Penulis: admin

  • Mahkota Ulama

    Mahkota Ulama

    Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Mujadilah : 11).

    Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengangkat para ulama ke derajat yang Dia lebihkan atas selain mereka. Para ulama adalah orang-orang yang telah Allah pilih untuk lebih mengenal Allah, mengenal ajaran-Nya. Itu semua karena mereka mengamalkan ilmu mereka dengan benar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

    “Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan Balasan ketaqwaannya.” (QS. Muhammad : 17)

    Para ulama juga adalah orang-orang yang diajari oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala karena ketakwaan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 282)

    Dengan keberadaan para ulama maka manusia hidup dalam lentera ilmu dan jauh dari gelapnya kebodohan. Dengan memainkan peran para Nabi, ulama memikul estafet risalah islam di atas pundak-pundak mereka. Rasulullah r bersabda, “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar juga dirham, hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambilnya maka telah mengambil bagian yang besar.” (HR. Abu Dawud dalam As-Sunan 4/57, Tirmidzi 5/48, dan Ibnu Majah 1/81).

    Para ulama adalah orang-orang yang dimuliakan oleh Allah I, maka sudah sepantasnya sebagai penuntut ilmu menjaga adab-adab kepada mereka. Sejarah mencatat bahwa para salaf sangat memperhatikan masalah ini, diantaranya:

    Adalah Abdullah bin Al-Mubarak (w.181 H) pernah menyatakan, “Hampir-hampir adab menjadi dua pertiga ilmu.” (Ibnul Jauzi dalam Shifah As-Shahwah 4/120).

    Muhammad bin Sirin (w.110) mengatakan, “Dahulu para salaf mempelajari al-huda (adab) sebagaimana mereka mempelajari ilmu.” (Al-Jami’ li Akhlaq Ar-Rawi Adab As-Sami’)

    Yahya bin Muhammad Al-Anbari (w.344 H) berkata, “Ilmu tanpa adab bagai api tanpa kayu, dan adab tanpa ilmu bagai jasad tanpa ruh.” (Al-Baghdadi dalam Syarf Ashab Al-Hadits Hal 122).

    Luar biasa! Perhatian para ulama mengenai hal ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Jika ilmu adalah satu sisi mata uang maka adab adalah sisi mata uang yang lain. Jika satu sisi ini hilang maka uang tersebut tidak berlaku. Nah, berikut adalah beberapa adab-adab kepada para ulama:

    1. Ber-mulazamah

    Dengan senantiasa menghadiri majelis ilmu mereka dan mengambil adab serta ilmu yang tercurah darinya. “Sambil menyelam minum air”, tukas pribahasa Indonesia. Abu Darda t berkata, “Termasuk kefakihan seseorang yakni ketika ia mengetahui kapan ia berjalan, masuk dan keluar bersama ahli ilmu.” (Jami’ Bayan Al-Ilm wa Fadhlih, 1/127). Dengan ber-mulazamah kepada ulama seseorang mendapatkan ilmu yang lebih praktis dan mudah dipahami, para ulama telah mencurahkan energi dan waktu mereka untuk menyelami ranah ilmu yang sangat luas dan dalam, maka dengan ber-mulazamah kita bisa banyak mengambil banyak benang merah dari ilmu yang luas tersebut. Bayangkan betapa beratnya jika seseorang harus mengambil sari dari kitab-kitab yang tebal, lalu bandingkan dengan orang-orang yang betah duduk di majelis ilmu.

    mahkota ulamaHendaknya seorang penuntut ilmu memperhatikan betapa besar peran mulazamah ini dalam meningkatkan ilmunya, tidak sekedar mencukupkan diri dengan membaca kitab-kitab saja. “Barang siapa yang dalil-nya adalah kitabnya maka salahnya lebih banyak dari benarnya”, begitu kata sebagian ulama. Namun Syaikh Al-Utsaimin pernah mengomentari perkataan ini, menurut beliau bahwa perkataan ini tidak sepenuhnya benar dan tidak juga salah. Beliau berkata, “Adapun orang yang mengambil ilmu dari setiap buku yang ia lihat maka sudah pasti lebih banyak salahnya. Dan orang yang bertumpu pada buku-buku para ulama terkenal akan sifat ilmiah, amanah dan tsiqah, maka yang demikian kesalahannya tidak terlalu banyak bahkan banyak benarnya.” (Kitab Al-Ilm)

    1. Bersungguh-sungguhdalam menuntut ilmu

    Hendaknya seorang penuntut ilmu menghadirkan jasad, hati, dan pikiran ketika proses transfer ilmu. Jangan sampai seorang penuntut ilmu disibukkan oleh hal-hal yang tidak penting. Hati-hati memilih teman duduk, jangan sampai membuat majelis di dalam majelis. Diriwayatkan bahwa Al-Hasan bin Ali Radiyallahu ‘anhuma pernah memberi wejangan kepada anak beliau, “Wahai anakku, Jika engkau duduk di majelis para ulama maka jadilah tamak untuk mendengar daripada berbicara! Belajarlah diam yang indah! Jangan pernah memotong satupun perkataannya walau beliau berpanjang lebar sampai beliau mencukupkannya!” (Jami’ Bayan Al-Ilm wa Fadhlihi, 1/130)

    1. Sabar

    Para ulama adalah manusia yang memiliki berbagai macam tabiat. Ada yang lembut, lugas, tegas, pemarah dan lain-lain sebagaimana umumnya manusia.Kesabaran penuntut ilmu ketika menyertai gurunya adalah syarat wajib yang harus dipenuhi demi mendapatkan ilmu. Dikisahkan bahwa Al-‘Amasy adalah seorang yang memiliki kebiasaan meludah ke arah kiri ketika berbicara di dalam majelis, namun beberapa murid beliau tidak ada yang sangsi untuk duduk di sisi kiri beliau, menimba ilmu dan bersabar dengan konsekuensi duduk di tempat tersebut.

    Seorang penuntut ilmu yang bersabar di dalam menghadapi kesulitan dalam menuntut ilmu secara umum akan mendapatkan dua hal: 1) Pahala orang-orang yang bersabar; 2) Mendapatkan hasil/akibat di sisi Allah. “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad);tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Qs. Hud : 49)

    1. Tawadhu’

    Yakni dengan senantiasa memposisiskan diri sebagai murid yang membutuhkan ilmu. Laksana kecambah kecil yang butuh sinar matahari. Walaupun ilmu yang disampaikan sudah pernah didengarkan sebelumnya, jadilah seperti murid baru yang hadir di hari pertama sekolah. Atha’ bin Abi Rabah (w.114) rahimahullah berkata, “Sesungguhnya saya pernah mendengarkan hadits dari seorang laki-laki padahal saya lebih mengetahui hadits tersebut namun saya perlihatkan kepadanya seakan-akan saya tidak mengetahuinya sama sekali.” (Abu Nua’im dalam Al-Hilyah 3/311 biografi Atha’ bin Abi Rabah rahimahullah). Benarlah sabda Nabi r, “Dan barang siapa tawadhu’ karena Allah maka Allah akan mengangkatnya.” (HR. Muslim No. 2588). Allah subhanahu wa ta’ala mengekalkan nama mereka pada hari ini.

    Allah berfirman, “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Qashash : 83).

    1. Bertanya

    Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya tentang kunci sukses beliau dalam menuntut ilmu, maka beliau berkata, “Dengan lisan yang senantiasa bertanya, dan hati yang senantiasa berpikir.”

    Hendaknya seorang penuntut ilmu memanfaatkan keberadaannya bersama sang ulama dengan sebaik-baiknya. Malu bertanya adalah penghalang turunnya ilmu. Dan sebaliknya juga demikian, sombong membuat seseorang enggan bertanya karena merasa sudah tahu. Pertanyaan yang diajukan juga harus berbobot dan memang diperlukan. Hendaklah seindah mungkin dalam bertanya. Tidak menanyakan sesuatu yang tidak terjadi. Yang paling penting tidak mengadakan ujian untuk gurunya. Maksudnya adalah tidak menanyakan sesuatu yang sudah diketahui untuk menguji ilmu sang guru.

    1. Memuliakan para ulama

    Hendaknya seorang penuntut ilmu mengagungkan kedudukan para ulama. Membela kehormatan mereka ketika ada yang mencela. Jika tidak memiliki kesanggupan untuk itu maka hendaknya ia meninggalkan majelis ghibah tersebut. Jika sang ulama memiliki kesalahan maka haram baginya untuk menyebarkannya kepada manusia.

    Bayangkanlah! Betapa beratnya ganjaran orang yang menggunjing dan membongkar aib seorang muslim, apalagi yang digunjing adalah ulama. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12).

    Imam Ibnu Asakir rahimahullah (w. 571) berkata, “Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah memberi taufik kepadaku dan engkau dalam ridha-Nya dan menjadikan kita termasuk orang yang takut pada-Nya- bahwasanya daging para ulama itu berbisa, dan kebiasaan Allah dalam menyingkap para pencela mereka (ulama’) telah diketahui bersama. Barang siapa mencela mereka dengan sesuatu yang tidak ada pada mereka, maka Allah memberinya bencana berupa hati yang mati.” (Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ 1/589). Mengerikan bukan? Oleh itu mari menahan lisan dari aib para ulama.

     

    Di sisi lain apabila aib ulama diumbar di hadapan masyarakat, maka wibawa sang ulama akan jatuh. Akhirnya dakwah sang ulama tidak lagi efektif dan diterima walau perkataannya benar. Allahul Musta’an.

    Demikianlah segelintir adab-adab penuntut ilmu kepada para ulama. Sudah pasti berhias dengan adab menjadikan seseorang semakin diberkahi dalam ilmunya. Allah yang telah menganugerahkan mahkota ilmu kepada para Ulama, membuatnya bersinar terang. Menembus ruang dan waktu. Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk beradab di hadapan mereka.

    (Muhammad Ibrahim)

  • Ustadz Manshur Salim Isi Taklim Ukhuwah di STIBA

    Ustadz Manshur Salim Isi Taklim Ukhuwah di STIBA

    pengajian ukhuwah2[stiba.net] : Selasa malam 22 Jumadal Akhirah 1435 H atau bertepatan dengan 22 April 2014 M, Bidang Keasramaan STIBA Makassar kembali mengadakan salah satu kegiatan internal kampus yaitu Taklim Ukhuwah. Taklim sekali setahun ini dihadiri oleh segenap sivitas akademika STIBA Makassar. Tidak seperti biasanya, taklim kali ini digelar di halaman depan asrama. Suasana malam di bawah temaram cahaya lampu menambah eksotisnya suasana taklim bertajuk ukhuwah ini.

    Sebagai pemateri adalah al-ustadz KH. Mansur Salim hafidzahullah yang merupakan guru senior para asatidzah di Kampus STIBA Makassar. Dengan kerendahan hati, beliau mengutip perkataan Syaikh A’id al-Qorni,

    “Tidaklah kedudukanku atas kalian melainkan hanya sebagai seorang penjual kurma untuk penduduk Madinah. Dan tidaklah kedudukanku atas kalian melainkan hanya seorang penjual air zam-zam untuk penduduk Makkah.”

    Kemudian beliau menyambung tuturnya dengan kutipan lain, “Apakah saya harus mengajari kera-kera bagaimana cara memanjat pohon? Atau mengajari buaya-buaya bagaimana caranya berenang?” Tentunya ini menujukan sikap tawadhu beliau, sebab siapa di antara kita yang tidak mengetahui kedalaman ilmu beliau. Seorang motivator handal yang selalu menyerukan, “Tidak layak seseorang dikatakan ustadz kalau dia akan kehabisan bahan saat membawakan ceramah.”

    Sebelum pemaparan materi, beliau memanggil salah seorang mahasiswa penghapal al-Qur’an, Muthohhir Ansar sebagai penyambung lidah dalam menyampaikan dalil. Selanjutnya beliau mengutip firman Allah dalam surah al-Hasyr yang memiliki kandungan doa agar dijauhkan dari sifat hasad dan dengki terhadap saudara seiman. Karena sifat hasad dan dengki merupakan perangkap setan yang akan merusak ukhuwah kaum muslimin. Berkaitan dengan sifat hasad ini, beliau mengutip kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam bersama saudara-saudaranya. Dalam kisah, tampak jelas kalau sifat hasad telah merusak dan menutup nurani saudara-saudara Nabi Yusuf. Kisah seperti ini tentunya akan memberi pelajaran berharga untuk kita yang hidup berjamaah. Yang mana di dalamnya begitu banyak karakter dan kepribadian yang harus dimengerti satu sama lainnya.

    Di sisi lain, kisah Nabi Yusuf tersebut mengajari kita akan mulianya sikap sabar dan manisnya buah dari kesabaran itu. Kita lihat bagaimana Allah mengangkat derajat Nabi Yusuf sebagai balasan atas kesabaran beliau.

    Selanjutnya, beliau menggarisbawahi sifat salamatu ash-shadr dengan mengutip sebuah kisah saat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada sahabatnya, “Akan datang seorang penghuni surga.” Dengan rasa ingin tahu, tentu para sahabat bertanya-tanya siapa orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tersebut. Dikisahkan bahwa ternyata orang tersebut bukanlah sahabat yang memiliki kapasitas ilmu yang memadai, dan bukan pula ahli ibadah. Melainkan ia hanya seorang yang memiliki sikap salamatu ash-shadr, yaitu sikap lapang dada dan senantiasa memaafkan kesalahan orang lain meskipun orang tersebut tidak minta maaf kepadanya.

    Kemudian beliau menutup pemaparan materi beliau dengan urgensi sikap lemah lembut dalam menjalin sebuah ukhuwah. Disabdakan oleh Rasulullah bahwasanya, “Tidaklah sikap lemah lembut itu berada pada seseorang melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah ia hilang melainkan akan menodainya.” Sikap lemah lembut ini akan mengekalkan ukhuwah. Yang mana ukhuwah ini memiliki nilai agung yang tidak bisa dibeli dengan dunia beserta isinya. Bahkan disabdakan oleh Rasulullah, bahwasanya di akirat kelak Allah akan menanyakan hamba-hamba-Nya yang saling mencintai karena-Nya, “Di mana mereka yang saling mencintai karena keagungan-Ku. Hari ini akan Aku naungi mereka di bawah naungan-Ku, hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Ku.”

    Tak sampai di situ, akan tetapi ukhuwah ini akan dibawa sampai ke surga Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana firman Allah, “Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka, mereka merasa bersaudra, dan duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (al-Hijr: 47). [sarmin/stiba.net]

     

  • Kajian Shahih Bukhari di Masjid STIBA Bahas Kitab al-I’tisham bi al-Kitab wa as-Sunnah

    Kajian Shahih Bukhari di Masjid STIBA Bahas Kitab al-I’tisham bi al-Kitab wa as-Sunnah

    bukhariButuh waktu beberapa tahun untuk menyelesaikan pembahasan satu kitab dalam shahih Bukhari. Hal ini sebagaimana yang terjadi dan dialami oleh Ketua STIBA Makassar saat membahas kitab-kitab dalam Shahih al-Bukhari. Pengajian rutin pekanan yang diistilahkan dengan adDirasah at-Ta’shiliyah Jam’iyah al-Hadits asy-Syarif ini berlangsung setiap hari Rabu bakda Shalat Ashar di Masjid Kampus STIBA Makassar. 
     
    Sejak pertama mengkaji Shahih Bukhari pada tahun 1419 H/1999 M, hingga kini Ustadz Muhammad Yusran Anshar baru menyelesaikan tiga kitab, yaitu Kitab al-‘Ilm, Kitab al-Adab, dan Kitab al-Isti’dzan. Sementara Kitab ash-Shaum pernah dikaji khusus pada bulan Ramadhan namun tidak selesai.
    Rabu, 23 Jumadal Akhirah 1435 H, setelah mempertimbangkan usulan-usulan dari para mahasiswa dan peserta pengajian, dosen hadits Medinah International University (MEDIU) ini akhirnya menetapkan Kitab al-I’tisham bi al-Kitab wa as-Sunnah sebagai pembahasan selanjutnya. Kitab kedua dari yang terakhir dalam Shahih al-Bukhari.
     
    Selain diikuti oleh para mahasiswa, taklim rutin ini pun terbuka untuk masyarakat umum yang ingin lebih mengenal dan mendalami kitab yang paling shahih bagi umat Islam setelah al-Qur’an al-Karim. Sementara bagi kaum muslimin yang tidak sempat hadir langsung dapat menyimak pengajian tersebut di Radio Makkah AM di frekuensi 954 KHz yang menyiarkan secara langsung pengajian ini. [sq]
     
    Dirasah Ta’shiliyah Jam’iyah al-Hadits asy-Syarif
    Narasumber tetap           : Ustadz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A (Ketua STIBA Makassar)
    Kitab yang Dikaji              : Shahih al-Bukhari Kitab al-I’tisham bi al-Kitab wa as-Sunnah
    Waktu                                   : Setiap Rabu bakda shalat Ashar
    Tempat                                : Masjid Kampus STIBA Makassar
    Peserta                                : Terbuka untuk umum
  • BEM STIBA Makassar Gelar Muktamar I

    BEM STIBA Makassar Gelar Muktamar I

    C360_2014-04-18-23-52-55-649[stiba.net] : Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang merupakan lembaga kemahasiswaan tertinggi kampus STIBA Makassar, baru-baru ini menyelesaikan agenda besarnya yaitu muktamar. Terhitung sejak hari Jumat hingga Ahad lalu (18-20 Jum. Akhirah 1435 H/18-20 April 2014 M), acara ini berlangsung dengan lancar dan sukses. Ini adalah muktamar pertama yang resmi diadakan sejak didirikannya STIBA pada tahun 1419 H/1998 M.

    Dengan mengusung tema “Rojulun Dzu Himmah ‘Aliyah Yuhyi al-Ummah” (Pemuda denganSemangat yang Tinggi Bangkitkan Umat), 48 peserta muktamar seakan-akan mendapat suntikan energy infinity (energi tanpa batas) meskipun musyawarah berlangsung dari pagi hingga larut malam. Ditambah dengan taujihat pada pembukaan acara dari Ustadz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A. (ketua STIBA Makassar) akan pentingnya musyawarah dan himmah ‘aliyah dalam sebuah organisasi, membuat seluruh peserta semakin menyadari akan pentingnya hal tersebut.

    Sebagaimana muktamar pada organisasi atau lembaga lainnya, muktamar BEM STIBA ini memuat agenda pembahasan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Garis-Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO), petunjuk pelaksanaan (juklak) dan juga pemilihan ketua lembaga yang baru. Bukan hanya pemilihan ketua BEM, tapi juga lembaga yang berada di bawah naungannya seperti Bagian Keasramaan, Biro Rumah Tangga Masjid (BRTM), Pengembangan & Pengawasan Bahasa (P2B), dan Forum Mahasiswa Luar Asrama (Formal).
    Dan satu hal lagi yang sangat penting dalam muktamar ini adalah pengesahan visi dan misi BEM STIBA Makassar, yang merupakan tujuan dan langkah lembaga dalam menjalani masa kepengurusan.

    Adu argumen dan sanggahan yang sehat dan tertib mewarnai jalannya muktamar, karena seluruh peserta mematuhi tata tertib musyawarah dan peran presidium sidang yang baik dalam menengahi masalah yang ada.

    Setelah melaksanakan musyawarah selama 2 hari, tibalah saatnya untuk menentukan ketua-ketua lembaga pada hari ke-3. Dari BEM, terpilihlah Akh Fadli Multazam dari Sinjai sebagai ketua. Akh Abdul Jabbar dari Kolaka diangkat menjadi ketua Asrama. Akh Muthahhir Anshar dari Siwa terpilih menjadi ketua BRTM, sementara Akh Fahmi Alfian dari Samarinda dinobatkan menjadi ketua P2B, dan Akh Muhammad Taufik sebagai ketua Formal.

    Sebagai penutup, Ust. Ahmad Syarifuddin, Lc. (Ketua Bidang Kegiatan Mahasiswa STIBA) mewakili seluruh sivitas akademika mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta muktamar yang telah meluangkan waktunya dan menasihatkan untuk saling ta’awun (bekerja sama) dengan pihak akademik demi menyelaraskan dan mewujudkan visi-misi STIBA Makassar dengan BEM dan lembaga-lembaga kemahasiswaan lainnya. (arif/stiba.net)

     

  • SERIAL ALUMNI: Setahun di Pedalaman Dairi Sumatera Utara

    SERIAL ALUMNI: Setahun di Pedalaman Dairi Sumatera Utara

    icinBismillah

    Segala pujian hanya mililk Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Keselamatan dan kesejahteraan semoga tercurah atas rasul-Nya Muhammad—shalallaahu Alaihi wasallam. Demikian pula kesejahteraan serta keselamatan atas para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan keselamatan.

    Bagi kebanyakan alumni sebuah perguruan tinggi, bekerja usai kuliah adalah sebuah harapan. Empat tahun atau lebih berkutat dengan pelajaran dan tugas-tugas, maka saatnya untuk bekerja lalu menerima gaji. Demikian halnya yang dirasakan oleh Rahizin Muhammad saat baru saja menyelesaikan studinya di Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar. Terlebih lagi, pemuda asal Poso ini telah menyandang status sebagai suami juga ayah dari seorang bayi.

    Dakwah  adalah sebuah pekerjaan yang sangat mulia. Karenanya, ketika ia mendengarkan keputusan penempatan para dai alumni STIBA Angkatan 1429/2008, dengan mengucap basmalah ia bulatkan tekadnya untuk  melangkah.

    Rohizin ditempatkan di satu daerah yang belum ia kenal sama sekali. Karo, sebuah nama yang pertama kali terdengar di telinganya. Dalam hati ia berbisik, semestinya seorang dai sebelum mendatangi lahan dakwahnya, ia mengenali medannya terlebih dahulu, demikian pula mengenali mad’u-nya. Namun ia bertawakkal kepada Allah Ta’ala dan pantang surut ke belakang.

    Dua bulan setelah pembacaan SK penugasan, Rohizin memboyong anak dan istrinya ke Kota Banda Aceh. Tiba di Banda Aceh, ia disambut oleh Ustaz Aswanto Muhammad Takwi, Lc. beserta rombongan.  Kegembiraan terpancar dari wajahnya. Akhirnya ia berjumpa dengan orang-orang yang sebelumya pernah satu kampus bahkan satu asrama dengannya ketika masih kuliah di STIBA. Di antaranya Busyra Salhas, Khairul Fuadi, Muhammad Amri dan masih banyak lagi.

    Tentang Dairi

    Dairi adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang beribu kota Sidikalang. Dairi adalah daerah pegunungan yang subur. Kesuburannya terlihat dari tumbuh suburnya berbagai tanaman buah juga sayuran. Tanaman tomat, cabai, wortel dan berbagai tanaman holtikultura lainnya menjadi pemandangan di sepanjang jalan menuju Dairi. Demikian pula buah stoberi hingga buah durian.

    Kesuburan dan keindahan tanaman di Dairi ternyata tidak dibarengi dengan subur dan indahnya ajaran Islam, kaum muslimin masih banyak hidup dengan kesyirikan, bidah dan khurafat. Hal ini tercermin dalam kehidupan mereka setiap hari. Mereka masih lebih mengagungkan acara-acara  adat ketimbang mengamalkan ajaran Islam.

    Dairi adalah daerah yang mayoritas penduduknya beragama Nasrani. Hal itu terlihat dari banyaknya bangunan gereja yang berdiri kokoh sepanjang jalan.  Senyum tersungging di bibirnya tatkala menemukan ternyata di sana masih ada dari kaum muslimin yang ingin mempelajari din ini dengan lebih baik.

    Ujian Berat di Kota Banda Aceh

    Satu ujian yang cukup  berat yang sebelumnya tidak pernah menimpa Rohizin sekeluarga, ketika satu pekan semenjak mereka sampai di Kota Banda Aceh, istrinya terjangkit demam berdarah yang sangat parah sehingga mengharuskan ia dirawat di rumah sakit selama 5-6 hari. Ujian ini mereka rasakan sangat berat karena pada saat itu mereka masih beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Jauh dari sanak famili. Sang bayi yang sangat membutuhkan ASI. Juga keuangan yang memprihatinkan. Alhamdulillah, indahnya ukhuwah kembali mereka rasakan ketika para ikhwan dan akhwat mengunjungi mereka, segala urusan mejadi mudah bahkan sampai biaya rumah sakit pun teratasi.

    Kurang lebih satu bulan mereka berada di Kota Banda Aceh. Rasa penasaran dengan Karo yang letaknya jauh dari Banda Aceh, sekitar 18 jam perjalanan bus mengusik perasaannya. Ia sangat penasaran dengan desas-desus tentang  Karo sebagai daerah yang penduduknya mayoritas Nasrani, pendudukya berwatak keras, kesyirikan merajalela, pemuja arwah leluhur, umat Islam jahil terhadap agamanya, dan lain-lain.

    Hari Pertama di Karo

    Desas-desus tentang Karo ternyata benar adanya. Hanya saja tempat yang ia tuju ternyata bukan Kabupaten Karo tapi Kabupaten Dairi yang letaknya sekira empat jam perjalanan bus dari Karo.

    Karo dan Dairi tidak jauh beda. Di sepanjang perjalanan Rohizin dapat melihat begitu jauhnya mereka dari agama dan mendarah dagingnya budaya. Hal itu terlihat dari banyaknya kuburan nenek moyang mereka yang diagungkan dan juga upacara adat yang dilakukan.

    Hari pertama di Dairi bukanlah hari yang menyenangkan bagi Rohizin dan keluarga. Dairi terlalu aneh dan asing bagi mereka. Suasana dan aura mistik menyelimuti hampir seluruh kawasannya. Banyak hal yang berbeda dari tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi.

    Tiba di rumah salah satu warga desa yang mereka tuju, anaknya yang saat itu masih berumur satu tahun tiba-tiba menangis histeris. Ketakutan. Terlihat dari sorot matanya dia memandang sesuatu yang aneh. Tangisannya berbeda. Belum pernah mereka dengarkan sebelumnya. Setelah dibacakaan ayat-ayat Al-Qur’an oleh orang tuanya, alhamdulillah tangisannya pun terhenti.

    Fenomena Aneh tapi Nyata

    Lolongan anjing mengiringi kumandang azan adalah satu pemandangan yang membuat miris hati Rohizin. Selalu terulang setiap kali masuk waktu-waktu salat, ketika Rohizin mengumandangkan azan di masjid  terutama waktu Subuh dan Zuhur. Adapun waktu salat yang lain, azan sering dikumandangkan oleh anak-anak TPA. Anehnya, tak ada lolongan anjing. Yang sangat mengherankan Rohizin saat itu adalah azan yang dikumandangkannya selalu diiringi oleh lolongan anjing sampai azan berakhir. Lolongan itu akan terulang ketika ikamah dikumandangkan. Kejadian ini berlangsung lama bahkan sampai berbulan-bulan.

    Bertemu dengan Seorang Tokoh

    Bapak Sudarianto Lumban Gaol namanya, dia adalah seorang tokoh masyarakat yang sangat berarti dalam dakwah Ustaz Rohizin. Allah mempertemukannya melalui salah seorang yang juga sangat berarti pada awal mula mereka sampai di Dairi.

    Suatu ketika dia sempat mengunjungi Rohizin di kediamannya. Tampak raut kecemasan dan kegelisahan tercermin dari wajahnya. Rupanya beliau cemas akan keselamatan Rohizin sekeluarga karena menurut yang ia saksikan selama ini, para pendatang yang masuk di daerah ini tidak bertahan lebih dari tiga bulan. Hal itu dikarenakan kondisi masyarakat dan daerah yang sangat berbeda dengan daerah lainnya. Juga masih banyaknya pemuja setan yang pada gilirannya para pendatanglah yang menjadi korban. Dan masih banyak lagi alasan yang ia kemukakan.

    Rupanya hal itu sempat menciutkan nyali Rohizin. Terlebih lagi indikasi tersebut sudah terbaca olehnya sejak awal pertama kali memasuki daerah tersebut. Banyak nasihat yang disampaikan oleh Pak Sudarianto kepada mereka sekeluarga terutama anjuran untuk memperbanyak berzikir sebagai benteng keselamatan mereka sekeluarga.

    Keberhasilan-Keberhasilan Dakwah di Dairi

    Ustaz Rohizin merasakan sangat banyak nilai positif perkenalannya dengan Pak Sudarianto–semoga Allah selalu melindunginya. Perkenalan dengannya membuka jalan dakwah bagi Rohizin. Banyak kegiatan dakwah yang terbentuk berkat kerja sama dengannya, di antaranya tablig akbar sekecamatan yang dilaksanakan tiap awal bulan, terbukanya TPA di tiga tempat, kajian akidah setiap malam Jumat (pengganti yasinan) bersama para tokoh imam masjid, kajian hari Jumat bersama ibu muslimah. Bahkan pengajaran Al-Qur’an dan juga bahasa Arab bersama anak-anak remaja, khotbah Jumat, dan lain-lain. Kegiatan tablig akbar yang diselenggarakan tiap bulan ini diisi oleh para dosen Ma’had Assunah Medan, di antaranya adalah Ustaz Gerhana Latang dan Ustaz Hasanuddin yang merupakan teman sekelasnya dulu ketika kuliah di STIBA Makassar.

    Dakwah Bersama Akh Abdul Saddan Lingga

    Abdul panggilan akh ini. Salah seorang pemuda yang sangat gigih membantu jalannya dakwah Rohizin. Abdul adalah alumni salah satu pesantren di Sukabumi. Seorang pemuda yang gagah berani, tampan, pandai retorika, dan lumayan cerdas. Lingkungan juga pergaulan yang memengaruhinya menjadikan dia futur dan akhirnya mengasingkan diri dan memilih hidup sendiri di kebun. Namun dari raut wajahnya terlihat ada harapan untuk menjadi lebih baik.

    Alhamdulillah beliau sekarang menjadi orang yang lebih saleh—insya Allah—dan tinggal bersama orang-orang yang saleh pula. Abdul banyak mendampingi Rohizin dalam kegiatan dakwahnya, terutama kegiatan malam hari. Dinginnya udara Dairi juga hujan yang terkadang dibarengi es sebesar biji jagung sering mereka tembus bersama. Mengandalkan kendaraan Mega Pro, mereka mendaki pegunungan kopi, durian, juga sayur-sayuran.

    Terjebak Pohon Tumbang

    Suatu malam yang disertai gerimis, tepatnya saat ada jadwal mengajar Al-Qur’an dan bahasa Arab bagi para remaja, ustaz kita ini sendirian mengendarai motornya menuju masjid Tiga Baru yang letaknya kurang lebih lima kilometer dari kediamannya.

    Sesampai di masjid, ternyata para remaja tersebut tidak hadir dikarenakan hujan yang semakin deras. Ia pun berkesimpulan untuk kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang sekira dua kilometer dari rumah kediamannya, sebatang pohon tumbang tepat di tengah jalan.

    Susah payah Rohizin berusaha menyingkirkannya. Sayangnya, berhubung pokok kayu yang sangat besar, ditambah lagi tidak adanya peralatan, dan posisi pohon tersebut tumbang tepat di atas jalan yang mendaki dan menikung, serta di bawahnya ada jembatan dan sungai, maka dengan rasa takut dan cemas juga kesulitan saat memutar arah sepeda motornya, ia menempuh jalan lain yang jaraknya tiga kali lipat lebih jauh. Syukurnya, persediaan bensin cukup memadai, kalau kehabisan kira-kira beli di mana? Gumamnya dalam hati.

    Kesalahpahaman yang Mengancam Jiwa

    Kejadian bermula dari keluhan seorang wanita tua. Selepas salat Magrib, seorang muslimah tua menemui Ustaz Rohizin di luar masjid. Wanita tua itu menyampaikan tentang keprihatinannya atas sikap tetangganya yang beragama Nasrani yang pada saat itu akan melaksanakan upacara pernikahan anak gadisnya. Ia menyampaikan bahwa para tetangga yang ikut membantu penyelenggaraan  acara tersebut kurang  menghargai masjid yang dibangun oleh kaum muslimin.

    Rumah pemilik hajat  sangat berdekatan dengan masjid yang dimaksud. Menurut pengakuan muslimah tersebut, para tetangga ini menyembelih babi di halaman rumahnya yang sangat berdekatan dengan halaman masjid.  Jarak masjid dengan rumah pemilik hajat kira-kira 20 meter. Sementara rumah Rohizin sendiri berjarak sekitar 50 meter dari masjid.

    Muslimah ini merasa keberatan atas perilaku tetangganya ini, tapi ia tidak berani protes juga menasihati mereka. Maka ia mengadukan hal ini kepada Ustaz Rohizin dengan harapan beliau sanggup menyelesaikan hal ini.

    Tak diduga, seorang ustaz dari Medan berkunjung saat itu. Ustaz Jaka nama kecilnya. Dengan Ustaz tersebutlah Rohizin bertukar pendapat sehingga menghasilkan suatu kesimpulan untuk menyampaikan hal itu kepada seorang yang mereka anggap tokoh dan juga bertanggung jawab atas keberadaan mereka di tempat tersebut.

    Keesokan harinya, tepatnya setelah salat Subuh, mereka menuju ke kediaman tokoh tersebut yang jarak rumahnya sekitar tiga kilometer dari kediaman Rohizin.  Kepada sang tokoh, mereka sampaikan kejadian tersebut, juga permohonan agar para tetangga yang beragama Nasrani ketika menyembelih babi tidak di kompleks yang berdekatan dengan masjid, supaya ada sikap saling menghargai antar umat beragama. Mereka tidak keberatan ketika warga Nasrani tersebut menyembelih babi asalkan jauh dari kompleks masjid.

    Sejurus kemudian sang tokoh mengambil telepon genggamnya dan menghubungi pemilik hajat. Dengan saksama mereka berdua mendengarkan pembicaraan melalui telepon itu, namun kedua ustaz ini kurang memahami karena terkadang dalam pembicaraan mereka menggunakan bahasa daerah.

    Rohizin bersama Ustaz Jaka sangat lega ketika dikatakan urusan telah selesai. Namun mereka terkejut  ketika menuju ke tempat kediaman Rohizin yang juga berdekatan dengan rumah pemilik hajat, terlihat dari wajah-wajah tetangga dan juga sorot mata  mereka yang menyiratkan kebencian dan permusuhan. Tidak tampak ada senyuman sedikit pun dari mereka. Sikap yang sangat berbeda dari sebelumnya. Perlu pembaca ketahui, umat Nasrani di tempat pemukiman ini sangat ramah dan murah senyum sebelum kejadian tersebut.

    Pemandangan ini rupanya cukup mengusik ketenangan Rohizin, terlebih lagi saat itu Ustaz Jaka telah pulang ke Medan. Hari- hari berlalu dipenuhi kegelisahan dan kecemasan. Hari-hari berlalu dan tersingkaplah sebuah alasan mengapa mereka menampakkan kebencian dan permusuhan kepada Rohizin. Desas-desus yang berhembus, rupanya mereka membenci Rohizin karena mereka mengaggap bahwa Ustaz Abu Hilyah telah melarang kaum Nasrani menyembelih babi pada hajatan pernikahan tersebut, sehingga mereka hanya mengonsumsi daging ayam saja. Rupanya ketegangan ini berawal dari kesalahpahaman saja. Dan alhamdulillah hal tersebut dapat diluruskan oleh Ustaz Rohizin Muhammad.

    Sebongkah Batu Bangunan Meretakkan Ukhuwah

    Kejadian bermula pada saat Rohizin  menuju Banda Aceh. Tepat di depan rumah kediaman mereka terdapat beberapa  batu besar sisa bangunan rumah yang didiaminya. Beberapa hari sebelum kejadian, datang seseorang yang meminta batu itu untuk keperluan tertentu, tanpa banyak berpikir Rohizin mengiyakan dengan alasan tidak mereka manfaatkan dan juga pembangunan rumah telah selesai. Lagi pula, menurut anggapan Rohizin, keberadaan batu tersebut mengganggu pemandangan mereka.

    Di luar dugaan, ternyata ada seseorang  yang menggugat batu tersebut dengan dalih batu itu miliknya. Awalnya Rohizin berlepas diri dan menyerahkan penyelesaiannya kepada yang bersangkutan. Ia mengaggap itu  hanya perkara sepele karena jumlah batu tersebut tidak lebih dari lima bongkah. Terlebih batu itupun sudah dikembalikan di tempatnya semula. Tapi rupanya, kejadian itu menjadi besar dan merembet ke masalah yang lebih serius.

    Selama itu Rohizin mengabaikan dan bersikap acuh tak acuh dengan harapan kejadian tersebut cukup sampai di situ dan tidak diperbesar lagi. Namun sangat disesali, sepulang dari salat Magrib tepatnya di samping masjid Rohizin dicegat oleh penggugat.

    Pembicaraan yang awalnya dingin berubah menjadi panas. Suara mulai meninggi dan bantah-membantahpun tak terelakkan lagi. Sejurus, mata Rohizin menangkap sebilah pisau terselip di balik baju si penggugat. Matanya nanar memandangi senjata tajam itu. Ia mulai menyadari, ada niat jahat dari orang yang berdiri di depannya saat ini. Belum lagi tercium aroma arak dari nafasnya.

    Keberanian Rohizin terpicu. Sepertinya pertarungan hidup mati ini tak bisa lagi dielakkan. Satu per satu tetangga mulai berdatangan dan berkumpul di sekitar mereka.

    Bersambung insya Allah…

  • Politik Transaksional Haram

    Politik Transaksional Haram

    money politicPolitik transaksional atau menjadikan pemilihan umum sebagai ajang bertransaksi antara kandidat dengan pemilihnya, memiliki kemudaratan yang besar. Antara lain, yaitu perilaku korupsi kandidat terpilih, transaksi materil menjadi investasi bagi para caleg yang tidak terbatas sehingga keberhasilan menduduki kursi parlemen menjadi ajang untuk mengembalikan modal investasi ini berikut keuntungan-keuntungannya. Hal ini membuat mereka memainkan anggaran yang memang menjadi tupoksinya, anggaran dari pemerintah untuk program-progam kesejahteraan rakyat menjadi lebih besar, namun mengalami kebocoran dan salah sasaran karena dikorupsi oleh penyetuju anggaran (DPR).

    Mudarat lain, yaitu biaya politik menjadi mahal dan tidak linear dengan kualitas orang-orang yang terpilih, lembaga legislatif bisa jadi hanya akan diisi oleh pemilik modal besar dan tidak memikirkan kepentingan rakyat kecuali apabila kepentingan mereka juga terakomodasi.

    Mudarat lainnya, yaitu kulturasi budaya materialistik, ada uang ada suara, sehingga dapat mengikis nilai-nilai luhur yang telah tertanam pada diri bangsa ini, seperti keikhlasan, kejujuran dan nasionalisme. Rakyat ikut terlibat dalam pemilihan umum karena kesadaran berbangsa yang baik, partisipasi dalam menentukan pemimpin negeri menjadi sifat mulia yang telah tertanam sejak dulu sebagai bagian dari nilai gotong royong membangun bangsa dan negara. Kesadaran yang baik ini akan terjaga dan memberi hasil yang berkah apabila dibingkai dengan nilai keikhlasan dan kejujuran, namun politik transaksional perlahan-lahan mengikis nilai budaya yang tinggi ini.

    Bagaimana Hukumnya?
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengancam pelaku sogok dan penerimanya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu. bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemberi dan penerima sogok (Sunan Abu Daud, 1971), juga diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, “Pemberi dan penerima sogok tempatnya di neraka” (Musnad al-Bazzar), bahkan riwayat Tsauban radhiyallahu ‘anhu mengancam pihak yang menghubungkan antara pemberi dan penerima sogok (al-raisy), juga ikut dilaknat (Musnad Ahmad bin Hanbal, 1999).

    Politik transaksional hakikatnya yaitu sogok menyogok antara calon anggota legislatif atau kandidat pemimpin dengan pemilihnya yang dihubungkan oleh tim sukses masing-masing calon atau koordinator para pemilih.

    Menurut al-Mawardi, sogokan atau risywah yaitu diberikan kepada pengelola negara atas dasar permintaan dan tekanan (al-Ahkam al-Sulthaniyyah). Calon anggota legislatif memberi uang dan menekan pemilih secara halus bahkan kasar agar dipilih, demikian pula sebaliknya, pemilih melakukan transaksi dengan calon atau kandidat dengan iming-iming suara yang juga hakikatnya adalah tekanan.

    Laknat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah menjelaskan secara langsung hukum dari politik transaksional ini, yaitu haram. Keharamannya berlaku atas tiga pihak, yaitu pemberi, penerima, dan penghubung antara pemberi dan penerima, sehingga patut bagi kaum muslimin untuk menghindarinya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas dasar ini juga telah memfatwakan tentang keharaman politik uang (money politic) dan semua bentuk politik transaksional lainnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua Umum MUI Pusat, Din Syamsuddin kepada media beberapa waktu yang lalu.

    Perbuatan sogok menyogok yang haram juga berimplikasi kepada uang/barang sogokan itu, sehingga bukan menjadi rejeki halal bagi para penerimanya, justeru tidak dapat dimanfaatkan karena sumber pendapatannya yang tidak benar menurut agama. Perbuatannya tidak boleh, maka hasilnya juga tidak halal.

    Pemilu Berkualitas
    Pemilihan umum menjadi jalan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, tugas dan kewajiban bersama seluruh rakyat untuk berpartisipasi dengan memilih para pemimpin yang memiliki integritas akhlak yang baik dan visi pembangunan bangsa seperti yang digariskan oleh para pendirinya (the founding fathers). Perdebatan tentang konsep demokrasi di Indonesia sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran agama, biarlah tetap bergulir dengan tetap mengapresiasi segala pandangan yang dasarnya adalah kebaikan bagi bangsa ini.

    Kandidat atau calon anggota legislatif yang menciderai pemilihan umum ini dengan politik transaksional, menjadi indikasi integritas akhlak yang buruk sehingga tidak layak memimpin negara, sebaliknya para pemilih yang telah menerima uang sogokan politik semoga dapat berpikir bahwa sikap pragmatisme hanya merugikan bangsa sehingga mau secara sukarela mengembalikan sogokan-sogokan ini. Mungkin akan lebih baik jika pada masa-masa yang akan datang pemerintah dengan perangkat yang ada bisa menerima uang-uang sogokan politik untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan negara yang dapat menutupi sebagian dari defisit APBN yang pada tahun 2014 ini mencapai nilai Rp. 175,4 triliun. Semoga..(*)

    Oleh:
    Dr. Rahmat Abd Rahman, Lc., M.A.
    Dosen Ilmu Hukum Islam STIBA Makassar/Anggota Forum Dosen Majelis Tribun Timur

    Sumber: http://makassar.tribunnews.com/2014/04/11/politik-transaksional-haram

     

  • BEM Putri STIBA Makassar Adakan Basic Leadership Training II

    BEM Putri STIBA Makassar Adakan Basic Leadership Training II

    BLTHayyakunnalah…!!! Alhamdulillah BEM Putri STIBA Makassar kembali menyelenggarakan BLT (Basic Leadership Training) tahap II. BLT kali ini bertajuk “Meniti Kepemimpinan Para Salaf dalam Mewujudkan Ummat yang Rabbani” yang dengannya diharapkan mampu melahirkan alumni-alumni BLT yang memiliki militansi dalam kepemimpinan dan tentunya tetap berpijak pada teori kepemimpinan para SALAF.

    Kegiatan ini diselenggarakan di Kampus Putri STIBA Makassar yang berlangsung sejak tanggal 5 sampai 7 Jumadal Ula 1435 atau 7 sampai 9 Maret 2014 dan dihadiri oleh sekitar 78 mahasiswi STIBA Makassar, terdiri dari mahasiswi semester IV I’dad Lughawy, semester II dan semester IV jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum.

    BLT kali ini dibuka langsung oleh Kabag Keputrian STIBA Makassar. Dalam sambutannya, beliau sangat berharap agar para peserta bermujahadah dalam mengikuti kegiatan ini selama 3 hari. Dan beliau menambahkan agar ada di antara peserta kelak bisa menjadi pemimpin di kalangan muslimah dengan basic ilmu syar’i, atau minimal ada yang bisa menggantikan posisi beliau sebagai Kabag Keputrian STIBA Makassar, yang spontanitas ucapan beliau ini mengundang gelak tawa para peserta.

    Untuk menghasilkan keluaran/kader-kader yang kelak akan menjadi pemimpin dan mampu bekerja sama dalam organisasi baik di lingkup UKM STIBA Putri Makassar itu sendiri, maupun kepanitian yang berada di luar lingkup STIBA, maka dihadirkan  para trainer-trainer yang memiliki kapabilitas dan kompetensi di bidangnya masing-masing. Mereka adalah tim pemateri BLT yang direkomendasikan langsung oleh Lembaga Muslimah DPP Wahdah Islamiyah Makassar untuk menjadi fasilitator dalam kegiatan ini.

    Dan akhirnya, sebagai bentuk follow up dari kegiatan ini, para alumni peserta BLT tahap II akan menyelenggarakan beberapa bentuk kegiatan dakwah di sektor-sektor yang menjadi target dakwah mereka.  Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi rabbil ‘alamiin..(*)

     

  • LIPIA Jakarta Jalin Kerja Sama dengan STIBA Makassar

    LIPIA Jakarta Jalin Kerja Sama dengan STIBA Makassar

    wadir  LIPIALIPIA Jakarta dalam waktu dekat ini akan mengirimkan lima orang dosennya ke STIBA Makassar. Kunjungan itu dimaksudkan untuk mengisi daurah pengajaran bahasa Arab dan daurah ilmu-ilmu syar’i yang telah diagendakan oleh STIBA Makassar. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Direktur LIPIA Jakarta Syaikh Dr. Abdurrahman bin Abdullah asy-Syiddy dalam kunjungannya ke STIBA baru-baru ini (Selasa, 8 Jum. Akhirah).

    Dalam ramah tamah bersama para pengelola dan beberapa dosen, Syaikh Abdurrahman menyatakan perasaan bahagianya ketika melihat para mahasiswa di kampus ini, dan bahwa STIBA adalah salah satu dari menara-menara ilmu di pulau Sulawesi.  Karena itu Syaikh menasihatkan kepada segenap pengelola dan dosen agar bersabar dalam membina dan mendidik para mahasiswa.

    Sementara dalam muhadharah di depan para mahasiswa di masjid kampus usai shalat Dhuhur, Wakil Direktur LIPIA ini menyampaikan tentang keutamaan menuntut ilmu. Tak lupa di akhir muhadharah beliau menyelipkan nasihat khusus bagi para mahasiswi yang mendengarkan taujihat tersebut dari gedung perkuliahan akhawat. [sq]

  • Penulis Buku DIROSA Bekali Mahasiswi STIBA Metode Mengajar al-Qur’an

    Penulis Buku DIROSA Bekali Mahasiswi STIBA Metode Mengajar al-Qur’an

    dirosaAwal Rabi’ul Akhir 1435 H atau Maret 2014 M tepatnya pada hari Sabtu, adalah awal Kegiatan yang diselenggarakan oleh Bidang Kemahasiswaan Bagian Keputrian STIBA di semester genap ini. Kegiatan yang dinamakan dengan Pelatihan DIROSA ini berlangsung di Aula STIBA  Putri. Pelatihan ini menjadi salah satu bentuk kegiatan penting yang dibutuhkan para mahasiswi sebagai bekal untuk  terjun dalam medan dakwah di masyarakat, dengan menjadikan al-Quran sebagai materi dakwahnya.

    Peserta dalam kegiatan ini berjumlah sekira 40 orang, meliputi  mahasiswi STIBA Makassar dari jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum serta beberapa mahasiswi I’dad Lughawy.

    Sebelum acara dimulai, para peserta melakukan registrasi dan pembagian buku DIROSA sebagai pelengkap acara tersebut. Pada kesempatan ini didatangkan tim pelatih (instruktur) sebanyak 4 orang dari P3Q-LM DPP. Satu kesyukuran besar karena salah satu dari tim tersebut merupakan penulis dari buku DIROSA itu sendiri yaitu Ibu Dra. Sunarsi.

    Pelatihan diawali dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an kemudian dilanjutkan dengan agenda yang lain. Tepat pukul 09.00 materi dimulai dengan pemaparan langsung dari penulis tentang sejarah perjalanan hidupnya selama 25 tahun mempelajari metode dan pelatihan cara cepat belajar Alqur’an, kemudian pada akhirnya ibu dari tiga anak ini berhasil menyusun metode terbaik yang tertuang dalam sebuah buku DIROSA. Kemudian  dilanjutkan dengan penjelasan metode pengajaran DIROSA tersebut.

    Meskipun kegiatan ini dilaksanakan di Aula yang sangat sederhana, disertai hawa yang semakin panas dengan jumlah peserta memadati ruangan tapi hal tersebut tidak mengurangi antusias dan semangat peserta mengikuti jalannya kegiatan. Acara ini berlangsung sampai waktu shalat Zhuhur tiba,  kemudian dilanjutkan setelah sholat dan makan siang.

    Pada agenda terakhir setelah SHOIMA (Sholat, Istirahat dan Makan,) diadakan coaching, di mana para peserta dibagi ke dalam 4 kelompok sehingga jumlah setiap kelompoknya adalah 10 orang. Terlihat antusias mereka dalam mengikuti kegiatan ini. Pada coaching ini para peserta mempraktikkan materi yang telah dipaparkan pada agenda sebelumnya, dan setiap peserta berkesempatan menjadi mudarrisah (pengajar) dengan tetap didampingi oleh seorang fasilitator (salah satu dari tim).

    Di penghujung acara, sebelum pelatihan ini ditutup oleh penyelenggara, salah satu dari tim fasilitator menyampaikan beberapa nasihatnya.  Dan salah satu dari penyampaian beliau bahwa kegiatan ini akan difollow up dua pekan setelah kegiatan berlangsung.

    Alhamdulillah kegiatan ini selesai dan terselenggara dengan  lancar. Dan tentunya pelatihan ini memberikan kesan tersendiri bagi para peserta. Semoga dengan kegiatan ini kita bisa menjadi salah satu orang yang dipilih oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam mengemban amanah dakwah, sehingga dapat menapaki apa yang telah dijalani oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat Radiyallahu ‘anhum demi menciptakan masyarakat islami. (*)

     

  • BEM STIBA Putri Selenggarakan Daurah Tazwidiyah

    BEM STIBA Putri Selenggarakan Daurah Tazwidiyah

    إِنَا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَakhwat1

    “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa arab agar kamu memahaminya.”

    Tidak diragukan lagi, memang sepantasnya seseorang muslim mencintai ” Bahasa Arab” dan berusaha menguasainya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah—rahimahullah—berkata, “Memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah itu wajib, dan tidaklah seseorang bisa memahami keduanya kecuali dengan bahasa Arab, maka hukum memahami bahasa Arab pun menjadi wajib”.

    Demi memahamkan dan membumikan bahasa Arab di kalangan masyarakat maka Departemen Diklat yang berada di bawah naungan BEM Putri STIBA Makassar membuat program kerja “Daurah Tazwidiyah (DT)” bagi calon pengajar. Dengan kegiatan ini diharapkan menjadi wasilah  pembekalan mengenai metode pembelajaran  yang tepat bagi mahasiswi yang akan mengajarkan bahasa Arab kepada masyarakat.

    Hamdan lillah,  kegiatan tersebut telah terealisasi pada Selasa, 2 Jumadal Ula 1435 atau bertepatan dengan 04 Maret 2014 di kampus STIBA Putri Makassar yang dihadiri oleh 32 calon pengajar. Adapun yang menjadi pemateri pada kegiatan tersebut adalah Kepala Bagian Keputrian STIBA Makassar, Ustadzah Armida Abdurrahman, Lc.

    Selain sebagai sarana untuk menjelaskan program kerja dari Dept. Diklat BEM Putri STIBA Makassar, dalam kegiatan ini juga diterbitkan buku ”كِتَابُ تَعْلِيْمِ الُّلغَةِ اْلعَرَبِيَّةِ”  yang akan menjadi panduan untuk para pengajar nantinya.

    Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan kepada calon mudarrisah beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh seorang pengajar. Beliau juga mengingatkan bahwa ada 4 hal mendasar yang harus dicapai oleh para peserta (mad’u/darisah) dalam pembelajaran bahasa Arab ini, yakni :

    1.السماعة (Mendengar)

    2. التحدث ( Berbicara)

    3.القراءة ( Membaca)

    4. الكتابة(Menulis)

    Setelah pemaparan materi, kegiatan kemudian diakhiri dengan praktik pengajaran yang bertujuan meningkatkan keterampilan dalam mengajar atau latihan mengelola kelas dalam belajar mengajar. Semoga follow up dari kegiatan ini segera terwujud. Amin. (*)