(STIBA.ac.id) Gowa – Kisah inspiratif ini bermula dari ujung timur Indonesia, di Kota Merauke yang dikenal sebagai Kota Rusa. Sejak masa SMA, Hanifah bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan di STIBA Makassar. Dorongan kuat dari orang tua, serta inspirasi dari Ustazah Fitria Hurasan, S.H. (alumni STIBA Makassar) semakin memotivasi Hanifah untuk mengejar impiannya. Pada tahun 2020, ia menjadi salah satu calon mahasiswi STIBA Makassar dari timur Indonesia.
Hanifah mempersiapkan diri untuk tes masuk dengan belajar bahasa Arab secara otodidak melalui channel YouTube. Usaha tersebut membuahkan hasil, ia berhasil lolos seleksi dan masuk Program Studi Perbandingan Mazhab (PM) atas saran orang tua agar lebih cepat menyelesaikan studi.
Perjuangan Awal dan Dukungan Keluarga
Kenangan paling berkesan bagi Hanifah adalah perjuangan orang tua yang bangun subuh untuk berjualan sayur demi mendukung biaya pendaftarannya di STIBA Makassar. Di samping itu, Hanifah juga mengurus adik-adiknya; dua di antaranya mondok, empat lainnya masih sekolah, dan satu adik bungsu yang masih di rumah.
Menikah di Tengah Studi
Pada semester kedua, Hanifah dilamar oleh salah satu alumni STIBA. Awalnya, ibunya khawatir perkuliahan Hanifah akan terputus, mengingat perjuangan mereka untuk bisa menyekolahkan Hanifah di STIBA. Namun, Hanifah berjanji bahwa ia akan tetap menyelesaikan studinya meskipun sudah menikah dan memiliki anak.
Saat tiba di Makassar, Hanifah dan suaminya diberikan fasilitas tempat tinggal di Moncong Loe oleh Ustaz Ahmad Syaripudin, S.Pd.I., M.Pd.I. (Waka III STIBA Makassar) dan keluarganya, yang sangat mereka syukuri.
Tantangan Perkuliahan dan Kehamilan
Kebahagiaan Hanifah semakin bertambah ketika ia mulai mengikuti perkuliahan offline. Pertama kali masuk ke Aula Aisyah, ia merasakan keberkahan saat mendengarkan kajian dari ustaz dan ustazah.
Namun, tantangan mulai muncul ketika Hanifah merasa kurang sehat dan kemudian mengetahui bahwa dirinya hamil. Ketika mengikuti kelas di lantai 4, Hanifah harus menyeret ransel karena tidak kuat membawa kitab-kitab yang berat. Alhamdulillah, ia bersyukur ketika perkuliahan untuk angkatannya kembali dilakukan secara online pada semester ketiga.
Perjuangan Saat Masa Persalinan
Saat waktu persalinan tiba, Hanifah pindah ke Pesantren Tahfiz Wahdah Islamiyah Putra di Dusun Bilayya. Di sana, ia mendapat fasilitas tempat tinggal yang sangat membantu selama masa-masa sulit itu. Pada bulan Februari 2022, saat perkuliahan masih berlangsung online, anak pertama mereka lahir. Meskipun awalnya terasa berat, Hanifah dan suaminya menjalani semua tantangan ini tanpa bantuan orang tua atau mertua.
Tantangan Perjalanan dan Kehidupan di Kos-kosan
Awal perkuliahan offline kembali berlangsung tepat sepekan sebelum ujian tengah semester kelima, dengan anak mereka yang saat itu berusia delapan bulan. Jarak rumah mereka ke STIBA sekitar 18 km, setara dengan perjalanan 30-40 menit. Pada hari-hari pertama, suami Hanifah mengantarnya ke kampus dengan perjalanan pulang-pergi dua kali sehari, mengantar dan menjemput kembali Hanifah, total menempuh 72 km sambil bekerja. Situasi ini membuat Hanifah meneteskan air mata, ia merasa khawatir apakah dapat terus menjalani perkuliahan seperti ini hingga akhir.
Akhirnya, Hanifah memutuskan untuk tinggal di dekat kampus bersama anaknya, sementara suaminya tetap bekerja di Bilayya. Mereka menyewa kos yang berjarak sekitar 1 km dari STIBA. Setiap hari, Hanifah menggendong anak sambil membawa tas berisi kitab-kitab yang tidak ringan, serta tas khusus berisi perlengkapan bayi. Perjalanan dengan berjalan kaki menuju kampus ditempuhnya dalam waktu 15-20 menit, sering kali terhambat oleh kekhawatiran akan penyakit asmanya yang bisa kambuh jika terlalu memaksakan diri. Hanifah bersyukur karena STIBA Makassar menyiapkan hadhanah (penitipan anak) yang dapat menjaga anaknya selama perkuliahan.
Kehidupan Sehari-hari yang Menantang
Keseharian di kos-kosan tidak kalah menantang. Anaknya yang selalu menempel membuat semua pekerjaan harus dilakukan saat anak tidur, mulai dari mencuci pakaian, memasak, hingga belajar. Kegiatan ini biasa dilakukannya antara pukul 21.00—22.00 malam atau subuh sebelum anak bangun.
Ujian Berat di Bulan Mei
Pada bulan Mei 2023, Hanifah menghadapi musibah yang sangat berat. Meski tak bisa diceritakan secara rinci, cobaan tersebut membuatnya kembali menitikkan air mata, namun ia tetap berharap bahwa Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.
Alhamdulillah, di bulan Juni, seorang kenalan memberikan motor wakaf yang sangat membantunya. Motor ini memungkinkan Hanifah untuk berhenti tinggal di kos-kosan dan berkumpul kembali dengan suaminya di Bilayya.
Perjuangan Sehari-hari
Ia memulai perjalanan baru mengendarai motor dari Bilayya. Meskipun awalnya perjalanan sejauh 18 km terasa sangat jauh dan seperti sebuah safar, Hanifah selalu bersyukur setiap pagi yang tidak hujan meskipun suhu dingin sering menembus tulang.
Rutinitas tersebut terkadang dihadapkan dengan tantangan berat, seperti cuaca terik atau hujan deras saat pulang dari kampus. Kondisi ini membuat anak Hanifah sering menangis, terutama ketika mereka tak bisa singgah karena perjalanan yang didominasi oleh pohon dan sawah di pinggir jalan. Namun, semangat Hanifah tetap membara, terutama melihat anaknya yang turut membersamainya berjuang menuntut ilmu.
Meraih Predikat Mumtazah di Tengah Kesulitan
Hanifah meraih predikat mumtazah (istimewa) pada semester 5 hingga 7 meski sering kelelahan akibat perjalanan jauh dan harus membawa anaknya ke kelas selama dua bulan.
Pada semester 8, Hanifah fokus pada penulisan skripsi dengan bimbingan Ustaz Dr. Kasman Bakry, S.H.I., M.H.I. dan Ustaz Ihwan Wahid Minu, M.E. yang membantu memperbaiki isi skripsinya. Meski sempat menghadapi penyakit yang kambuh mendekati pendaftaran munaqasyah, dengan bantuan suaminya, Hanifah berhasil menyelesaikan revisi tepat waktu.
Saat yudisium, Hanifah merasa bahagia dan bersyukur atas pencapaiannya sebagai yudisium terbaik ketiga, memenuhi janji kepada orang tuanya sebelum menikah.
Ia berharap kisahnya menginspirasi generasi berikutnya untuk terus menuntut ilmu, mengatasi rintangan, dan yakin bahwa Allah selalu bersama kita. STIBA Makassar, tempatnya belajar, adalah kampus dakwah dan perjuangan yang luar biasa, mengajarkan ilmu Islam langsung dari kitab-kitab referensi induk.
