba
    21
    Yusran Uddu
    Masjid DPD WI Pinrang
    22
    Muh. Dahlan
    Masjid Baitul Quddus Gowa
    23
    Suriyono
    Masjid Rahmatullah Tello Makassar
    24
    Muh. Ode Wahyu
    Masjid Kampus Unhas Makassar
    25
    Khairul Tasnim
    Masjid Nurul Jihad, Jl. Tupai Makassar
    26
    Fadhli Multazam
    Manokwari Papua
    27
    Mudzakkir Hajar
    Masjid Muhammadiyah Babul Muttaqin Dampang Bira Makassar
    28
    Amri Amir
    Nurul Badar, Jl. Borong Makassar
    29
    Musdirfan Muslimin
    Nurul Badar, Jl. Borong Makassar
    30
    Hendri Abdullah
    Masjid Nur Rahmat Komp. IDI Tello Baru Makassar
    31
    Hasbi Halid
    Masjid Ulul Albab UNM II Makassar
    32
    Muhammad Ali
    Masjid Muthahhirin Makassar
    33
    Abdul Jabbar
    Masjid al-Amri Sero Gowa
    34
    Muh. Istiqamah
    Masjid Nurul Bahri Galangan Kapal Makassar
    35
    Muhammad Firman
    Masjid Makkah al-Mukarramah Perumnas Antang Makassar
    36
    Ghusni
    Masjid ar-Rahmah BTN Tabaria Makassar
    37
    Ihsan Vander
    Masjid al-Muhajirin Pondok Asri I Sudiang Makassar
    38
    Alif Jumai Rajab
    Masjid al-Muhajirin Pondok Asri I Sudiang Makassar
    39
    Supriyadi Yusuf
    Masjid Camba, Maros
    40
    Kamal
    Masjid Camba, Maros
    41
    Suwandi
    Masjid Camba, Maros
    42
    Irawan
    Ar-Raid Perumahan PEMDA Makassar
    43
    Jaslan
    Ar-Raid Perumahan PEMDA Makassar
    44
    Faris Abdurrahman
    Masjid Aspol Antang Makassar
    45
    Masbul
    Masjid Aspol Antang Makassar
    46
    Ahmad Nasing
    Masjid Jami Parambambe Galesong, Takalar
    47
    Takbir
    Masjid DPD WI Gorontalo
    48
    Tyono Roswedi
    Masjid Perumahan Delta 1, Jl. Borong Makassar
    49
    Suprayitno
    Masjid Nur Miyazaki Racing Centre Makassar
    50
    Ardi Udu
    Masjid Todopuli Makassar
  • 17 Hari Menghafal al-Qur’an

         Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, acara “17 Hari Menghafal al-Qur’an” akhirnya kembali bisa terlaksana pada tahun ini. Sebelumnya, pihak ma’had sempat waswas acara yang ketiga kalinya ini tidak bisa dilaksanakan tahun ini. Banyak kendala yang ditemui sebelum acara ini. Namun berkat taufik dan inayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, akhirnya segala kendala itu dapat teratasi.
        Sebagai Panitia Pelaksana (OC), pihak ma’had memberikan kepercayaan kepada Forum Mahasiswa Ma’had ‘Aly al-Wahdah Luar Asrama (FORMAL). Terpilih sebagai ketua panitia adalah al-Akh. Muh. Istiqamah. 
         Ada yang istimewa pada “17 hari menghafal Al-Qur’an” tahun ini. Kali ini para peserta didampingi oleh para mahasiswa Islamic University of Madinah sebagai muhaffizh atau pembimbing dalam menyetor hafalan.
        Tepat pada tanggal 3 Ramadhan atau 23 Juli 2012 acara 17 Hari Menghafal al-Qur’an Jilid III resmi dibuka oleh Ust. Muh. Ikhwan Abd. Jalil, Lc. sebagai wakil ketua umum DPP Wahdah Islamiyah. Sebelumnya didahului dengan sejumlah sambutan, di antaranya oleh seorang hafizh dan juga mahasiswa semester 8 Ma’had ‘Aly al-Wahdah, Ust. Marli Abd. Hamid. 
         Motivasi, dorongan dan metode dalam menghafal Al-Qur’an menjadi bahan materi yang disampaikan oleh Ust. Marli Abd. Hamid, dengan motto “Menghafal itu nikmat, menghafal itu mudah” dan pesan kepada peserta bahwa bisa jadi keikutsertaan mereka dalam acara ini menjadi kenangan indah pada suatu saat, di mana akan terbesit dalam memori “Alhamdulillah, Ramadhan tahun 1433 H saya pernah menghafal beberapa juz dari Al-Qur’an.”
         Sambutan berikutnya oleh Ust. Sumardi Uddin, S.Pd.I., sebagai Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat (P2M) Ma’had ‘Aly al-Wahdah dan sekaligus penanggung jawab acara ini. Dalam sambutannya beliau menyampaikan kepada peserta agar beristiqamah sampai akhir kegiatan, karena melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya, beberapa peserta berguguran seiring dengan berjalannya hari.
          Sambutan terakhir oleh Direktur Ma’had ‘Aly al-Wahdah (STIBA) Makassar, Ust. Muh. Yusran Anshar, Lc., M.A. Dalam sambutannya, beliau menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan persiapan acara ini yang sangat minim dan singkat, yang hampir saja menyebabkan acara ini dibatalkan, namun dengan adanya tekad yang kuat, pihak ma’had akhirnya bisa melaksanakan acara ini. Karena ketidakinginan menjadi orang yang tercela sebagaimana teguran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abdullah bin ‘Amr, “Wahai, Abdullah! Janganlah seperti fulan, dulu ia mengerjakan shalat malam kemudian ia meninggalkannya”, sehingga jika sebuah amal yang sudah dirutinkan kemudian ditinggalkan itu menjadi tercela meskipun itu amalan yang bersifat sunnah. 
         Pentingnya menghafal al-Qur’an juga menjadi perhatian beliau, di mana Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir al-Jalalain, menafsirkan firman Allah Ta’ala, “wa la qad yassarnal qur’ana lidz dzikri fa halmin muddakir” maka sungguh telah kami mudahkan Al-Qur’an itu untuk diingat, adakah yang mau mengingatnya? Dengan “wa laqad yassarnal qur’ana lidz dzikri fahal min hafizin lil qur’an fa yusta’anu bihi” sungguh telah kami mudahkan al-Qur’an itu untuk diingat, maka adakah orang yang mau menghafalnya, kemudian dipermudah.
         Hal lain yang disampaikan oleh beliau adalah nama atau tema acara ini yang bias makna, di mana ketika kalimat “17 Hari Menghafal al-Qur’an” disebutkan maka yang terlintas dalam pikiran pertama kita adalah kita mampu menghafal satu al-Qur’an penuh hanya dalam jangka waktu 17 hari saja.
          Direktur Ma’had ‘Aly al-Wahdah ini menjelaskan bahwa dari segi syar’i penamaan ini ada dasarnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar berkenaan dengan hadis Jibril yang setiap tahunnya datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Ramadhan untuk memuraja’ah hafalan al-Qur’an beliau, dalam hadis tersebut kata “al-Qur’an” disebutkan secara mutlak. Padahal kita semua tahu al-Qur’an baru sempurna diturunkan 30 juz pada tahun terakhir dakwah beliau. Dari sini bisa diambil hukum bolehnya memakai kata mutlak dengan maksud hanya sebagiannya saja, “Dzikr al-kull wa urida bihi al-ba’dh”
          Peserta yang mendaftar sekitar seratusan, laki-laki maupun wanita (tingkat remaja dan mahasiswa), bahkan ada dua orang peserta yang berasal dari Tarakan, Kalimantan Timur. Mereka dapat info dari situs www.wahdah.or.id, di mana panflet kegiatan ini juga dipasang pada situs tersebut. (Muh. Istiqamah)

     

  • Daurah Bahasa Arab dan Muqabalah Islamic University of Madinah (Universitas Islam Medinah)

    Daurah Bahasa Arab dan Muqabalah 
    Islamic University of Madinah 
    (Universitas Islam Medinah) 
    di Universitas Negeri Makassar (UNM) 
    07 – 22 Sya`ban 1433 H/27 Juni – 12 Juli 2012 M
    Alhamdulillah, untuk kali kedua Universitas Negeri Makassar diberikan kepercayaan untuk menjadi salah satu tempat pelaksanaan Daurah (Penataran) Bahasa Arab (al-Daurah al-Tadribiyah Li Mu`allimi al-Lughah al-Arabiyah wa al-Tsaqafah al-Islamiyah) dan Muqabalah (Tes Penerimaan) Calon Mahasiswa Universitas Islam Madinah pada tahun 1433 H/2012.

     Adapun rincian kegiatan Daurah dan Muqabalah sebagai berikut:

    1
    Nama Kegiatan
    الدورة التدريبية لمعلمي اللغة العربية والثقافة الإسلامية
    2
    Waktu Pelaksanaan
    7–22 Sya`ban 1433 H/27 Juni–12 Juli 2012
    3
    Tempat Pelaksanaan
    Universitas Negeri Makassar (UNM) Kampus Gunung Sari Baru Gedung Kuliah Fak. Ilmu Sosial (FIS) UNM Jl. A.P. Pettarani Makassar 90222
    4
    Waktu Pendaftaran
    29 Rajab–6 Sya`ban 1433 H/19–26 Juni 2012
    5
    Kontak Panitia
    Marzuki Umar  (085342637713)
    Rahmat Badani (082193231878)

    Ahmad Amri Amiruddin (085240409121)
    Catatan:
    • Bagi siapa yang berminat, silakan mendownload formulir peserta dan mengirimkan kembali ke Panitia Daurah dan Muqabalah melalui e-mail:
    sekretaris.unm@gmail.com
    • Khusus untuk Daurah, peserta harus melampirkan surat sebagai utusan lembaga.
    • Peserta Daurah Terbatas, sehingga jika kuota peserta sudah terpenuhi maka pendaftaran akan ditutup.
    KRITERIA PESERTA DAURAH
    1. Menguasai Bahasa Arab secara aktif (lisan dan tulisan)
    2. Usia 18-30 tahun
    3. Lulusan MA/SLTA atau yang sederajat
    4. Biaya transportasi ditanggung oleh masing-masing peserta
    5. Panitia tidak menyediakan fasilitas tempat tinggal dan konsumsi selama dauroh
    6. Memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a. Membawa surat tugas dari lembaga pendidikan yang bersangkutan

    b. Mengisi formulir Peserta dan mengirimkannya kembali langsung ke  Panitia Pendaftaran    atau melalui e-mail:  sekretaris.unm@gmail.com  selambat-lambatnya tanggal  5 Sya`ban 1433 H / 25 Juni 2012. 
    c. Maksimal 5 orang peserta dari setiap lembaga di wilayah kota Makassar dan 3 orang di luar kota Makassar
    MUQABALAH
    Bersamaan dengan daurah ini, insya Allah di bagian akhir dari daurah ini akan dilaksanakan Muqabalah sebagai proses penyaringan dan penerimaan Mahasiswa Universitas Islam Madinah.
    SYARAT-SYARAT YANG HARUS DIPENUHI OLEH PESERTA MUQOBALAH
    Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon beasiswa:
    1. Berkelakuan baik.
    2. Berjanji untuk mentaati semua Peraturan Universitas Islam Medinah.
    3. Lulus tes kesehatan.
    4. Lulus tes yang diadakan oleh otoritas yang bersangkutan.
    5. Memiliki ijazah SMU atau yang setara dengannya dari dalam Saudi ataupun dari luar Saudi.
    6. Ijazah SMU harus dikeluarkan oleh Sekolah Negeri atau sekolah yang telah diakui oleh Universitas Islam Madinah.
    7. Berkomitmen fokus penuh untuk belajar.
    8. Masa lulus dari SMU tidak lebih dari lima tahun.
    9. Usia tidak melebihi 25 tahun ketika memulai belajar di Universitas Islam Madinah.
    10. Bagi yang ingin kuliah di Fakultas Al-Qur’an harus sudah hafal Al-Qur’an 30 juz.
    11. Melengkapi persyaratan-persyaratan lain yang ditentukan oleh Dewan Universitas Islam Madinah yang diumumkan saat pendaftaran.
    12. Bagi pemohon yg Ijazah SMU-nya dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Kerajaan Saudi Arabia, ia harus memiliki sertifikat lulus uji kemampuan.
    DOKUMEN-DOKUMEN YANG DIPERLUKAN UNTUK MUQOBALAH
    1. Ijazah SMU.
    2. Transkrip nilai dari jenjang SMU.
    3. Sertifikat berkelakuan baik
    4. Akte kelahiran.
    5. Paspor.
    6. KTP.
    7. Foto berwarna terbaru ukuran 4×6.
    8. Foto dengan tanpa kacamata, tanpa penutup kepala, dan dengan background putih.
    9. Laporan medis dari klinik kesehatan resmi, yang menyatakan sehat panca indra dan bebas dari penyakit menular
    10. Surat keterangan dari Lembaga Islam di negara asal atau dari dua Tokoh Islam, yang menjelaskan bahwa calon mahasiswa adalah Muslim yang menjaga shalat lima waktu dan berakhlak mulia.
    11. Sertifikat masuk Islam, bagi yang Islamnya tidak dari lahir.
    • Pemohon harus menerjemahkan semua dokumen yg tidak berbahasa arab dengan terjemahan bahasa arab yg telah disahkan oleh kantor penerjemah resmi.
    • Jika diterima, calon mahasiswa harus mendatangkan dokumen asli yang telah disahkan oleh Kedutaan Besar Arab Saudi di negara asalnya. Jika Kedutaan Besar Arab Saudi tidak ada di negaranya, maka semua dokumen bisa disahkan di lembaga manapun yang diakui oleh Universitas Islam Madinah.
    • Jika ada kesalahan pada data-data inti pemohon dalam dokumen asli (seperti: nama, tempat, dan tanggal lahir), maka diharapkan membenarkan semua kesalahan tersebut di lembaga yang berwenang di negaranya, sebelum mengirimnya ke Universitas, karena aturan di kampus melarang perubahan data-data inti setelah menerima calon mahasiswa.
    TATA CARA PENDAFTARAN
    1. Peserta Muqabalah harus terlebih dahulu mendaftarkan dirinya secara online melalui situs resmi Universitas Islam Madinah untuk mendapatkan Nomor Peserta.
    2. Peserta Muqabalah agar mempersiapkan semua dokumen yang dipersyaratkan dalam pendaftaran kemudian di-scan ke dalam bentuk jpg.
    3. Peserta yang tidak memiliki nomor pendaftaran (رقم الطلب ) tidak dapat mengikuti Muqabalah.
    4. Menyerahkan bukti pendaftaran (nomor pendaftaran/ رقم الطلب) ke panitia pada saat registrasi.
    Untuk informasi selengkapnya tentang Universitas Islam Madinah dan cara pendaftaran silakan buka petunjuk pendaftaran di : 
    Untuk memperoleh Formulir Peserta dan Panduan Lengkap tentang Daurah Bahasa Arab dan Muqabalah Universitas Islam Madinah Tahun 1433 H/2012 M, silahkan buka link di bawah ini:
    http://www.4shared.com/file/O_H7mbw8/DAURAH_BAHASA_ARAB_DAN_MUQABAL.html
  • Saksikan Gerhana Bulan, STIBA laksanakan Shalat Kusuf

    Saksikan Gerhana Bulan, STIBA laksanakan Shalat Kusuf

         
         Berita tentang akan terjadinya salah satu fenomena alam yang cukup langka, yaitu gerhana bulan yang dapat diamati setelah terbenamnya matahari, telah dikabarkan sebelumnya oleh direktur Ma’had ‘Aly al-Wahdah, Ust. Muh. Yusran Anshar ba’da Dhuhur di Masjid Kampus STIBA.  Hal tersebut mengundang minat sebagian jamaah dari luar ma’had untuk shalat Magrib di masjid Kampus STIBA. 
         Usai salat Magrib, jamaah yang memadati masjid kampus STIBA saat itu tidak segera beranjak meninggalkan masjid. Sejurus kemudian, mudir ma’had mengambil pengeras suara dan menyampaikan kepada para jamaah untuk menunggu kabar terlihatnya gerhana bulan.  Sebab meskipun telah diprediksi oleh BMKG, shalat gerhana hanya akan dilaksanakan ketika ada saksi yang mengabarkan telah menyaksikannya secara langsung.
          Ketika beberapa mahasiswa mengabarkan telah melihat gerhana, maka salat kusuf pun segera ditegakkan. Tampil memimpin salat adalah Muthahhir Anshar, mahasiswa I’dad Lughawi semester II. Suara emasnya mampu membuat jamaah bertahan berdiri mendengarkan bacaan sepanjang satu juz lebih, hanya dalam dua rakaat dan empat kali rukuk.
          Khutbah di akhir shalat kusuf disampaikan oleh Ust. Muhammad Yusran Anshar, Lc. Dalam khutbah singkatnya, beliau mengingatkan bahwa gerhana bulan adalah salah satu tanda dari kekuasaan Allah Azza wa Jalla. Banyak yang mengagumi tanda-tanda itu, sayangnya mereka justru menyembahnya. Padahal Allah telah berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS. Fushshilat: 37).
         Beliau juga mengingatkan bahwa peristiwa gerhana tidak menunjukkan kematian seseorang atau nasib-nasib  tertentu, sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah shallallohu alaihi wasallam dalam salah satu sabdanya.
            Para ahli astronomi, banyak menyaksikan peristiwa-peristiwa alam di angkasa. Namun sangat sedikit di antara mereka yang takut kepada Allah. Padahal, Allah menjadikan semua itu sebagai peringatan. Kata Allah subhanahu wa Ta’ala, “….Dan kami tidak mendatangkan tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti (hamba-hamba-Ku).” (QS. al-Isra’: 59).
           Bahkan awan mendung sebagai pertanda hujan yang akan turun sekalipun, seharusnya telah membuat para ulul albab untuk khawatir, sebagaimana yang pernah dirasakan oleh Nabi kita Muhammad shallallohu alaihi wasallam karena khawatir jangan-jangan itu adalah azab Allah.  Allah Jalla Jalaluhu telah mengingatkan kita tentang kaum ‘Aad, “Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan!) bahkan Itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih.” (QS. al-Ahqaf: 24).
           Terakhir, beliau mengingatkan akan nikmat yang patut disyukuri berupa kesempatan menghidupkan salah satu sunnah Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam yang selama ini hanya banyak dibaca di kitab-kitab para ulama namun sangat jarang dipraktikkan oleh kaum muslimin. Terutama jika sunnah tersebut dihidupkan pada hari-hari yang membutuhkan kesabaran di akhir zaman. Di kala orang-orang yang ingin menghidupkan sunnah dianggap aneh. Saat itulah bagi mereka ada pahala lima puluh kali pahala sahabat, sebagaimana yang dijanjikan oleh Rasulullah shallallohu alaihi wasallam.
           Beliau menutup dengan doa agar para jamaah dimasukkan Allah Subhanahu wa Ta’ala ke dalam golongan ulul albab yaitu mereka yang menjadikan ayat-ayat kauniyah sebagai wasilah (media) untuk lebih takut dan dekat kepada Rabbnya. Aamiin.
          Pada tahun 2012 ini, BMKG memprediksikan terjadi empat buah gerhana berupa dua buah Gerhana Matahari dan dua buah Gerhana Bulan.
    Gerhana Matahari tersebut adalah berupa Gerhana Matahari Cincin (GMC) yang terjadi pada 21 Mei 2012 dan Gerhana Matahari Total (GMT) yang insya Allah akan terjadi pada tanggal 14 November 2012. Adapun Gerhana Bulan, insya Allah akan terjadi Gerhana Bulan Sebagian (GBS) yang telah terjadi pada 04 Juni 2012 dan Gerhana Bulan Penumbra (GBP) terjadi insya Allah pada  28 November 2012. [SQ]
  • Ibadah Khusus Bulan Rajab, Adakah?

    Ibadah Khusus Bulan Rajab, Adakah?

                Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan yang dihormati, atau dalam al-Qur’an disebut sebagai Asyhurul Hurum, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Allah I berfirman, artinya,
    “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36).
    Al-Qadhi Abu Ya’la v mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna:
    Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
    Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat at-Taubah: 36).
    Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan ats-Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if al-Ma’arif, 214).
    Ibnu ‘Abbas z mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan shaleh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)
    Adapun tentang keutamaan bulan Rajab secara khusus, kebanyakan ulama mengatakan bahwa dasarnya sangat lemah, bahkan boleh dikatakan tidak ada keterangan yang kuat yang mendasarinya dari sabda Rasulullah `.
    Sayangnya, entah bagaimana prosesnya, justru sebagian kaum muslimin berpendapat bahwa bulan Rajab memiliki berbagai keutamaan, sehingga umat Islam dianjurkan untuk melakukan ibadah-ibadah tertentu agar mereka dapat meraih keutamaan tersebut. Di antara contoh-contoh amalan-amalan yang sering dilakukan oleh sebagian umat Islam pada bulan Rajab adalah:
    1.   Mengadakan shalat khusus pada malam pertama bulan Rajab.
    2.   Mengadakan shalat khusus pada malam Jum’at pekan pertama bulan Rajab.
    3.   Shalat khusus pada malam Nisfu Rajab (pertengahan atau tanggal 15 Rajab).
    4.   Shalat khusus pada malam 27 Rajab (malam Isra’ dan Mi’raj).
    5.   Puasa khusus pada tanggal 1 Rajab.
    6.   Puasa khusus hari Kamis pekan pertama bulan Rajab.
    7.   Puasa khusus pada hari Nisfu Rajab.
    8.   Puasa khusus pada tanggal 27 Rajab.
    9.   Puasa pada awal, pertengahan dan akhir bulan Rajab.
    10.Berpuasa khusus sekurang-kurangnya sehari pada bulan Rajab.
    11.Mengeluarkan zakat khusus pada bulan Rajab.
    12.Umrah khusus di bulan Rajab.
    13.Memperbanyak Istighfar khusus pada bulan Rajab.
    Tapi, semua pendapat tersebut tidak dapat dipegang, karena kalau kita jujur terhadap sumber-sumber asli agama ini, tidak satu pun amalan-amalan di atas yang berdasarkan kepada hadis-hadis yang shahih.
    Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik zdijelaskan bahwa Rasulullah ` apabila memasuki bulan Rajab beliau senantiasa berdoa,
    اَللَّهُمَّا بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
    Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami berkah di bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.” (HR. Ahmad dan Bazzar).
    Sayangnya hadis ini menurut Ibnu Hajar tidak kuat. Sedangkan hadis-hadis lainnya yang berkaitan dengan keutamaan-keutamaan bulan Rajab, tak ada satu pun hadis yang dapat dijadikan hujjah. Misalnya hadis yang berbunyi, “Rajab adalah bulan Allah, Sya`ban adalah bulanku (Rasulullah `)dan Ramadhan adalah bulan ummatku.
    Hadis ini oleh para muhaddits disebutkan sebagai hadis maudhu’ (palsu) karena dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Abu Bakar bin al-Hasan an-Naqqaasy  yang disebut sebagai pendusta. Terdapat pula al-Kasaai rawi yang tidak dikenal (majhul). Hadits ini juga diriwayatkan oleh pengarang Allaalaiy dari jalan Abi Sa`id al-Khudri dengan sanad yang sama, juga Ibnul Jauzi nukilan dari kitab Allaalaiy.
    Dalam kitab Iqthidha Ash Shiratil Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada satu keterangan pun dari Nabi ` berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab, bahkan keumuman hadis yang berkaitan dengan hal tersebut merupakan hadis-hadis palsu.” (Iqthidha Ash Shirathil Mustaqim, 2/624).
    Ibnu Hajar al-Asqalani secara khusus telah menulis masalah ke-dha’if-an dan ke-maudhu’-an hadis-hadis tentang amalan-amalan di bulan Rajab. Beliau menamakannya, Tabyinul Ajab bi maa Warada fi Syahri Rajab.“ Di dalamnya beliau menulis,
    “Tidak terdapat riwayat yang shahih, bisa untuk dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, baik bentuknya puasa sebulan penuh atau puasa pada tanggal tertentu bulan Rajab atau shalat tahajjud di malam tertentu. Keterangan saya ini telah didahului oleh ketengan Imam al-Hafidz Abu Ismail al-Harawi.” (Tabyinul Ajab bimaa Warada fii Syahri Rajab, Hal. 6).
    Imam Ibn Rajab mengatakan, “Tidak terdapat dalil yang shahih, yang menyebutkan adanya anjuran shalat tertentu di bulan Rajab. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat raghaib di malam Jumat pertama bulan Rajab adalah hadis dusta, bathil, dan tidak shahih. Shalat Raghaib adalah bid’ah menurut mayoritas ulama.” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 213)
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi ` dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadis yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi ` biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.
    Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadis yang seluruhnya lemah (dha’if) bahkan sebagian palsu (maudhu’). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadis-hadis ini sebagai sandaran. Bahkan hadis-hadis yang menjelaskan keutamaannya adalah hadis yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ al-Fatawa, 25/290-291).
    Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khatthab z. Ketika bulan Rajab, ‘Umar z pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan, “Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah v dalam Majmu’ al-Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Gholil).
    Adapun perintah Nabi `  untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)
    Dengan demikian, sebenarnya tidak ada satu keterangan pun yang dapat dijadikan hujjah yang menunjukkan keutamaan bulan Rajab. Baik itu berkaitan dengan keutamaan puasa di bulan tersebut, shalat pada malam-malam tertentu atau ibadah-ibadah yang lainnya yang khusus dilakukan pada bulan Rajab.
    Namun seorang muslim tetap dianjurkan untuk memperbanyak amal shaleh dalam bulan ini, karena Rajab adalah salah satu bulan haram.  Bulan yang sangat baik untuk melakukan ketaatan. Wallohu Ta’ala A’lam
    Abdurrahman Hasmuddin
  • وقفات رجبيَّة

    وقفات رجبية
    بسم الله الرحمن الرحيم
    الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد؛ فهذه بعض النقاط المتعلقة بشهر رجب:
    قال ابن فارس في معجم مقاييس اللغة (ص445): رجب: الراء والجيم والباء أصلٌ يدل على دعم شيء بشيء وتقويته… ومن هذا الباب: رجبت الشيء أي عظّمته… فسمي رجباً لأنهم كانوا يعظّمونه، وقد عظمته الشريعة أيضاً.
    رجب شهر حرام، والأشهر الحرم هي: ذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، ورجب مضر. قال الله تعالى في هذه الأشهر: ﴿إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ﴾ [التوبة 36]، ثبت عن أبي بكرة z أن النبي ` خطب في حجة الوداع وقال في خطبته: ]إن الزمان قد استدار كهيئة يوم خلق السماوات والأرض، السنة اثنا عشر شهرا، منها أربعة حرم، ثلاث متواليات؛ ذو القَعدة،     وذو الحجة، والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان[متفق عليه.
    فإن قيل: لماذا سماه النبي ` برجب مضر؟ فالجواب: فيها قولان: الأول: سمي رجب مضر لأن مضر كانت لا تغيره، بل توقعه في وقته، بخلاف باقي العرب الذين كانوا يغيّرون ويبدلون في الشهور بحسب حالة الحرب عندهم، قال تعالى: ﴿إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ ﴾ [التوبة: 37].
    ومعنى الآية: ” إن الذي كانت تفعله العرب في الجاهلية من تحريم أربعة أشهر من السنة عددا لا تحديدا بأسماء الأشهر التي حرمها الله، فيؤخرون بعضها أو يقدمونه ويجعلون مكانه من أشهر الحل ما أرادوا حسب حاجتهم للقتال، إن ذلك زيادة في الكفر، يضل الشيطان به الذين كفروا، يحلون الذي أخروا تحريمه من الأشهر الأربعة عاما، ويحرمونه عاما; ليوافقوا عدد الشهور الأربعة، فيحلوا ما حرم الله منها. زين لهم الشيطان الأعمال السيئة. والله لا يوفق القوم الكافرين إلى الحق والصواب”.

    القول الثاني: وقيل: إنَّ سبب نسبته إلى مضر أنها كانت تزيد في تعظيمه واحترامه فنسب إليهم لذلك. والمراد بقوله: ﴿فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ﴾ أي: في الأشهر الحرم. وقد ذكر العلماء أن الذنب فيها مضاعف، قال قتادة رحمه الله: ﴿فلا تظلموا فيهن أنفسكم﴾؛ فإن الظلم في الأشهر الحرم أعظم خطيئةً ووِزْرًا من الظلم فيما سواها، وإن كان الظلم على كل حال عظيمًا، ولكن الله يعظِّم من أمره ما شاء”. وقيل المراد لا تظلموا في الشهور كلها أنفسكم. ومسألة عدم القتال في الشهر الحرام كانت ممنوعة في بداية الأمر ثم نسخ هذا، وهذا قول الجمهور، والنسخ بقول الله تعالى: ﴿فإذا انسلخ الأشهر الحرم فاقتلوا المشركين حيث وجدتموهم﴾، وبغير ذلك من العمومات التي فيها الأمر بقتالهم مطلقا. والدليل أنَّ الرسول صلى الله عليه وسلم قاتل أهل الطائف في ذي القعدة وهو من الأشهر الحرم.  وقال آخرون: لا يجوز ابتداء القتال في الأشهر الحرم وأما استدامته وتكميله إذا كان أوله في غيرها فإنه يجوز . وحملوا قتال النبي ` لأهل الطائف على ذلك لأن أول قتالهم في حنين في شوال. وهذا إنما هو في جهاد الطلب، أما جهاد الدفع فمشروع في كل زمان، فإذا دهم العدو بلدا للمسلمين وجب على أهلها القتال دفاعا، سواء كان في الشهر الحرام أو في غيره. شهر رجب كبقية الأشهر، لم يخصه النبي ` بعبادة، ومعلوم أن فعل العبادة شيء، وتخصيصها بمكان أو زمان شيء آخر يحتاج إلى دليل. فتخصيص رجب بصيام أمر لا دليل عليه. فمن اعتاد صياماً فعله في رجب وفي غيره، وأما من خصه بالصيام فهذا يُنكر عليه هذا التخصيص، وقد ورد في مسند الإمام أحمد عن خرشة بن الحر قال: رأيت عمر بن الخطاب z يضرب أكف المترجبين حتى يضعوها في الطعام ويقول: كلوا فإنما هو شهر كانت تعظمه الجاهلية. قال الحافظ ابن حجر  رحمه الله: «لم يرد في فضل شهر رجب، ولا في صيامه،  ولا في صيام شيء منه معيّن، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه حديث صحيح يصلح للحجة. وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسماعيل الهروي الحافظ وكذلك رويناه عن غيره». فما يفعله بعض الناس من تخصيص بعض الأيام منه بالصيام معتقدين فضلها على غيرها: لا أصل له في الشرع . أما حديث      ] صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ [الذي رواه أبو داود فقد حكم بضعفه الألباني في ضعيف أبي داود. ولو قيل بصحته فلا يدل على إفراد رجب، بل يدل على الصيام في الأشهر الحرم كلها. قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله: “وأما صوم رجب بخصوصه فأحاديثه كلها ضعيفة، بل موضوعة، لا يعتمد أهل العلم على شيء منها، وليست من الضعيف الذي يروى في الفضائل، بل عامتها من الموضوعات المكذوبات”. وقال السيد سابق رحمه الله: “صيام رجب ليس له فضل زائد على غيره من الشهور, إلا أنه من الأشهر الحرم, ولم يرد في السنة الصحيحة أن للصيام فضيلة بخصوصه, وأن ما جاء في ذلك مما لا ينتهض للاحتجاج به”. 

    العمرة في رجب: دلت الأحاديث على أن النبي ` لم يعتمر في رجب، قال مجاهد: دخلت أنا وعروة بن الزبير المسجد فإذا عبد الله بن عمر جالس إلى حجرة عائشة رضي الله عنها فسئل: كم اعتمر رسول الله `؟ قال: أربعاً إحداهن في رجب. فكرهنا أن نرد عليه، فقال عروة: يا أماه، يا أم المؤمنين ألا تسمعين ما يقول أبو عبد الرحمن؟ قالت: ما يقول؟ قال: يقول: إن     رسول الله ` اعتمر أربع عمرات إحداهنّ في رجب. قالت: يرحم الله أبا عبد الرحمن ما اعتمر عمرة إلا وهو شاهد -أي حاضر معهوما اعتمر في رجب قط. متفق عليه وجاء عند مسلم: وابن عمر يسمع فما قال لا ولا نعم. قال النووي: “قال العلماء: هذا يدل على أنه – ابن عمر – اشتبه عليه، أو نسي، أو شك. ولهذا سكت عن الإنكار  على عائشة”.  كان أهل الجاهلية يذبحون ذبيحة في رجب لأصنامهم، وهي العتيرة، وقد أبطلها النبي ` بقوله: «لا فَرَع ولا عتيرة» متفق عليه، والفرع: أول النِّتاج كانوا يجعلونه لأصنامهم. وأما العتيرة فقد أباح النبي ` الذبح لله في أي شهر كان، وأبطل أن تكون للأصنام، وأن تخص برجب، فقد نادى رجل فقال لرسول الله `: إنا كنا نعتِر عتيرة في الجاهلية في رجب فما تأمرنا؟ فقال: «اذبحوا في أي شهر كان» رواه أبو داود
    صلاة الرغائب: صلاة مخصوصة تصلى في أول أو آخر جمعة من رجب، قال عنها شيخ الإسلام    ابن تيمية: “بدعة باتفاق أئمة الدين، لم يسنها رسول الله ` ولا أحد من خلفائه، ولا استحبها أحد من أئمة الدين؛ كمالك والشافعي وأحمد وأبي حنيفة والثوري والأوزاعي والليث وغيرهم،والحديث المروي فيها كذب بإجماع أهل المعرفة بالحديث”.
    وقال النووي رحمه الله: “الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب, وهي ثنتا عشرة ركعة تصلى بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب, وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة، وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان، ولا يغتر بذكرهما في كتاب قوت القلوب وإحياء علوم الدين, ولا بالحديث المذكور فيهما؛ فإن كل ذلك باطل، ولا يغتر ببعض من اشتبه عليه حكمهما من الأئمة فصنف ورقات في استحبابهما فإنه غالط في ذلك, وقد صنف الشيخ الإمام أبو محمد عبد الرحمن بن إسماعيل المقدسي كتابا نفيسا في إبطالهما فأحسن فيه وأجاد رحمه الله”. وقال في شرحه على صحيح مسلم: “قاتل الله واضعها ومخترعها؛ فإنها بدعة منكرة من البدع التي هي ضلالة وجهالة، وفيها منكرات ظاهرة، وقد صنف جماعة من الأئمة مصنفات نفيسة في تقبيحها وتضليل مصليها ومبتدعها ودلائل قبحها وبطلانها وتضليل فاعلها أكثر من أن تحصر”. لم يثبت أن الإسراء والمعراج كان في شهر رجب، بل اختلف العلماء في تاريخه على أكثر من خمسة أقوال، ولو سلمنا أنه كان في السابع والعشرين منه فلا يترتب على ذلك تخصيص هذا اليوم أو الليلة بعبادة.
     وختاماً: يجب على المسلم أن يحذر من الوقوع في البدع فقد ثبت عن النبي ` أنه قال: «من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد». والله المسؤول أن يرزقنا اتباع النبي r، ويجنبنا محدثات الأمور.

    فضيلة الشيخ الدكتور مهران ماهر

  • Dunia di Mata Mereka

    Dunia di Mata Mereka

    Konser Lady Gaga terus menuai polemik di berbagai media massa. Padahal “Gaga” itu sendiri  memiliki arti kekosongan pikiran yang identik dengan  mind control dan sarat dengan simbol-simbol satanism dan illuminaty.  Sikap pro-kontra masyarakat pun bermunculan. Pihak Polda Metro Jaya,  didukung sejumlah ormas, pejabat dan budayawan tetap bersikukuh merekomendasikan dibatalkannya konser tersebut. Namun tetap saja ada yang merestui  konser 3 Juni mendatang itu, baik dari kalangan pejabat, artis, budayawan bahkan umat Islam sendiri.

    Timbul pertanyaan, “Kenapa untuk urusan penolakan konser, umat Islam begitu lemah di tengah negeri komunitas muslim terbesar?” Padahal di negeri non muslim saja; Cina, Korea, Filipina, Korea Selatan dan Australia bisa dicekal.
    Rasululllah `telah menjawab, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang menyerbu makanan di atas nampan”. Sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau melanjutkan, “Bahkan kalian waktu itu banyak, tetapi kalian seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuh terhadap kalian serta menjangkitkan pada hati kalian penyakit wahn”. Mereka lalu bertanya, “Apakah wahn itu ya Rasulullah?” “Cinta dunia dan takut mati”. (HR. Ahmad).
    Inilah akar permasalahan penyakit  umat yang mesti diobati. Jundab bin Abdullah zmengatakan, “Mencintai dunia adalah pangkal segala kesalahan”.  Ketika terpesona oleh kemegahan dunia. Orang-orang kafir justru akan bertepuk tangan melihat umat Islam berlomba-lomba mengejar dunia. “Suatu hal yang paling saya takutkan menimpa kalian sepeninggalku adalah jika gemerlap duniawi dihamparkan untuk kalian.” (Muttafaqun ’alaihi).
    Ketika, “Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai dan neraka itu dikelilingi hal-hal berbagai macam syahwat.” (HR. Bukhari Muslim), maka yang haram bisa saja dibenarkan oleh hawa nafsu.
    Dunia memang manis menawan, disuguhi berbagai kenikmatan dan syahwat. Apalagi godaan harta dan wanita. Rasulullah `bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis menawan. Dan sesungguhnya Allah memberikan penguasaanya kepada kamu sekalian, kemudian Dia melihat apa yang kamu kerjakan. Maka berhati-hatilah kamu terhadap (godaan) dunia dan wanita. Karena sesungguhnya sumber bencana Bani Israil adalah wanita” (HR. Muslim).
    Nilai Sebuah Dunia
    Suatu ketika Ali bin Abi Thalib zpernah didatangi seorang yang memuji dunia maka ia mengatakan, “Dunia terus membelakangi kita, sementara akhirat terus menghadapi kita. Dan keduanya mempunyai anak-anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan mau menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya hari ini hanyalah amal dan tak ada perhitungan, sementara esok yang ada hanyalah perhitungan dan tak ada lagi  kesempatan beramal.”
    Manusia yang mengejar dunia ibarat sedang memperebutkan bangkai. Begitulah penggambaran Rasululah `ketika menemukan bangkai lalu bertanya pada sahabatnya, “Mengapa bangkai ini dibiarkan saja oleh pemiliknya?” Jawab sahabat, “Oleh karena bangkai itu tak berharga lagi bagi pemiliknya”. Maka Nabi `bersabda, “Demi Allah yang menguasai diriku, dunia itu lebih rendah dalam pandangan Allah daripada bangkai kambing dalam pandangan pemiliknya.  Beliau juga pernah mengatakan, “Kalaulah dunia di sisi Allah senilai dengan sehelai sayap nyamuk, niscaya Allah tak akan memberi minuman orang kafir meski hanya seteguk daripadanya.” (HR. Tirmidzi).
    Ibnul Qoyyim juga mengatakan, “Dunia bagaikan wanita pelacur yang tidak pernah menetap dengan satu laki-laki, ia meminta dipinang laki-laki hanya agar mereka meladeninya dan ia tidak puas selain dengan laki-laki asusila”. Orang yang sudah memiliki satu gunung emas tidak akan pernah puas sampai ingin menambahnya lagi.
    Lanjut kata beliau, “Dunia itu tak sebanding dengan langkah kakimu untuk menjemputnya, namun mengapa engkau malahan menjemputnya dengan berlari?” Tidak perlu tergesa-gesa apalagi mengejar dunia belaka. Karena dunia juga ikut sendirinya di saat kita mengejar akhirat. Ibarat menanam padi (akhirat) dan rumput (dunia). Menanam rumput jangan mengharap tumbuh padi. Menanam padi rumput pun akan tumbuh sendiri.  
    Dunia yang awalnya adalah kepayahan, akhirnya kemusnahan, yang halal akan ada hisabnya sedang yang haram ada hukumannya, siapa yang memburunya akan memperoleh godaan. Dan siapa yang memerlukannya akan memperoleh kesedihan, begitulah Ali bin Abi Thalib radiallahu ‘anhu mengilustrasikan dunia. Sebagian ahli zuhud juga berpesan, “Tinggalkanlah dunia untuk pemuja-pemujinya, sebagaimana mereka tinggalkan akhirat untuk pemiliknya”.
    Seorang penyair mengibaratkan dunia, “Itu hanyalah mimpi tidur atau bagaikan naungan yang akan musnah. Orang cerdas tak bakalan tertipu terhadap yang semisal. Dunia hanyalah sesaat, maka jadikanlah ketaatan. Sedang jiwa berkecenderungan rakus, maka biasakanlah puas terhadap kesederhanaan ”. 
    Di kesempatan lain, Ali bin Abi Thalib z juga pernah didatangi seseorang. Kali ini justru mencela dunia maka beliau mengatakan,  “Dunia adalah tempat kebenaran bagi yang jujur dengannya. Tempat kesuksesan bagi yang faham tentangnya. Tempat kekayaan bagi yang berbekal dengannya. Tempat turunnya wahyu Allah. Tempat shalatnya para malaikat. Tempat sujudnya para nabi. Tempat berdagangnya para wali-wali  Allah. Beruntunglah di dalamnya yang mendapatkan rahmat-Nya. Dan juga mendapatkan surga-Nya”.
    Dunia tempat kebenaran bagi orang yang memahaminya. “Dan kehidupan dunia ini hanyalah sendau gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka  mengetahui” (QS. al-Ankabut: 64). Jika dunia adalah tempat mengumpulkan kekayaan, maka tidak ada kekayaan (perbekalan) yang lebih baik daripada taqwa. “Berbekallah, karena sebaik-baik bekal adalah taqwa (QS. al-Baqarah: 197)”.
    Dan dunia adalah sebaik-baik tempat berdagang mengumpulkan keuntungan sebanyak mungkin,  “Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.” (QS. as-Shaff: 10-11).
    Ibnu Mas’ud zmenasihatkan,  “Siapa yang menginginkan akhirat, maka ia akan mencederai dunianya. Sebaliknya siapa yang menginginkan dunia ia akan mencederai akhiratnya. Wahai kaumku maka cederailah yang fana untuk peroleh yang kekal”.
    Kita meletakkan dunia di tangan dan akhirat di hati. Suatu saat jika harus diambil, maka tangan akan mudah melepaskan dunia. Karena,  “Siapa yang jiwanya mulia, maka dunia baginya terasa sepele (remeh temeh)” seperti kata Ibnu Hanafiyah.  Allah Uberpesan, “Wahai manusia, janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah (QS. Luqman: 33).
    Tentu kehidupan dunia ini hanyalah tempat persinggahan, “Permisalan dunia tiada lain sebagaimana seorang yang bernaung di bawah pohon, kemudian ia beristirahat lalu meninggalkannya (HR. Tirmidzi)”. Tidak ada waktu untuk berlama-lama apalagi terpedaya dengan dunia. Seorang musafir jika melihat suatu pohon di hari yang panas, tak relevan jika ia membangun rumah di bawahnya kecuali sekedar keperluannya saja.
    Isa bin Maryam menasihatkan, “Siapa yang sudi membangun negeri di atas gelombang laut? Itulah dunia. Maka jangan engkau jadikan sebagai hunian”. Begitupula, “Seberangilah dunia, jangan engkau dirikan bangunan padanya” (Musa). Karena, “Semua yang ada di bumi itu akan binasa” (QS. ar-Rahman : 26).&
    Muhammad Scilta Riska.