Blog

  • Menahan Diri Saat Negeri Berduka: Pesan Rektor IAI STIBA Makassar untuk Mahasiswanya

    Menahan Diri Saat Negeri Berduka: Pesan Rektor IAI STIBA Makassar untuk Mahasiswanya

    (STIBA.ac.id) Makassar – Seusai salat Zuhur, Senin (1/9/2025), Rektor IAI STIBA Makassar, Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., menyampaikan tausiah singkat menanggapi situasi tanah air yang memanas, mulai dari demonstrasi anarkis hingga pembakaran gedung DPRD dan penjarahan rumah sejumlah anggota DPR. Beliau mengajak civitas academica untuk tetap tenang, tabayun, dan memilih cara yang bermartabat dalam menunjukkan kepedulian.

    “Kita tidak ingin negeri ini salah arah dan jatuh ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Maka ambil sikap terbaik sesuai peran masing-masing. Ibarat luka, negara sedang terluka, semoga Allah menyembuhkan.”

    Pesan yang dalam. Pada intinya, negeri kita sedang sakit. Tugas kita bukan menambah luka, tetapi menjadi bagian dari proses pemulihan.

    Rektor menilai aksi-aksi jalanan kerap tidak murni dan sulit lepas dari kepentingan kelompok tertentu. Ketika kepentingan menunggangi massa, yang muncul adalah anarkisme, bahkan penjarahan yang bertentangan dengan kaidah yang dipahami dan diajarkan di kampus. Karena itu, manhaj yang dipegang STIBA adalah tabayun dan tidak tergesa-gesa mengambil sikap:

    “Kita diberi akal sehat. Gunakan itu untuk memilih langkah yang paling maslahat.”

    Pesan untuk Mahasiswa: Cerdas, Bukan Serampangan

    Untuk mahasiswa, pesannya jelas: maksimalkan pembelajaran di kampus dan hindari aktivitas yang tidak bertanggung jawab. Jika ada kegiatan yang murni untuk perbaikan, STIBA memilih berada di barisan terdepan, tentu dengan adab, ilmu, dan arah yang jelas.

    “Ambil posisi yang tepat, penuh hikmah, agar kita berada pada tempat yang semestinya.”

    Beliau juga menganjurkan menahan diri di tengah informasi yang berubah cepat, khususnya di media sosial.

    Fakta! Berapa kali kita melihat informasi yang pagi hari viral, siang terbantahkan, sore ternyata hoaks? Di sinilah literasi informasi kita diuji.

    Bagi mahasiswa yang mendapat izin tinggal di luar asrama, diingatkan untuk menjaga perilaku dan tidak melakukan hal yang tidak pantas.

    “Hampir setiap menit isu bisa berubah. Kedewasaan kita bermedsos diuji di sini.”

    Menutup tausiah, Rektor mendoakan seluruh mahasiswa tetap sehat dan fokus agar bisa beraktivitas optimal.

    Rektor berharap generasi kampus hadir sebagai penyejuk di tengah panasnya situasi, penjernih di tengah keruhnya informasi, dan pemberi solusi, bukan bagian dari masalah.

    “Masa depan negeri di tangan kalian. Mari berkontribusi dengan maksimal,” pungkasnya.

  • Peduli, Iya. Anarkis? Bukan Gaya Kita: Pesan Ketua Senat IAI STIBA Makassar Soal Demonstrasi

    Peduli, Iya. Anarkis? Bukan Gaya Kita: Pesan Ketua Senat IAI STIBA Makassar Soal Demonstrasi

    (STIBA.ac.id) Makassar  — Di tengah euforia kuliah perdana, Ketua Senat IAI STIBA Makassar, Ustaz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D., menyinggung isu yang sempat beredar: apakah kegiatan bakal batal karena maraknya aksi mahasiswa turun demo?

    Beliau meluruskan, STIBA bukan apatis, kepedulian itu wajib, namun bentuk kepedulian harus tepat.

    “Bukan berarti tidak peduli dengan keadaan sekitar ketika kita tidak menurunkan mahasiswa untuk demo,” tegasnya.

    Beliau juga mengingatkan rekam jejak kampus: sepanjang sejarah, mahasiswa STIBA baru turun aksi saat Aksi Bela Al-Qur’an, itu pun karena tujuan jelas membela kehormatan Al-Qur’an, sesuai adab Islam, dan ada fatwa ulama.

    Spiritnya: menyuarakan kebenaran tanpa merusak dan tanpa melukai. Bahkan dalam perang pun, ujar beliau, fasilitas umum tidak boleh dihancurkan, anak-anak dan perempuan tidak boleh diganggu, tempat ibadah harus aman.

    Beliau mencontohkan aksi damai 411 dan 212 yang tertib, di mana rumput pun tak diinjak, tidak ada sampah berserekan, karena dilakukan “di atas ilmu dan niat baik”.

    Intinya, IAI STIBA Makassar mendorong peran mahasiswa sebagai problem solver, bukan sekadar pengikut arus. Kritik sosial sah, tapi terukur, beradab, dan berdampak baik.

    Setelah menyampaikan arahan itu, Ketua Senat membuka tahun akademik secara resmi, mengajak seluruh civitas academica melangkah ke semester baru dengan visi “mahasiswa Islam visioner”, tajam ilmunya, santun etikanya, dan nyata kontribusinya.

  • Ketika Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Turun Gunung Bagi Ilmu di STIBA: “Jangan Jadi Mahasiswa yang Hanya Ikut-ikutan!”

    Ketika Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Turun Gunung Bagi Ilmu di STIBA: “Jangan Jadi Mahasiswa yang Hanya Ikut-ikutan!”

    (STIBA.ac.id) — Mahasiswa STIBA Makassar mendapat “hadiah” istimewa untuk pembuka semester baru. Prof. Dr. K.H. Muhammad Asrorun Ni’am Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa sekaligus guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di tengah padatnya agenda beliau masih menyempatkan waktu datang ke Makassar untuk mengobrol bersama anak-anak muda, Senin (01/09/2025).

    Acara di Masjid Anas bin Malik ini bukan kuliah perdana biasa. Ini adalah kuliah perdana pertama sejak STIBA resmi bertransformasi menjadi institut.

    Temanya menarik: “Menjadi Mahasiswa Islam Visioner di Tengah Arus Disrupsi: Tugas Keilmuan dan Keumatan.” Kedengarannya berat? Tapi Prof. Asrorun punya cara menjelaskan dengan bahasa yang mudah dicerna.

    Prof. Asrorun Menyampaikan Materi yang Membuka Wawasan

    Inilah bagian yang ditunggu. Prof. Asrorun menyajikan gagasan dengan gaya yang membuat semua orang terjaga. Beliau menegaskan bahwa mahasiswa muslim memikul tiga peran sekaligus, seperti pahlawan super dengan banyak kemampuan:
    (1) pewaris risalah kenabian, (2) agen perubahan sosial yang kritis namun tetap konstruktif, dan (3) problem solver di era serba cepat.
    “Bagaimana caranya?” Beliau menawarkan rumus jitu: menjaga yang lama tetapi baik (al-muḥāfaẓah ‘alā al-qadīm aṣ-ṣāliḥ), mengambil yang baru yang lebih baik (al-akhdzu bil-jadīd al-aṣlaḥ), dan menciptakan inovasi sendiri (al-ījād).

    Kutipan yang Mencerahkan

    Yang paling membekas adalah saat Prof. Asrorun mengutip hadis dengan bahasa yang sangat mudah dipahami:

    “Rasulullah mengingatkan di tengah kondisi lingkungan yang berubah itu ada hadisnya. Jangan ikut-ikutan saja trennya. Orang ke kanan ikut ke kanan, ke kiri ikut ke kiri. Orang taat ikut taat, orang maksiat ikut maksiat. Itu namanya imma’ah. Jika mereka berbuat baik, kamu menginisiasi juga berbuat baik. Jika mereka berbuat zalim, kamu jangan ikut-ikutan berbuat zalim. Itu yang punya prinsip.”
    Intinya, beliau berpesan: jangan menjadi pengikut buta tanpa pendirian.

    Keterkaitan dengan Visi Masa Depan

    Lebih jauh, Prof. Asrorun mengaitkan materi dengan visi Indonesia Emas 2045. Mahasiswa yang kini berusia 18–20 tahun, pada 2045 akan memasuki usia 40-an, usia matang untuk memimpin. Maka, jika Indonesia ingin unggul, pembinaan mahasiswa hari ini harus serius dan terarah.

    Acara berlangsung semarak dengan dosen, mahasiswa baru–lama, dan para pimpinan Wahdah Islamiyah turut hadir. Yang mengesankan, di tengah kesibukan sebagai Ketua MUI, Prof. Asrorun tetap hadir di Makassar. Apresiasi setinggi-tingginya untuk beliau.

    Kuliah perdana ini menegaskan IAI STIBA Makassar sebagai kampus berdampak yang melahirkan lulusan bukan hanya cerdas, tetapi berkarakter dan mampu menjadi solusi bagi masyarakat. Untuk mahasiswa yang sedang atau akan kuliah, pesan Prof. Asrorun layak direnungkan: jangan hanya mengikuti arus, jadilah pemimpin perubahan yang berprinsip dan bervisi. Percayalah, masa depan bangsa ada di tangan kalian.

  • Kuliah Perdana IAI STIBA Makassar, Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Jadi Narasumber

    Kuliah Perdana IAI STIBA Makassar, Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Jadi Narasumber

    (STIBA.ac.id) Makassar – Institut Agama Islam STIBA Makassar menggelar Kuliah Perdana Semester Ganjil Tahun Akademik 1447-1448 H/2025-2026 M pada Senin, 8 Rabiul Awal 1447 H/1 September 2025 M. Acara yang berlangsung di Masjid Anas bin Malik kampus IAI STIBA Makassar ini menghadirkan narasumber utama Prof. Dr. K.H. Muhammad Asrorun Niam Sholeh, M.A., Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat Bidang Fatwa sekaligus Guru Besar Bidang Ilmu Fikih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Tema dan Signifikansi

    Kuliah perdana mengangkat tema “Menjadi Mahasiswa Islam Visioner di Tengah Arus Disrupsi: Tugas Keilmuan dan Keumatan”. Tema ini dipilih untuk menjawab tantangan zaman yang berubah cepat dan membantu mahasiswa memahami peran mereka sebagai agen perubahan sosial dan problem solver di masa depan.

    Sambutan Pimpinan

    Rektor IAI STIBA Makassar Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D. menyampaikan bahwa ini merupakan kuliah perdana pertama dengan nomenklatur baru setelah institusi berubah dari sekolah tinggi menjadi institut. Beliau menekankan empat nilai dasar STIBA Makassar yaitu kedalaman ilmu syar’I, pembinaan karakter 5M (Mukmin, Muslih, Mujahid, Muta’awwin, Mutqin), pendalaman bahasa Arab, dan kontribusi kepada umat.

    Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah Dr. K.H. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., M.A. yang hadir melalui Zoom, menyampaikan apresiasi kepada narasumber dan memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk memanfaatkan kesempatan belajar di STIBA sebagai “jembatan kuat” menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

    Ketua Senat Ustaz Dr. Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D. secara resmi membuka tahun ajaran baru dan menegaskan komitmen STIBA untuk menjadi problem solver bagi permasalahan masyarakat.

    Materi Kuliah Prof. Asrorun Niam

    Dalam materinya, konsep bahwa mahasiswa muslim memiliki triple role sebagai pewaris risalah kenabian, agen perubahan sosial yang kritis namun konstruktif, dan problem solver yang mampu menghadapi era disrupsi. Hal ini dapat diterapkan melalui tiga strategi adaptif: menjaga nilai-nilai lama yang baik (al-muhafazhah ‘ala qadim shalih), mengadopsi inovasi baru yang lebih baik (al-akhdzu bil jadid aslah), dan menciptakan solusi inovatif (al-ijadu).

    “Rasulullah mengingatkan di tengah kondisi lingkungan yang berubah itu ada hadisnya. Jangan ngikut-ngikut aja trennya. Orang ke kanan ikut ke kanan, ke kiri ikut ke kiri. Orang taat ikut taat, orang maksiat ikut maksiat. Itu namanya imma’ah. Jika mereka berbuat baik, kamu menginisiasi juga berbuat baik. Jika mereka berbuat zalim, kamu jangan ikut-ikutan berbuat zalim. Itu yang punya prinsip.”

    Dengan demikian, mahasiswa muslim tidak menjadi generasi yang hanya mengikuti arus (imma’ah), tetapi menjadi pemimpin perubahan yang memiliki prinsip dan visi jelas untuk masa depan umat dan bangsa. Khususnya menuju Indonesia Emas 2045 di mana generasi mahasiswa saat ini akan berada di usia produktif kepemimpinan.

    Peserta dan Antusiasme

    Acara dihadiri oleh seluruh civitas akademika IAI STIBA Makassar, termasuk dosen, mahasiswa lama dan baru, serta para pimpinan Wahdah Islamiyah. Kehadiran Prof. Asrorun yang memiliki kesibukan tinggi sebagai Ketua MUI Bidang Fatwa mendapat apresiasi tinggi dari peserta.

  • Ketika Jumlah Maba Menyusut, Ustaz Taufan: Semoga Tanda Cinta Allah untuk STIBA

    Ketika Jumlah Maba Menyusut, Ustaz Taufan: Semoga Tanda Cinta Allah untuk STIBA

    (STIBA.ac.id) Makassar – Pukul 09.00 Wita, ruang rapat besar IAI STIBA Makassar sudah mulai ramai. Para dosen, ustaz dan ustazah berkumpul dalam acara Pertemuan Murabbi dan Murabbiah.

    Dosen Juga Adalah Murabbi

    Ustaz Muhammad Taufan Djafry, Lc., M.H.I., Kepala Pusat Pembinaan Karakter 5M dan Kepesantrenan, langsung menyampaikan pemahaman yang mengena di awal.

    Asatidzah sekalian, tidak ada dikotomi antara kita sebagai dosen dan murabbi,” katanya dengan nada yang membuat semua orang langsung memperhatikan.

    “Jadi begini, selama ini kita mengira dosen ya mengajar di kelas, urusan selesai. Murabbi ya pembina karakter, urusan lain.”

    Ternyata? Keliru besar! Menurut beliau, keduanya itu satu paket lengkap tidak bisa dipisahkan.

    “Kita mengajar sambil menyisipkan pesan-pesan tarbiah. Kita dapat menjalankan fungsi tadris sekaligus tarbiah,” lanjutnya. Sederhana tetapi dalam.

    Kampus Dakwah dan Perjuangan: Bukan Sekadar Tagar

    Nah, ini yang menarik. Tagar “Kampus Dakwah dan Perjuangan” ternyata bukan sekadar pajangan di spanduk. STIBA sungguh ingin melahirkan “mujahid intelektual pejuang dakwah.”

    Terdengar epik? Memang!

    Tetapi Ustaz Taufan mengingatkan, “Tidak cukup hanya membekali mahasiswa dengan ilmu pengetahuan dan kurikulum standar.” Perlu ada sesuatu yang lebih, yaitu pembinaan karakter yang benar-benar mendalam. Karena itu para murabbi memegang peran sangat sentral.

    Bayangkan, mahasiswa lulus bukan hanya pintar secara akademik, tetapi juga berkepribadian kuat dan tangguh, siap terjun ke masyarakat.

    Bicara Apa Adanya: Tantangan yang Membuat Berpikir

    Di sini Ustaz Taufan berbicara apa adanya. Mengajar itu sudah ada SOP-nya, ada perangkat formalnya, hasilnya terukur. Tetapi tarbiah? Itu tingkat yang sama sekali berbeda.

    “Tarbiah perlu dedikasi. Kita harus merasakan ini sebagai medan jihad,” ujarnya. Bukan semata urusan administrasi atau formalitas, tetapi butuh keikhlasan yang nyata.

    Yang membuat kagum, beliau menegaskan ruang informal inilah yang sebenarnya menentukan apakah kampus ini berkah atau tidak. Renungan yang dalam.

    Cek Falsafah: Sedikit Mahasiswa = Berkah Terselubung?

    Inilah bagian yang bikin tercengang. Ketika orang mengeluh soal jumlah mahasiswa yang berkurang, Ustaz Taufan punya perspektif yang berbeda total.

    “Kita diberi jumlah segini karena memang itulah yang bisa kita bina dengan baik,” ucapnya. “Jangan sampai terlalu banyak diberi, kita justru tidak mampu membina semuanya.”

    Beliau melihat ini sebagai hikmah dari Allah.

    “Kalau kita ingin diberi lebih banyak mahasiswa baru, mari kita bina yang ada sekarang dengan lebih baik dulu.”

    Pola pikirnya: Husnuzan bahwa Allah sayang kepada STIBA, maka diberi porsi yang masih dapat dikelola terlebih dahulu. Agar tidak gagal total dalam pembinaan.

    Rencana Aksi: 12 Orang Per Halakah

    Di akhir, Ustaz Taufan memberi formula sederhana namun kuat: setiap halakah tarbiah berisi 12 orang.

    “Kalau 12 orang ini bisa kita kader dengan baik, insyaallah…” (jeda sejenak untuk penekanan).

    Jadi tidak perlu kewalahan dengan ribuan mahasiswa. Fokus pada 12 orang di depan mata. Kualitas di atas kuantitas!

    Intinya

    Yang membuat acara ini istimewa bukan sekadar pertemuan formal, melainkan kepedulian yang tulus tentang bagaimana menjadi pendidik yang berdampak. Para murabbi ini benar-benar membentuk generasi penerus dai dan pejuang.

    Acara yang turut dihadiri Ketua Senat dan Rektor IAI STIBA Makassar ini dirangkaikan dengan Sosialisasi Program SIMTAR yang disampaikan oleh Kepala Bagian Pembinaan Karakter, Ustaz Sirajuddin Qasim, Lc., M.H. Kegiatan berlanjut dengan diskusi kebijakan penggunaan gawai (HP) bagi mahasiswa yang dipandu oleh Kepala Bagian Kegiatan Kemahasiswaan, Ustaz Muhammad Ridwan, S.Pd., M.Pd. Pada penutup, digelar diskusi Pembinaan dan Tarbiah yang dipandu oleh staf Bagian Pembinaan Karakter, Ustaz Muhammad Ihsan Dahri, S.H., M.H.

  • Rektor IAI STIBA Makassar Bertemu 11 Mahasiswanya yang Lulus di Universitas Najran: “Kursi Kalian Diperebutkan Banyak Orang”

    Rektor IAI STIBA Makassar Bertemu 11 Mahasiswanya yang Lulus di Universitas Najran: “Kursi Kalian Diperebutkan Banyak Orang”

    (STIBA.ac.id) Jakarta – Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., Rektor IAI STIBA Makassar, bertemu dengan 11 mahasiswa dan alumninya yang berhasil lolos seleksi di Universitas Najran, Arab Saudi. Pertemuan yang haru dan sarat nasihat ini berlangsung setelah beliau mengikuti kegiatan Multaqa Duat di Bogor.

    Satu Kursi, Sejuta Impian

    Yang membuat pertemuan ini makin berkesan adalah nasihat pertama sang Rektor, “Para ikhwan sekalian, satu kursi di luar negeri itu diperebutkan oleh banyak orang. Satu kursi yang Antum dapatkan itu didambakan oleh sekian banyak orang!”

    Para mahasiswa dan alumni seketika sadar betapa beruntungnya mereka. Namun Ustaz Akhmad langsung mengingatkan, “Ini bukan semata karena pintar atau hebat, melainkan karunia Allah yang memilih dan memberikan nikmat ini.”

    “Jangan Merasa Lebih Keren dari yang Lain”

    Dengan gaya santai namun tegas, Rektor mengingatkan bahaya kesombongan.

    “Jangan merasa, oh saya ini lulus karena saya hafiz. Ya mungkin itu ada i‘tibar-nya, tapi berapa yang punya hafalan dan tidak lulus juga, kan?”

    Beliau juga memberi pengingat realitas, “Saya punya teman, prestasi akademiknya tidak luar biasa, bisa lulus.”

    Intinya jelas: tetap rendah hati!

    Kiat Menyesuaikan Diri di Tanah Saudi

    Bagian paling menarik adalah saat Ustaz Akhmad Hanafi berbagi kiat praktis untuk menyesuaikan diri di Arab Saudi. Dengan pengalaman panjang di Arab Saudi, beliau memberikan informasi langsung dari pengalamannya.

    “Orang Saudi itu masih ada di antara mereka yang cara pandangnya kepada orang asing… ya mungkin mereka anggap kita ini masih lebih apa, ya,” ujarnya dengan kejujuran apa adanya. “Tapi alhamdulillah, ada saja yang masyaallah sangat perhatian sama kita.”

    Jangan Cuma Jadi “Sulawesiun” Saja

    Salah satu pesan penting rektor adalah jangan hanya berkelompok dengan sesama orang Sulawesi. Perluas jejaring. Bangun relasi. Ini kesempatan emas untuk membangun jaringan dakwah yang lebih luas.

    Kisah Sukses yang Menginspirasi

    Ustaz Akhmad Hanafi bahkan berbagi kisah sukses tentang bagaimana beliau berhasil “mengajak” Ustaz Ridwan Hamidi dan Ustaz Nur Ihsan.

    “Ustaz Nur Ihsan itu adik kelas saya di sini, waktu ke Madinah ya saya yang dekati, akhirnya bergabung ke Wahdah.”

    Pesannya terang: setiap pertemuan adalah peluang!

    Peringatan Penting: Pemeriksaan Kesehatan di Saudi

    Penutup yang cukup menegangkan adalah peringatan tentang pemeriksaan kesehatan di Saudi.
    “Saudi itu kalau untuk kesehatan tidak ada toleransi, tanpa toleransi. Saya punya teman, diambil di kelas padahal sudah tahun ketiga, pas diperiksa ternyata positif hepatitis, langsung disuruh pulang!”

    Pertemuan singkat itu benar-benar sarat nasihat praktis, motivasi, dan bahasa lugas yang dibutuhkan para mahasiswa sebelum terbang ke Saudi. Dari pengingat spiritual hingga kiat menata hidup, Ustaz Akhmad Hanafi menyampaikannya dengan gaya yang membumi dan mudah dicerna.

    Disadur dari rekaman tausiah Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D.

  • Rektor IAI STIBA Makassar Sampaikan Kaidah Amar Makruf Nahi Munkar di Multaqa Duat ASEAN

    Rektor IAI STIBA Makassar Sampaikan Kaidah Amar Makruf Nahi Munkar di Multaqa Duat ASEAN

    (STIBA.ac.id) Bogor – Suasana sejuk Puncak Bogor menjadi saksi berlangsungnya acara yang cukup istimewa. Daurah Multaqa Du’at Nasehat se-Asia Tenggara resmi dimulai pada 25 Agustus lalu dan akan berlangsung hingga 28 Agustus 2025. Temanya menarik: “Mewujudkan Indonesia Hebat dengan Nasehat”.

    Acara ini lahir dari kerja sama Ma’had An-Nashihah Internasional dengan Yayasan Nasehat dan Taujih. Pertemuan ini dirancang untuk benar-benar memberikan pengalaman belajar yang mendalam bagi para peserta.

    Peserta dari Berbagai Negara

    Yang menarik, tidak hanya dai lokal yang hadir. Menurut informasi dari Ustaz Muh. Dahlan, Lc. selaku panitia acara, sekitar 30 dai dari berbagai latar belakang turut meramaikan acara ini. Ada alumni STIBA Makassar yang sudah berpengalaman, juga tamu-tamu spesial dari Thailand, Filipina, Kamboja, bahkan Yaman.

    Bayangkan saja, betapa kayanya perspektif yang bisa didapat ketika para dai dari negara-negara ini saling berbagi pengalaman dan tantangan dakwah di wilayah masing-masing.

    Format yang Padat dan Aplikatif

    Jangan bayangkan ini seperti seminar biasa yang monoton. Formatnya benar-benar dirancang agar peserta mendapat pengalaman yang utuh. Ada kelas inti untuk pendalaman materi, sesi diskusi dan tanya jawab yang interaktif, presentasi dari peserta sendiri, dan yang paling menarik: praktik lapangan yang dijadwalkan khusus.

    Salah satu momen istimewa adalah sesi malam dengan Rektor IAI STIBA Makassar, Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D.  sebagai pemateri. Beliau membawakan topik yang sangat relevan: “Kaidah-Kaidah Penting dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar.”

    Materi ini menekankan bagaimana nasihat itu harus terukur, benar-benar berlandaskan ilmu yang kuat, dan yang terpenting: relevan dengan kondisi nyata di lapangan.

    Pembicara Kelas Dunia

    Selain pemateri utama, panitia juga menghadirkan pembicara-pembicara yang kredibilitasnya tidak perlu diragukan lagi. Ada Syekh Dr. Kholid Thaha Al-Maqtary Al-Yamani dan Syekh Riyadh Abu Al-Abbas yang akan berbagi wawasan mereka.

    Program empat hari ini tidak hanya fokus pada penguatan konsep hisbah, tetapi juga mengajak peserta untuk saling bertukar pengalaman lintas negara. Di akhir nanti, peserta akan menyusun rekomendasi tindak lanjut berdasarkan hasil praktik lapangan yang mereka jalani.

    Harapan Besar untuk Masa Depan Dakwah

    Dengan komposisi peserta yang beragam dan jadwal yang tertata rapi, Multaqa ini diharapkan bisa menjadi ruang belajar bersama. Tujuannya sederhana tapi penting: memperkuat etos nasihat yang penuh hikmah dan benar-benar berdampak.

    Yang tidak kalah penting, acara ini juga membuka peluang untuk membangun jejaring kolaborasi dakwah yang lebih kuat di kawasan Asia Tenggara. Siapa tahu, dari pertemuan empat hari ini akan lahir inisiatif-inisiatif baru yang bisa mengangkat kualitas dakwah di wilayah kita.

  • Momen Bersejarah: 522 Mahasiswa Baru Resmi Jadi Bagian Keluarga IAI STIBA Makassar

    Momen Bersejarah: 522 Mahasiswa Baru Resmi Jadi Bagian Keluarga IAI STIBA Makassar

    (STIBA.ac.id) Makassar  – Sebanyak 522 mahasiswa baru resmi disambut dalam acara pembukaan Orientasi Mahasiswa Baru (OMB) IAI STIBA Makassar yang digelar Senin (25/8/2025) di Masjid Anas bin Malik untuk mahasiswa dan Aula Gedung Aisyah untuk mahasiswi.

    Yang istimewa, mereka adalah angkatan pertama yang murni masuk sebagai mahasiswa Institut Agama Islam STIBA Makassar, setelah institusi ini resmi berubah status dari sekolah tinggi menjadi institut.

    Sambutan Hangat Rektor

    Marhaban bikum, selamat datang di kampus Dakwah dan Perjuangan Institut Agama Islam STIBA Makassar,” ucap Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., Rektor IAI STIBA Makassar.

    “Spesialnya anak-anakku sekalian, kalian adalah mahasiswa angkatan pertama yang diterima secara resmi setelah STIBA berubah menjadi Institut. Hanian lakum, selamat untuk kalian semua,” tambahnya.

    Angka Membanggakan

    Ustaz Ahmad Amunir, Lc., Kepala Bagian Penerimaan Mahasiswa Baru, melaporkan perjalanan seleksi mahasiswa baru. Dari 903 pendaftar, 620 orang mengikuti seleksi, 586 dinyatakan lulus, dan hanya 522 orang yang akhirnya benar-benar bergabung.

    Komposisinya 283 mahasiswa dan 239 mahasiswi. Mayoritas (464 orang) masuk program Persiapan Bahasa, sementara sisanya tersebar di berbagai prodi S-1.

    Dari Siswa Jadi “Maha”siswa

    “Institut ini memiliki nilai plus,” tegas Rektor. “STIBA adalah pusat pembinaan para dai dan calon ulama rabbani. Ini bukan sekadar institusi pendidikan tinggi biasa.”

    Rektor menjelaskan makna transisi penting dari siswa menjadi mahasiswa, “Kata ‘maha’ dalam mahasiswa menunjukkan kematangan. Kalian bukan siswa lagi yang perlu banyak bantuan. Di pendidikan tinggi, banyak bergantung pada kemampuan kalian sendiri.”

    Bagi yang khawatir dengan suasana “pesantren lagi”, Rektor memberikan jaminan, “Insyaallah rasa pesantrennya tidak sama dengan pesantren di SMP dan SMA kalian. Ada ruang-ruang yang sesuai dengan kedudukan kalian sebagai mahasiswa.”

    Investasi Akhirat

    “Kehadiran anak-anak di kampus ini bukan sekadar melanjutkan pendidikan, melainkan juga investasi akhirat,” kata Ustaz Ahmad Amunir, mengutip hadis tentang anak saleh yang mendoakan orang tuanya.

    “Semoga anak-anak kita menjadi amal jariah terbaik bagi kedua orang tuanya.”

    Apresiasi untuk Panitia

    Rektor juga mengapresiasi para panitia yang rela memotong masa liburan tanpa bayaran. “Ini lahir dari rasa tanggung jawab, cinta, dan komitmen terhadap kampus,” ucapnya.

    Pesan untuk Perjalanan Panjang

    “Ikhlaskan niat, karena ini adalah amalan ibadah yang sangat mulia,” pesan Rektor di akhir sambutan.

    “Yang kita cari adalah kebaikan, maka insyaallah akan mengantarkan kepada kebahagiaan dan keberkahan.”

    Dengan resmi, Ustaz Akhmad Hanafi membuka Daurah Orientasi Mahasiswa Baru Tahun 2025, menandai dimulainya perjalanan baru 522 pemuda dan pemudi terpilih di “Kampus Dakwah dan Perjuangan” ini.

    Selamat datang, generasi baru! Semoga perjalanan kalian penuh berkah dan manfaat.

  • Mahasiswa IAI STIBA Makassar Garap Misi Mulia: Berantas Buta Aksara Al-Qur’an di SMAN 9 Palakka Bone

    Mahasiswa IAI STIBA Makassar Garap Misi Mulia: Berantas Buta Aksara Al-Qur’an di SMAN 9 Palakka Bone

    (STIBA.ac.id) Bone – Tidak semua anak muda masa kini hanya sibuk dengan gawai dan media sosial. Buktinya, sembilan pemuda yang terdiri dari mahasiswa Institut Agama Islam (IAI) STIBA Makassar bersama pengurus Himpunan Lembaga Mahasiswa Islam (HILMI) cabang Bone justru memilih jalan yang lebih menantang: mengajar Al-Qur’an di sekolah umum.

    Misi Mustahil? Ternyata Tidak!

    Program “Pengajaran Dirosa di Sekolah Umum” ini bukan kegiatan biasa. Dengan target 50 siswa SMAN 9 Palakka, para mahasiswa ini memiliki misi besar: memberantas buta aksara Al-Qur’an di kalangan pelajar. Keren, bukan?

    Yang membuat semakin menarik, kegiatan yang digelar Sabtu (23/8/2025) ini berlangsung dengan konsep yang sangat santai. Mulai pukul 14.00 hingga 14.30 Wita, para siswa dapat belajar di dua lokasi berbeda: taman sekolah yang asri atau musala yang lebih tenang. Sangat fleksibel!

    Metode yang Tidak Membosankan

    Jangan bayangkan suasana belajar yang kaku dan menjemukan. Tim pengajar ini punya strategi jitu: dimulai dengan penjelasan teori yang ringan, lalu langsung praktik membaca Al-Qur’an sesuai kaidah tajwid. Sederhana tetapi efektif!

    Kutipan yang Bikin Hati Adem

    Aufin, mahasiswa IAI STIBA Makassar salah satu pengajar muda yang energik, berbagi cerita menarik, “Mengajar Dirosa di SMAN 9 Bone adalah pengalaman pertama saya mengajar. Salah satu hal yang mendorong kami untuk mengajar adalah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah, ‘Sebaik-baik di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.’”

    Ia melanjutkan, “Menurut saya, inilah salah satu kontribusi yang bisa saya berikan kepada pemerintah, yaitu membantu memberantas buta aksara Al-Qur’an di kalangan pelajar.”

    Dampak Nyata, Perubahan Nyata

    Program ini adalah gerakan nyata dari generasi muda yang peduli terhadap kualitas pendidikan agama di tanah air. Dengan metode yang segar dan pendekatan yang dekat dengan dunia remaja, program ini berhasil menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

    Langkah Selanjutnya?

    Melihat antusiasme yang tinggi dari para siswa serta dukungan penuh dari pihak sekolah, program ini berpotensi besar untuk dikembangkan lebih luas lagi. Siapa tahu, ini dapat menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain di Indonesia.

    Jadi, bagi yang masih berpikir bahwa anak muda masa kini hanya peduli pada hal-hal yang viral di TikTok, program ini menjadi bukti nyata bahwa masih banyak generasi muda yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pendidikan dan nilai-nilai agama.

    Salut untuk tim pengajar dan semua pihak yang terlibat! Teruslah menginspirasi!

    Ditulis kembali dari laporan Qasmin Alfikri

  • Pelajaran Subuh di Jantung Kampus Bernama Masjid Anas bin Malik

    Pelajaran Subuh di Jantung Kampus Bernama Masjid Anas bin Malik

    (STIBA.ac.id) Makassar – Fajar baru menggeliat di ufuk Makassar pada pagi Sabtu, 23 Agustus 2025. Di dalam Masjid Anas bin Malik IAI STIBA Makassar, suasana hangat menyambut para mahasiswa baru: hening yang menenangkan dan saf yang rapi. Pagi itu ada agenda Pra OMB.

    “Dari masjid kita bangkit,” ujar Ustaz Ahmad Syaripudin, S.Pd.I., M.Pd.I. membuka sesi. Kalimatnya sederhana, tapi berbobot. Dari ruang yang tampak biasa ini, lahir orang-orang yang menebar cahaya. Ketua Dewan Kerukunan Masjid (DKM) Anas bin Malik ini mengajak para maba mengenakan “kacamata baru”: masjid bukan cuma tempat menunaikan salat, melainkan jantung kehidupan yang memompa kebaikan ke seluruh penjuru kampus dan masyarakat.

    “Dari masjid kita bangkit. Masjid adalah wasilah dakwah yang paling mulia. Dari masjid lahir generasi Qur’ani, terbina ukhuwah, dan tersebar kebaikan ke tengah masyarakat,” ujarnya.

    Dan memang benar, bukankah dari masjid Nabawi dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membangun peradaban yang hingga kini kita rasakan manisnya?

    Ekosistem Kebaikan yang Hidup

    Masjid Anas bin Malik terasa seperti ekosistem yang bergerak. Halakah dan Daurah Al-Qur’an bukan hanya melatih makharijul huruf dan tajwid, tapi menumbuhkan cinta pada tiap huruf yang dibaca.

    Lalu ada jadwal kajian yang tertata rapi dalam sepekan. Senin malam, kita diajak menyelami kisah-kisah Baitul Maqdis bersama Ustaz Muhammad Ikhwan Jalil, Lc., M.Pd.

    Selasa berganti dengan kajian hadis yang dibawakan Ustaz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D.

    Rabu malam, giliran akidah yang dikupas tuntas oleh Ustaz Salahuddin Guntung, Lc., M.A., Ph.D.

    Dan puncaknya, di Kamis malam dengan kajian tafsir yang dipandu Syekh Dr. Muhammad Munqidz ‘Umar Ashil.

    Perpaduan yang sempurna, seolah-olah setiap malam memiliki cita rasanya sendiri. Selalu ada ilmu yang menunggu untuk dipetik.

    Di samping itu, masjid juga menyiapkan perpustakaan dan teknologi informasi. Di era serba digital, perpustakaan masjid dihidupkan layaknya “ruang napas”. Buku-buku menjadi sahabat, teknologi jadi jembatan.

    Ada pula pelatihan dan daurah ilmiah yang menajamkan pengetahuan sekaligus keterampilan, sebab dakwah hari ini butuh ilmu, strategi, dan kesiapan beraksi.

    Di bulan Ramadan ada program iktikaf, buka puasa bersama, dan salat tarawih. Tak hanya itu, setiap Senin dan Kamis juga diadakan buka bersama yang membuat kebersamaan terasa nyata.

    Melalui beragam wasilah ini, pengurus berharap Masjid Anas bin Malik benar-benar hidup sebagai pusat dakwah, pendidikan, dan pengabdian umat.

    Tata Tertib yang Membentuk Karakter

    Plt. Wakil Rektor III Bidang Kerja Sama dan Alumni ini juga mengingatkan Tata Tertib Masjid, bukan untuk membebani, melainkan membentuk karakter.

    Intinya: hadir tepat waktu untuk salat berjemaah, rapikan alas kaki, jaga kebersihan dan fasilitas, berpakaian pantas, heningkan gawai, hormati ruang muslimah, susun saf rapi, ikuti arahan marbot, dan rawat adab saat tilawah, iktikaf, serta kegiatan belajar.

    “Masjid adalah rumah Allah. Kita jemaah adalah tamu Allah, dan marbot adalah pegawai Allah. Maka berbahagialah,” tutupnya, kalimat yang rasanya seperti pelukan.

    Sesi ditutup dengan tanya jawab santai dan doorprize yang mencairkan suasana. Para maba pulang bukan hanya dengan sarapan, tapi dengan bekal makna: masjid yang hidup bukan sekadar ramai, ia ramai oleh kebaikan.

    Siapa tahu, dari Subuh berkesan ini, lahir para pemakmur masjid di seluruh Nusantara.

    Ditulis ulang dari laporan UASKU