(STIBA.ac.id) Makassar – Dalam sesi taklim di Masjid Anas bin Malik pada Jumat malam, 27 September 2024, Ustaz Budi Ashari, Lc., menekankan pentingnya budaya literasi, terutama di kalangan mahasiswa STIBA Makassar dan masyarakat umum yang hadir. Saat menjawab pertanyaan dari Muhammad Farhan (mahasiswa STIBA Makassar semester VII) terkait rendahnya minat membaca di kalangan mahasiswa, Ustaz Budi menyampaikan betapa urgennya meningkatkan motivasi literasi untuk kemajuan peradaban.
Ustaz Budi menggarisbawahi bahwa literasi adalah fondasi dari setiap peradaban yang besar. Ia menekankan bahwa jika umat Islam ingin kembali pada kejayaannya, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengikuti perintah “Iqra’“—membaca.
“Menggunakan berbagai metode untuk meningkatkan budaya membaca di kalangan mahasiswa sangat penting, karena literasi adalah kunci untuk membangun kembali peradaban Islam yang gemilang,” tegasnya.
Ia juga merekomendasikan beberapa literatur penting seperti Min Rijal Hadaratina oleh Syekh Mustafa As-Siba’i dan karya Dr. Raghib As-Sirjani untuk dipelajari. Buku-buku ini, menurut Ustaz Budi, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang keunggulan peradaban Islam masa lalu dan menginspirasi mahasiswa untuk berani membangun masa depan yang lebih baik.
“Janji Allah dan Rasul-Nya sudah jelas, bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Nya yang saleh, tapi itu ada syaratnya—kita harus membangun peradaban dengan syariat Allah,” ujarnya.
Ustaz Budi memberikan dua pesan penting kepada para peserta, khususnya mahasiswa, terkait urgensi membaca dalam membangun peradaban:
Kalimat pertama:
“Segeralah minggir dari peradaban ini jika Anda tidak membaca, karena Anda tidak layak untuk menjadi bagian dari peradaban ini. Jika Anda tidak membaca, Anda tidak memiliki kontribusi apa-apa. Anda tidak bisa berbicara tentang peradaban jika Anda sendiri malas membaca. Ayat pertama yang Allah turunkan adalah ‘Iqra’—’Bacalah.’ Jika Anda bahkan tidak mampu menjalankan perintah pertama ini, maka Anda tidak layak berada di sini. Jangan buang waktu, minggir saja, dan biarkan orang-orang yang mau berjuang dengan itqan (penguasaan) yang mengambil peran.”
Kalimat kedua:
“Dari mana Anda bicara soal memperjuangkan syariat jika Anda tidak memahami literatur yang ada? Bagaimana Anda akan memperjuangkan sesuatu jika Anda tidak tahu apa yang Anda perjuangkan? Jika literatur Islam tidak pernah Anda pelajari, bagaimana mungkin Anda bisa memahami syariat dan peradaban Islam? Tidak heran perjuangan selalu gagal, karena fondasi dan pengetahuan kita tidak pernah kokoh.”
Menurut Ustaz Budi, peradaban dan syariat Islam seperti bangunan masjid yang kokoh, terdiri dari berbagai elemen yang saling mendukung satu sama lain. Semua aspek ini, lanjutnya, dapat dipelajari melalui literasi yang baik. Oleh karena itu, membaca literatur Islam menjadi langkah fundamental untuk memahami apa yang harus diperjuangkan dan memastikan bahwa perjuangan ini tidak mudah dihancurkan oleh lawan.
“Membaca literatur Islam akan memberikan inspirasi yang tak terbatas. Banyak yang miskin ide dan inspirasi karena kurang membaca. Namun, dengan literasi yang kuat, Anda bisa merancang hal-hal baru yang mungkin belum pernah dipikirkan oleh orang lain di zaman sekarang,” tambahnya.
Ustaz Budi juga menyemangati Ketua UKM Kalam tersebut agar tidak berkecil hati jika majelis membaca mereka hanya dihadiri oleh sedikit orang.
“Orang-orang yang tetap bersama Antum adalah mereka yang benar-benar akan membawa peradaban ini maju ke depan. Jangan berkecil hati, mulai saja dengan yang ada,” tutupnya.
Ceramah tersebut mendapatkan apresiasi dari para peserta yang hadir yang merasa termotivasi untuk lebih giat membaca dan memahami literatur Islam sebagai upaya untuk turut serta membangun kejayaan peradaban Islam di masa depan.
