(STIBA.ac.id) Makassar – Semester baru telah tiba! Bersamaan dengan itu, UKK Kepesantrenan dan Keasramaan STIBA Makassar juga menyambut kepengurusan baru dengan penuh semangat melalui agenda penting: Musyawarah Kerja (Musker).
Dengan tema “Meningkatkan Sinergi dan Efektivitas Program Kerja untuk Mewujudkan Tujuan Bersama”, kegiatan ini dibuka langsung oleh Ustaz Sirajuddin Syarif, S.Pd.I., S.H., M.H (31/01/2025).
Dalam sambutannya, beliau menyoroti hasil evaluasi dari survei semester sebelumnya yang akan menjadi pijakan dalam menyusun program kerja ke depan.
Sebagai Kepala Bagian Kepesantrenan dan Keasramaan, beliau juga memberikan pesan kepada para pengurus baru: “Diharapkan para pengurus tidak hanya fokus pada departemen masing-masing, tetapi juga memperhatikan departemen lain. Karena selain menjadi pengurus, Antum juga adalah mahasiswa yang bisa memberikan masukan dan usulan kepada pengurus lainnya.”
Musyawarah: Tradisi Rasulullah ﷺ
Sambutan berlanjut oleh Ketua Umum UKK Kepesantrenan dan Keasramaan, Muhammad Ikhwan Mursadi. Ia menegaskan bahwa Musker adalah agenda penting setelah Muktamar. Ia mengingatkan bahwa musyawarah adalah sunah Rasulullah ﷺ dan menjadi bagian penting dalam menjalankan roda organisasi.
Ia menggambarkan kepengurusan UKK seperti sebuah kapal besar. “Lembaga ini kita ibaratkan sebagai kapal, para pengurus adalah kru kapal, dan Musker adalah dermaga pertama tempat kita mempersiapkan segala kebutuhan selama pelayaran agar perjalanan ini berjalan lancar sampai tujuan,” ujarnya
Menata Niat, Membangun Masa Depan
Musyawarah ini dihadiri oleh seluruh pengurus, musyrif, serta Kepala Bagian Kepesantrenan dan Keasramaan. Sebagai penutup, Ketua Umum memberikan motivasi yang mengena di hati para pengurus. “Sebelum menjalankan program kerja, kita harus mengingat dan memperbaiki niat kita. Karena yang kita urus adalah para penuntut ilmu dan para dai. Ini adalah amanah besar dengan balasan yang juga besar dari Allah. Maka mari kita berjuang bersama, agar kelak kita bisa berkumpul di surga-Nya,” tegasnya.
Dengan semangat kebersamaan dan niat yang lurus, para pengurus siap mengarungi semester ini dengan kerja nyata dan kontribusi terbaik!
(STIBA.ac.id) Enrekang – Liburan bukan alasan untuk bermalas-malasan. Foris (Forum Mahasiswi STIBA Masenrempulu) kembali membuktikan bahwa waktu libur bisa dimanfaatkan dengan cara yang bermanfaat. Kali ini, mereka memilih untuk berbagi ilmu dan inspirasi kepada adik-adik siswa di Enrekang melalui dua kegiatan inspiratif.
Daurah Syar’iyah:Mengukir Ilmu Sejak Dini
Berlokasi di SDIT Wahdah Islamiyah Enrekang, Foris mengadakan Daurah Syar’iyah pada 21-24 Januari 2025. Kegiatan ini diikuti oleh siswa-siswi kelas 4-6 yang bersemangat untuk mengenal Islam lebih dalam dan berpegang teguh pada nilai-nilai tauhid.
Setiap pagi, daurah dimulai dengan Tahfizh Yaumi (setoran hafalan) dan Zikir Pagi, membangun kebiasaan baik sejak dini. Setelah itu, mereka belajar Bahasa Arab dan Fikih, yang dikemas dengan cara menyenangkan dan interaktif.
Tak sekadar belajar, untuk menguji pemahaman mereka, daurah ini ditutup dengan Lomba Ranking 1.
Sosialisasi Kampus STIBA Makassar
Setelah sukses mengadakan Daurah, Foris kembali beraksi dengan mengadakan Sosialisasi Pengenalan Kampus dan Penerimaan Mahasiswa Baru STIBA Makassar di beberapa sekolah, seperti Pondok Pesantren Modern Darul Enrekang dan SMK Latanro Enrekang pada 30-31 Januari 2025.
Kegiatan ini ditujukan untuk siswa-siswi kelas 3 SMA yang akan menentukan langkah selanjutnya setelah lulus. Foris memperkenalkan STIBA Makassar, program studi yang ditawarkan, serta keseharian mahasiswa di kampus.
Antusiasme peserta tampak besar. Tanya jawab berlangsung seru, penuh rasa ingin tahu tentang STIBA Makassar. Dengan harapan, kegiatan ini bisa menjadi jalan bagi mereka untuk memilih masa depan yang lebih baik.
Dua kegiatan ini membuktikan bahwa liburan bisa diisi dengan hal yang bermanfaat. Foris Enrekang terus berusaha menginspirasi dan berbagi ilmu kepada generasi penerus. Semoga semakin banyak anak muda yang termotivasi untuk memanfaatkan waktu dengan hal-hal positif.
Yuk, Bergabung di STIBA Makassar!
Bagi kamu yang ingin menjadi bagian dari kampus berbasis dakwah dan ilmu, STIBA Makassar membuka pendaftaran mahasiswa baru!
Jangan lewatkan kesempatan emas ini untuk menuntut ilmu dan berkontribusi dalam syiar Islam.
Kunjungi website resmi STIBA Makassar https://stiba.ac.id/pmb
(STIBA.ac.id) Makassar – Ada hal yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang benar-benar terjun ke dalamnya. Dakwah, misalnya. Ia bukan sekadar tugas. Bukan sekadar amanah yang tertulis di atas kertas. Ia adalah jalan panjang yang menuntut kesabaran, ketulusan, dan tentu saja, pengorbanan.
Ustaz Firman Akbar, S.H., alumni STIBA Makassar, membuktikan itu. Seharusnya, setelah lulus, cukup satu tahun ia mengabdi.
Tapi ia memilih bertahan, bukan setahun, bukan dua tahun, melainkan empat tahun. Di tanah yang jauh dari kampung halamannya, ia berjuang, bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk umat.
Beban Amanah di Bahunya
“Ketika beberapa pengurus pindah ke luar kota, saya menerima beberapa amanah sekaligus,” kenangnya.
Ia ditunjuk sebagai Ketua Pesantren Wahdah Islamiyah Kota Serang, Ketua Wahdah Inspirasi Zakat (WIZ) Banten, sekaligus Sekretaris DPW Wahdah Islamiyah Banten.
Satu saja sudah cukup menyita waktu dan tenaga, tapi ia mengelola semuanya secara bersamaan.
“Bagaimana caranya? Kami hanya berpegang pada keyakinan bahwa setiap amanah yang diberikan pasti ada jalan keluarnya,” katanya.
Begitulah hidup. Jika terus mengeluh soal beratnya beban, maka tak akan pernah ada waktu untuk menyelesaikannya. Jadi, ia memilih menjalani saja, sebaik mungkin.
Tantangan yang Menguji Nyali
Tapi pengabdian bukan sekadar menumpuk amanah. Ada tantangan yang lebih berat.
Salah satunya, saat ia diamanahi sebagai Ketua Tadrib Ad-Duat Banten pertama. Waktu itu, ia belum lama bergabung dengan DPW Banten. Tapi amanah tetap datang, tanpa banyak pertanyaan.
“Modal kami hanya semangat dakwah. Ketua DPW kami, Ustaz Jumardan, selalu mengingatkan, ‘Fil harakah barakah,’” katanya.
Saat awal pra-tadrib, mahasiswa yang ia dampingi bahkan harus berjuang membangun dinding kamar mereka sendiri. Kamar yang berbatasan langsung dengan dapur pesantren.
Keterbatasan SDM, keterbatasan dana operasional, semua harus mereka hadapi bersama. Bahkan, karena kekurangan tenaga, ia tak hanya menjadi ketua, tapi juga merangkap sebagai musyrif yang mendampingi mahasiswa setiap harinya.
Tapi begitulah dakwah. Ia bukan tentang fasilitas yang serba ada. Ia bukan tentang kenyamanan. Ia adalah ujian.
Dan ujian itu mereka hadapi, hingga akhirnya Tadrib ad-Du’at pertama menghasilkan tujuh alumni.
Mungkin jumlahnya tak seberapa, tapi ini bukan tentang angka. Ini tentang nyali. Tentang keberanian untuk tetap berjalan meski dihadapkan pada rintangan.
Momen yang Mengubah Hidup
Ada satu peristiwa yang benar-benar mengubah hidup Ustaz Firman selama empat tahun berdakwah di Banten. Pertemuannya dengan Ustaz Jumardan Lori.
“Beliau adalah orang yang tidak merasa pintar, tapi beliau pintar merasa,” ujarnya.
Ustaz Jumardan bukan hanya sekadar pemimpin di lembaga, tapi juga orang tua bagi para dai di tanah rantau.
Saat Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) pertama di Banten, Ustaz Firman sempat mendengar kabar burung bahwa semua program kerja departemen ujung-ujungnya akan ditentukan oleh Ketua DPW.
Namun, seiring berjalannya waktu, ia melihat bagaimana Ustaz Jumardan selalu mengedepankan musyawarah dalam setiap keputusan.
Bukan hanya itu, Ustaz Jumardan juga yang menjadi wakil orang tua Ustaz Firman saat ia menikah.
Beliaulah yang mendukung secara moral dan materi, karena orang tua Ustaz Firman tidak bisa hadir di Banten saat itu.
Dari beliau, Ustaz Firman belajar banyak tentang manajemen, perjuangan dakwah, pengorbanan harta, bahkan perasaan.
Ada satu kalimat dari Ustaz Jumardan yang selalu diingatnya, “Kalau bertemu orang, anggap kita bertemu gunung emas, karena tiap orang membawa potensi untuk dakwah.”
Di Banten, Ustaz Firman benar-benar melihat bagaimana Allah membukakan jalan bagi mereka yang berjuang. Saat menghadapi kesulitan ekonomi, saat dihantam masalah keluarga, saat semua terasa begitu berat—satu hal yang ia yakini, sebagaimana firman Allah, in tanshurullah yanshurkum, jika kita menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kita.
Kini, setelah empat tahun, ia masih ingat setiap detik perjalanan itu. Setiap tantangan yang datang. Setiap keputusan yang diambil. Tapi satu hal yang pasti, ia tidak pernah menyesal.
Karena begitulah dakwah. Tidak selalu mudah. Tidak selalu menyenangkan. Tapi selalu berharga.
Mengenang Jejak di STIBA: Fondasi yang Sangat Berharga Ada perjalanan yang tidak bisa dilupakan. Ada jejak yang senantiasa menemani langkah, menjadi pelita dalam gelapnya jalan dakwah.
Bagi Ustaz Firman Akbar, S.H., pendidikan di STIBA Makassar bukan sekadar tempat menimba ilmu. Ia adalah rumah pertama bagi benih-benih dakwah yang kelak tumbuh di medan yang luas, penuh rintangan sekaligus keberkahan.
“STIBA itu bukan hanya soal kitab dan hafalan,” katanya suatu kali. “Ia mengajarkan kami tentang disiplin, kesabaran, dan bagaimana memosisikan diri di tengah masyarakat. Dasar-dasar ilmu Islam dan bahasa Arab yang kami pelajari di sana menjadi patokan dalam mengeksplorasi ilmu serta metode dakwah di lapangan.”
Tidak hanya ilmu yang menjadi bekal. Ada pelajaran lain yang lebih mendalam: bagaimana hidup di antara berbagai karakter, berbagi dalam satu atap asrama, bertemu dengan saudara dari penjuru negeri dengan kebiasaan dan cara pandang yang berbeda.
“Asrama itu seperti miniatur medan dakwah. Kami belajar beradaptasi, mengerti, dan memahami orang lain,” ujarnya.
Antara Dakwah dan Keluarga: Menjalin Dua Amanah di Medan yang Berat Lima bulan setelah menjejakkan kaki di tanah Banten, Allah berikan anugerah lain: pernikahan.
Takdir membawanya pada seorang perempuan dengan kembaran yang identik.
“Saat menikah, kembarannya tetap tinggal di asrama pesantren, sedangkan kami di kamar pengurus.”
Tantangan pertama datang dari penyakit maag yang parah. Tahun pertama pernikahan menjadi tahun yang berat. Hampir setiap bulan, baik istrinya maupun kembarannya harus dirawat di rumah sakit.
“Kalau dihitung, sudah empat rumah sakit di Kota Serang yang pernah merawat mereka,” ujarnya sambil tersenyum getir.
Kemudian datang cobaan lain. Setiap kali mengandung, istrinya mengalami hyperemesis yang parah.
“Empat bulan pertama, benar-benar bedrest. Tidak bisa melakukan apa-apa.” Maka, segala urusan rumah tangga pun diambil alih olehnya: mencuci, memasak, mengurus segala hal.
“Tapi kami tahu, inilah medan dakwah yang sebenarnya. Dakwah tidak melulu di atas mimbar. Kadang, dakwah itu ada di dapur, ada di kamar rumah sakit, ada dalam kesabaran menghadapi ujian.”
Menyeimbangkan dakwah dan keluarga tidaklah mudah.
“Komunikasi adalah kuncinya. Kami harus saling mengerti, bukan hanya dengan istri, tapi juga dengan sesama pengurus. Saat istri dalam masa sulit, kami bicara dengan Ketua DPW, meminta kompensasi agar bisa masuk kantor agak terlambat. Sebagai gantinya, kami bekerja lebih lama atau menyelesaikan tugas di luar jam kerja.”
Baginya, dalam hidup ini, jangan selalu ingin dimengerti. Sebab, setiap orang punya bebannya sendiri.
“Ada amanah yang bisa kami selesaikan di luar jam kerja, ya kami kerjakan. Jangan sampai masalah pribadi menjadi alasan untuk mengabaikan tugas dakwah.”
Harapan: Cahaya di Ujung Jalan Masa depan dakwah selalu menjadi tanya. Ke mana ia akan bermuara? Seberapa jauh ia akan menjejak? Ustaz Firman memandangnya dengan harapan yang besar.
“Kami ingin melihat tiap DPW dan DPD Wahdah Islamiyah mencapai visi dakwah kita di tahun 2030. Dan dalam perjalanan itu, alumni STIBA Makassar memegang peranan krusial.”
Ia tidak berharap muluk-muluk. Hanya satu hal yang ingin ia titipkan kepada para alumni: kesadaran.
“Sadari posisi kita. Kita ini dai. Kita ini panutan. Maka, bersikaplah seperti itu. Jangan mudah terbawa perasaan. Dakwah di medan yang sebenarnya bukan tentang siapa yang paling benar, tapi siapa yang paling bisa bertahan.”
Dan yang terpenting, komunikasi.
“Kami sudah melihat sendiri, ada begitu banyak dai yang mundur bukan karena medan dakwah terlalu berat, tapi karena buruknya komunikasi. Banyak hal bisa diselesaikan hanya dengan bicara, hanya dengan sedikit mengalah, hanya dengan memahami.”
Di ujung percakapan, ada satu kalimat yang ia ucapkan pelan, namun membekas.
“Dakwah ini bukan tentang kita. Dakwah ini tentang umat. Maka, jangan mudah menyerah.”
(STIBA.ac.id) Makassar – Mahasiswa STIBA Makassar lagi-lagi membuktikan kelasnya. Mereka sukses menyabet berbagai gelar juara dalam ajang Lomba Al-Fusha VIII yang digelar di Kampus Unismuh Makassar. Acara ini diikuti oleh peserta dari berbagai kampus, seperti Unismuh, Unhas, UNM, dan lainnya.
Digelar pada 27-29 Januari 2025, Lomba Al-Fusha VIII menghadirkan berbagai kategori kompetisi, mulai dari Tahfiz 5 dan 10 Juz, Tilawah, Pidato Bahasa Arab, Kaligrafi, Desain Poster, hingga Syi’r Arabiy.
STIBA Makassar tak hanya berpartisipasi, tapi juga membawa pulang beberapa gelar juara. Berikut daftar mahasiswa STIBA yang sukses naik podium:
🏆 Tahfiz 5 Juz
Juara II: Muhammad Adib Shafwan (Ilmu Hadits, Semester II)
Juara III: Abdul Mafruh Hasan (Perbandingan Mazhab, Semester IV Takhashshush)
🏆 Tahfiz 10 Juz
Juara I: Muhammad Toriq Ziyad (Ilmu Hadits, Semester II)
Juara II Harapan: Nufail bin Erwin (Pendidikan Bahasa Arab, Semester II)
🏆 Pidato Bahasa Arab
Juara I: Alfhabean Mahdani (Perbandingan Mazhab, Semester VIII)
🏆 Syi’r ‘Arabiy
Juara I: Alfhabean Mahdani (Perbandingan Mazhab, Semester VIII)
🏆 Desain Pamflet
Juara I: Muhammad Farid Nur (Pendidikan Bahasa Arab, Semester VI)
Salah satu utusan STIBA Makassar di ajang ini, Alfhabean Mahdani, yang sukses meraih dua gelar juara, mengungkapkan rasa syukurnya. “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas nikmat-Nya. Di masa liburan ini, bisa ikut berkontribusi dan mengaplikasikan ilmu dari para asatizah adalah sebuah kebanggaan. Semoga setiap perjuangan ini berbuah pahala terbaik dan bisa menjadi inspirasi bagi teman-teman mahasiswa lainnya,” ujarnya.
STIBA Makassar Sabet Gelar Juara Umum STIBA Makassar juga dinobatkan sebagai Juara Umum Al-Fusha VIII berdasarkan keputusan Dewan Juri bersama HMJ PBA Unismuh Makassar.
🔥 Saatnya Jadi Bagian dari STIBA Makassar! 🔥
Mau jadi bagian dari kampus yang terus mencetak juara dan mengembangkan potensi terbaikmu?
Yuk, daftar di STIBA Makassar dan jadilah bagian dari generasi penerus yang siap berkontribusi untuk umat!
🔗 Cek info selengkapnya tentang Penerimaan Mahasiswa Baru di https://stiba.ac.id/pmb
(STIBA.ac.id) Enrekang – Himpunan Mahasiswa Massenrempulu (HIMMA) STIBA Makassar kembali menyalakan cahaya ilmu di pelosok. Tak ingin liburan berlalu sia-sia, mereka memilih jalan berbeda. Di Dusun Leon, Desa Rossoan, Enrekang, mereka mengadakan Daurah Syar’iyah pekanan, sebuah kegiatan yang mengajak anak-anak mengenal Islam lebih dekat.
Tiga pekan berturut-turut, setiap Jumat hingga Ahad (10-12, 17-19, dan 24-26 Januari 2025), puluhan anak dari SDNK Leon dan SDN 85 Laba berkumpul, mengikuti kegiatan ini dengan antusias. Dengan tema, “Kenalilah Islam Sejak Dini, Jadilah Cahaya Masa Depan Islam,” HIMMA STIBA Makassar ingin menanamkan nilai-nilai agama sejak usia dini.
Di awal acara, Kepala Desa Rossoan, H. Marsuki, membuka kegiatan ini secara resmi. Ia juga menyampaikan dukungan penuh.
“Kami selalu menantikan kegiatan seperti ini,” ucapnya dengan penuh harap.
Baginya, kehadiran mahasiswa penuntut ilmu agama di desanya adalah angin segar, setetes embun bagi tanah yang lama merindukan siraman ilmu.
Kegiatan dimulai sejak dini hari. Salat tahajud menjadi pembuka, lalu salat berjemaah, tahsin, dan hafalan Al-Qur’an mengiringi pagi hingga syuruk.
Kemudian, dari pukul 08.00 hingga 11.50, anak-anak larut dalam penyampaian materi—tauhid, taharah, salat, puasa, hingga adab dan akhlak islami.
Tak melulu serius, sesi ini diselingi permainan, games, juga olahraga pagi dan sore, dari sepak bola, voli, hingga bersepeda.
Tiga pekan berlalu tanpa terasa, ilmu dan keceriaan bertaut menjadi kenangan yang sulit dilupakan.
Menariknya, para mahasiswa HIMMA STIBA Makassar tidak hanya menjadi panitia, tetapi juga pengisi materi.
Mereka menyisihkan waktu di tengah kesibukan demi mengajarkan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri—ilmu yang kelak akan menerangi generasi setelahnya.
Sehari sebelum penutupan, pengajian khusus digelar bagi orang tua siswa. Ketua DPD Wahdah Islamiyah Enrekang, Ustaz Hasan Huda, hadir memberikan motivasi agar para orang tua tetap mendukung anak-anak mereka menuntut ilmu agama.
Tak hanya itu, berbagai perlombaan islami seperti azan, tilawah Al-Qur’an, dan hafalan surah pendek semakin menyemarakkan kegiatan.
Hari Ahad, 26 Januari 2025, menjadi penutup kegiatan. Dalam sambutannya, Kepala Desa Rossoan kembali menyampaikan apresiasi.
Baginya, ini bukan sekadar acara, tapi harapan yang semoga terus menyala. “Kami ingin ini berlanjut, agar anak-anak di desa ini terus mendapatkan bekal agama yang baik,” ucapnya.
Bagi kamu yang ingin menjadi bagian dari perjalanan ilmu ini, bergabunglah bersama STIBA Makassar, tempat para penuntut ilmu dibina untuk menjadi cahaya bagi umat.
Pendaftaran mahasiswa baru STIBA Makassar kini telah dibuka. Jangan lewatkan kesempatan untuk belajar dan berkontribusi bagi masa depan Islam!
(STIBA.ac.id) Makassar – Ajang Al-Fusha VIII yang digelar oleh Universitas Muhammadiyah (UNISMUH) Makassar berlangsung dengan penuh semangat! Acara ini mengusung tema “Peran Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab dalam Mengaktualisasikan Bahasa Arab sebagai Instrumen Transmisi Peradaban bagi Generasi Z” dan dihadiri oleh berbagai kampus, seperti Universitas Hasanuddin dan Universitas Negeri Makassar.
Dalam pembukaan acara yang berlangsung di Gedung LPTQ Sulawesi Selatan, 27 Januari 2025, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (HMJ PBA) STIBA Makassar, Ahsanul Khuluq, hadir mewakili ITHLA DPW V, organisasi mahasiswa pembelajar bahasa Arab se-Indonesia Timur, untuk memberikan sambutan.
Bahasa Arab: Budaya yang Harus Dihidupkan! Dalam sambutannya, Ahsanul Khuluq menyoroti pentingnya acara ini dalam menghidupkan kembali budaya bahasa Arab di kalangan mahasiswa.
“Kami mengapresiasi seluruh peserta dan panitia atas terselenggaranya lomba ini. Harapan kami, acara ini dapat melahirkan tokoh-tokoh yang tidak hanya mahir berbahasa Arab, tetapi juga mampu membudayakannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama di wilayah Indonesia Timur,” ujarnya.
Ia juga mengaitkan acara ini dengan tadabur dari surah Ali Imran ayat 100 yang dibacakan oleh qari dalam acara tersebut.
“Sebagaimana pesan dalam ayat tadi, semoga perlombaan ini menjadi salah satu jalan lahirnya para penjaga agama Allah, serta menjauhkan umat dari pengaruh orientalis yang mencoba memecah belah dari dalam, terutama di kalangan pelajar,” tambahnya.
Prestasi Mahasiswa STIBA di Al-Fusha VIII Tak hanya memberikan sambutan, mahasiswa STIBA Makassar juga unjuk gigi dalam kompetisi ini dengan meraih prestasi membanggakan.
Muhammad Farid Nur, salah satu pemenang, mengungkapkan rasa syukurnya.
“Alhamdulillah! Terima kasih atas apresiasinya. Semoga lomba seperti ini terus ada dan bisa menginspirasi lebih banyak desainer lainnya untuk berkarya,” ujarnya antusias.
Bergabunglah dengan STIBA Makassar dan jadi bagian dari generasi yang membumikan bahasa Arab!
Daftarkan diri Anda sekarang untuk mengikuti PMB STIBA Makassar dan raih kesempatan untuk mengembangkan diri dalam pendidikan bahasa Arab dan ilmu keislaman yang mendalam. Jadilah bagian dari STIBA Makassar, kunjungi kami di https://stiba.ac.id/pmb.
(STIBA.ac.id) Maros – Pendidikan adalah cahaya. Ia tak boleh redup, apalagi padam, bagi siapa pun, termasuk mereka yang berada di pelosok negeri. Mereka berhak merasakan bagaimana ilmu menghiasi hari-hari mereka.
Sabtu (25/01/2025) perjalanan itu dimulai. Tiga belas mahasiswa dari STIBA Makassar, melangkahkan kaki menuju pelosok Maros, tepatnya di Kecamatan Tompobulu, Dusun Tanettebulu, Desa Bontomanurung.
Mereka datang sebagai relawan, membawa ilmu dan harapan bagi anak-anak di sana.
Perjalanan bukan tanpa rintangan. Jalan yang sulit, terjal, berliku, bahkan saat pulang mereka diguyur hujan deras.
Namun, semua itu tak cukup untuk mengecilkan semangat mereka. Karena bagi mereka, perjalanan ini bukan sekadar menempuh jarak, melainkan sebuah ikhtiar menghapus kelam ketidaktahuan.
Di sana, ada sebuah sekolah. Sederhana, dengan fasilitas yang jauh dari cukup. Tapi bagi anak-anak itu, sekolah ini adalah cahaya, meskipun redup. Mereka menyebutnya “sekolah kolong”.
Hanya sehari dalam sepekan mereka bisa belajar, itu pun jika ada relawan yang datang. Jika tidak, maka hari-hari mereka akan berlalu tanpa pelajaran, tanpa cerita baru yang bisa mereka simpan di ingatan.
“Syukurlah ada yang mau datang mengajar di tempat kami,” ujar seorang tua, matanya berkaca-kaca, penuh syukur dan harapan. “Di sini, sudah lama tak ada guru.”
Di tempat itu, tiga belas mahasiswa ini bukan hanya datang membawa ilmu. Mereka datang dengan kehangatan.
Mereka mengajarkan adab, membaca Al-Qur’an, menulis alfabet—hal-hal sederhana yang menjadi istimewa bagi anak-anak di sana.
Dan lihatlah, wajah-wajah mungil itu. Mereka tersenyum. Mereka tertawa. Mereka bahagia.
Seolah hari itu, cahaya ilmu yang mereka rindukan akhirnya datang, meski sebentar.
Dan di balik hujan yang mengguyur perjalanan pulang, mahasiswa-mahasiswa itu tahu, mereka harus kembali.
Pekan depan, pekan berikutnya, dan seterusnya, jika Allah mengizinkan.
Ke-13 mahasiswa itu adalah:
Muhammad Farhan – semester 8
Muhamad Ardiansyah – semester 6
Ahmad Aqmal Ali – semester 6
Ahmad Furqan Irianto – semester 6
Ikhwan Mursadi – semester 6
Andi Muhammad Fadil – semester 6
Nur Kholis Bintang – semester 6
Abdurrahman Tsani – semester 6
Sirullah – semester 6
Fauzi Fauqi – semester 6
Bayu Hairun – semester 2
Budi – semester 2
Idil – semester 4
Hujan mengguyur saat pulang. Tapi basahnya baju tak ada artinya dibanding basahnya pipi seorang anak yang berbisik, “Kakak, minggu depan datang lagi, ya?”
Di balik bukit Tompobulu, pelangi tak selalu muncul di langit. Kadang, ia menjelma jadi 13 mahasiswa yang membawa cahaya—meski hanya dengan secarik kertas, sejumput sabar, dan hati yang ikhlas.
Sekolah Kolong masih menunggu. Masih ada ribuan anak yang berbisik kepada angin: “Aku ingin belajar.”
(STIBA.ac.id) Parepare – Liburan selalu dinanti. Waktu istirahat setelah hari-hari penuh tugas dan amanah. Tapi, bagi sebagian orang, liburan bukan hanya tentang berdiam diri. Bukan sekadar istirahat dan bersantai. Liburan juga bisa menjadi waktu terbaik untuk berbagi ilmu, menyebarkan cahaya dakwah, dan menguatkan ukhuwah.
Begitulah yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa STIBA Makassar. Dipelopori oleh Muh. Rezky Alfahrezy L., mahasiswa Jurusan Syariah Prodi Perbandingan Mazhab yang juga menjabat sebagai Sekretaris Departemen Dakwah Dema STIBA Makassar, mereka mengisi liburan dengan Safari Dakwah.
Dari tanggal 12-18 Januari 2025, mereka bergerak menuju Kabupaten Wajo. Kemudian, selama 19-25 Januari 2025, perjalanan berlanjut ke Kota Parepare. Dua pekan yang padat dengan kegiatan penuh manfaat.
Bersama Shohih Dakwah Sunnah, serta bekerja sama dengan DPD Wahdah Islamiyah Wajo dan Parepare, mereka berkeliling, mendatangi masjid-masjid binaan, pondok pesantren, dan sekolah-sekolah. Mengisi pengajian, mengajarkan ilmu, dan memperkenalkan STIBA Makassar kepada para pelajar.
Beberapa tempat yang mereka singgahi untuk sosialisasi PMB: 📍 Pondok Pesantren Tahfizhul Quran Abu Bakar Ash-Shiddiq Ana Banua Wajo 📍 SMAN 10 Wajo
Dakwah memang seperti ini. Bergerak. Menyapa umat. Bukan menunggu orang datang mencari ilmu, tapi mendatangi mereka, menawarkan kebaikan.
Dan begitulah, dalam perjalanan ini, bukan hanya orang-orang yang mereka temui yang mendapatkan manfaat. Para dai muda ini pun merasakan sendiri betapa dakwah adalah tentang perjuangan, ketulusan, dan kesabaran.
Dua pekan yang melelahkan? Mungkin. Tapi dua pekan ini juga penuh keberkahan. Semoga semangat ini tidak padam. Semoga jalan dakwah ini terus terbentang, mengantarkan mereka menjadi penerang di tengah umat.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung perjalanan ini. Karena dakwah tidak bisa dilakukan sendirian. Dakwah adalah perjalanan bersama.
Bergabunglah bersama para penuntut ilmu yang penuh prestasi dan isnpirasi di STIBA Makassar. Daftar sekarang di PMB – STIBA Makassar
(STIBA.ac.id) Makassar – Enam dosen STIBA Makassar berhasil lulus sertifikasi dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) tahun 2024 yang diumumkan belum lama ini.
Sertifikasi dosen PTKI ini adalah program dari Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama RI yang bertujuan untuk memastikan dosen-dosen punya kompetensi akademik dan profesionalisme yang baik.
Hal ini merupakan bukti nyata bahwa STIBA Makassar selalu berupaya menghadirkan tenaga pendidik terbaik untuk para mahasiswanya.
Wakil Ketua I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Ustaz Rachmat Badani bin Tempo, Lc., M.A., mengatakan bahwa sertifikasi dosen merupakan langkah penting untuk memastikan kualitas pendidikan tinggi.
“Kami mengapresiasi komitmen para dosen yang telah mengikuti proses sertifikasi ini, karena hal ini menunjukkan dedikasi mereka dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme di bidangnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ustaz Rachmat menyampaikan bahwa keikutsertaan para dosen dalam program sertifikasi tidak hanya memberikan pengakuan formal terhadap kompetensi mereka, tetapi juga membawa dampak positif bagi institusi, khususnya dalam menjaga akreditasi dan reputasi lembaga.
Keenam dosen yang berhasil meraih sertifikasi tersebut adalah Ustaz Rustam Koly, Ustaz Fadhlan Akbar, Ustaz Sofyan Nur, Ustaz Irwan Fitri Aco, Ustaz Asri, dan Ustazah Farida Aprianti.
Mereka berhasil melewati berbagai tahap seleksi, mulai dari evaluasi akademik, portofolio pengajaran, sampai memenuhi standar ketat sertifikasi dosen.
Dengan pencapaian ini, STIBA Makassar diharapkan makin siap menciptakan lingkungan belajar yang inspiratif dan berkualitas.
Ayo Gabung di STIBA Makassar!
Punya cita-cita jadi ahli bahasa Arab atau mendalami ilmu keislaman?
Saat ini, STIBA Makassar lagi buka Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB)!
Dengan sebagian tenaga pengajar yang sudah tersertifikasi dan kurikulum yang dirancang dengan matang, kamu bakal mendapatkan lingkungan belajar yang kondusif dan full manfaat.
Yuk, segera daftar dan jadi bagian dari keluarga besar STIBA Makassar!
(STIBA.ac.id) Makassar – Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar, sebagai bagian dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS), sukses membawa kabar gembira buat mahasiswanya.
Sebanyak 63 mahasiswa STIBA Makassar berhasil menerima Beasiswa KIP-Kuliah, yang terdiri dari 12 mahasiswa semester VII, 12 mahasiswa semester V, dan 25 mahasiswa semester III.
Terbaru, pada Kamis, 9 Januari 2025, 15 mahasiswa semester I angkatan 2024 telah resmi menerima Beasiswa KIP-Kuliah untuk Semester Ganjil Tahun Akademik 1446-1447 H/2024-2025 M.
Beasiswa ini disalurkan langsung oleh pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis Kemenag).
Salah satu penerima, Muhammad Thariq Ziyad, mengungkapkan rasa syukurnya.
“Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah dan pihak kampus yang telah berusaha merealisasikan beasiswa ini. KIP-Kuliah sangat membantu mahasiswa, terutama dalam pembayaran UKT, pembelian buku, dan kebutuhan akademik lainnya. Dengan beasiswa ini, kami bisa lebih fokus kuliah tanpa harus pusing mikirin biaya,” katanya.
KIP-Kuliah ini adalah transformasi dari Beasiswa Bidikmisi yang terus memberikan manfaat besar bagi mahasiswa di seluruh Indonesia.
Reporter: Fuad Khairi
🎯 Mau kuliah GRATIS di STIBA Makassar? Kabar baik buat kalian yang bercita-cita kuliah di STIBA Makassar, pendaftaran mahasiswa baru sudah dibuka! Jangan sampai ketinggalan kesempatan emas ini!
🌟 Daftar sekarang dan raih peluang Beasiswa KIP-Kuliah! 📌 Info lengkap: https://stiba.ac.id/pmb