Kategori: Feature

  • Ketua MIUMI Pusat Motivasi Mahasiswa Lebih Giat Menuntut Ilmu

    Ketua MIUMI Pusat Motivasi Mahasiswa Lebih Giat Menuntut Ilmu

    images

    Senin, 29 Safar 1436/22 Desember 2014, salah seorang tokoh nasional kembali bertandang ke STIBA Makassar. Kali ini, Ketua MIUMI Pusat Ustadz Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A.Ed., M.Phil. menyempatkan diri untuk bersilaturahim dengan segenap sivitas akademika STIBA Makassar.

    Siang itu, didampingi oleh beberapa ustadz pengurus DPP Wahdah Islamiyah, Ustadz Fahmi tiba di kampus STIBA Makassar dan langsung menuju ke masjid untuk menunaikan shalat Zhuhur. Seperti kebiasaan yang berlaku di STIBA, para tamu usai shalat akan didaulat untuk menyampaikan kuliah umum atau muhadharah singkat.

    Dalam nasihatnya di hadapan para jamaah shalat Zhuhur, putra ke-9 pendiri Ma’had Darus Salam Gontor Ponorogo, KH. Imam Zarkasyih ini secara umum memberikan motivasi kepada para mahasiswa untuk semakin giat menuntut ilmu.

    Pertemuan khusus dengan para asatidzah kemudian digelar selepas kegiatan di masjid.

    Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A. Ed, M. Phil. lahir di Gontor, 13 September 1958. Beliau juga Pemimpin Redaksi Majalah ISLAMIA dan direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), lulus program Ph.D. dari International Institute of Islamic Thought and Civilization – International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) Malaysia pada 6 Ramadhan 1427 H/29 September 2006

  • Wagub Janjikan 100 Juta untuk Pembangunan Masjid STIBA

    Wagub Janjikan 100 Juta untuk Pembangunan Masjid STIBA

    wagub

    Selasa, 23 Shafar 1436/16 Desember 2014 berlangsung peletakan batu pertama pembangunan Masjid Anas bin Malik Kampus STIBA Makassar. Peletakan batu pertama ini dihadiri oleh Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Bapak Ir. H. Agus Arifin Nu’mang, M.S. sekaligus meletakkan batu pertama.

    Dalam sambutannya sebelum prosesi peletakan batu pertama, Wakil Gubernur menyatakan kesiapannya untuk menjadi bagian dari tim Fokus STIBA (Forum Komunikasi Stakeholder/Simpatisan STIBA) bersama dengan Prof. Ahmad Munir yang merupakan sahabat beliau sejak masih SMA.

    Selain menyatakan kesiapannya untuk membantu Rp 100 juta untuk pembangunan masjid, Bapak Agus Arifin Nu’mang juga menyatakan komitmennya untuk menyertakan STIBA Makassar dalam beberapa program pemerintah provinsi Sulsel.

    “Pemerintah provinsi memeliki beberapa program, STIBA bisa diikutkan di situ baik itu yang sifatnya langsung, maupun yang kita sinergikan, dan juga ada yang bisa kita rekomendasikan,” jelasnya di hadapan sivitas akademika STIBA dan para undangan.

    Di antara program pemerintah provinsi yang beliau maksudkan adalah pemerintah siap memberikan beasiswa selama dua semester kepada seluruh mahasiswa yang merupakan alumni SMA/MA di Sulawesi Selatan.

    Di samping itu, Wakil Gubernur Sulsel juga menjanjikan akan memberikan rekomendasi ke Dinas Tata Ruang untuk pembangunan rumah susun sewa mahasiswa (rusunawa) di STIBA Makassar.

    Besar harapan kita agar komitmen-komitmen Bapak Wagub ini bisa direalisasikan. Apalagi jika mengingat posisi beliau sebagai bagian dari tim Fokus STIBA Makassar saat ini. Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa memberikan taufiq-Nya kepada pemimpin-pemimpin bangsa ini. Allahumma amin.

    batu11

  • Ustadz Zaitun: STIBA Terancam Tidak Dapat Menerima Mahasiswa Baru

    Ustadz Zaitun: STIBA Terancam Tidak Dapat Menerima Mahasiswa Baru

    uzait

    “STIBA terancam tidak dapat menerima mahasiswa baru lagi semester depan,” ujar Ustadz Muhammad Zaitun—hafizhahullah—dalam sambutannya pada peletekan batu pertama Masjid Anas bin Malik Kampus STIBA Makassar. Bukan tanpa alasan Ketua Ulama dan Duat Asia Tenggara ini berkata demikian. Sejak semester ganjil tahun akademik 1435—1436 H/2014—2015 M, seluruh ruang kelas dan asrama putra telah terisi penuh.

    Enam ruangan yang sebelumnya merupakan ruang kelas, pada semester ini dialihfungsikan menjadi asrama. Sementara seluruh kelas dipindahkan ke gedung perkuliahan lama mahasiswi. Sementara satu kelas dengan jumlah mahasiswa terbanyak menempati salah satu sudut masjid. Kekhawatiran Ustadz Zaitun ini mencuat karena hingga kini, dana untuk pembangunan kelas ataupun asrama ini sama sekali belum ada, sementara tahun ajaran baru tersisa beberapa bulan lagi.

    Mendapatkan donatur untuk pembangunan kelas tak semudah mendapatkan donatur untuk pembangunan masjid. Hal ini kembali ditegaskan Ustadz Zaitun usai prosesi peletakan batu pertama, saat ramah tamah bersama para undangan di ruangan rapat STIBA Makassar. Karena itu, Ustadz Zaitun kembali meminta para kader dan simpatisan Wahdah Islamiyah dan kaum muslimin untuk berusaha memikirkan jalan keluar untuk STIBA ke depan.

    Bagi Pembaca yang ingin menyisihkan sebagian harta bendanya untuk membantu pembangunan kelas dan asrama bagi para penuntut ilmu syar’i di STIBA dapat menyalurkan bantuannya ke:

    Bank Syariah Mandiri

    No. Rekening 7171712027

    An. Pembangunan Kampus STIBA

    Atas perhatian dan partisipasinya kami ucapkan jazakumullahu khairan.

  • Wagub Sulsel Letakkan Batu Pertama Masjid Anas bin Malik Kampus STIBA Makassar

    Wagub Sulsel Letakkan Batu Pertama Masjid Anas bin Malik Kampus STIBA Makassar

    batu1

    Al-Ihsan adalah nama masjid kampus STIBA Makassar yang lama. Sejak Semester Ganjil tahun ini, Al-Ihsan tak lagi mampu menampung seluruh sivitas akademika di saat pelaksanaan shalat, khususnya shalat Zhuhur dan Jumat. Karena itu, pihak pengelola STIBA Makassar dan didukung penuh oleh Fokus STIBA (Forum Komunikasi Stakeholder/Simpatisan STIBA) menggagas perluasan masjid al-Ihsan.

    Gayung bersambut, ide ini dengan cepat direspon oleh kaum muslimin, baik dari para simpatisan Wahdah Islamiyah maupun kaum muslimin pada umumnya. Alhasil, dana perluasan masjid yang terkumpul dapat melebihi target. Dari sinilah muncul gagasan baru untuk menggantikan masjid lama dengan bangunan yang sama sekali baru, bukan sekadar masjid lama yang diperluas.

    Selasa 23 Shafar 1436 H/16 Desember 2014 M masjid al-Ihsan STIBA Makassar penuh sesak oleh para sivitas akademika STIBA dan tamu-tamu undangan. Hari itu adalah hari bersejarah bagi STIBA Makassar, di mana Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Ir. H. Agus Arifin Nu’mang, M.S. berkenan hadir untuk peletakan batu pertama pembangunan masjid kampus STIBA Makassar sebagai pertanda dimulainya pembangunan masjid kampus yang baru.

    Hadir bersama Bapak Wagub rombongan yang terdiri dari sejumlah pejabat provinsi di antaranya Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Agus Sumantri, Kepala Biro Mensprit H. Syamsibar, Plt. Dinas Pendidikan Salam Soba. Sementara Camat Manggala, Lurah Manggala, dan sejumlah tamu undangan lainnya juga tampak berbaur bersama hadirin lainnya dalam seremoni pelatakan batu pertama ini.

    Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci al-Qur’an oleh Ustadz Siswandi Safari, Lc. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua STIBA Makassar Ustadz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A. Dalam sambutannya, Ustadz Muhammad Yusran mengulas selayang pandang institusi yang saat ini dipimpinnya, latar belakang berdirinya hingga sejumlah kelebihan yang dimiliki STIBA Makassar.

    Sambutan kemudian dari Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., M.A. selaku Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah. Disusul sambutan dari Bapak Ir. H. Agus Arifin Nu’mang, M.S. Usai memberikan kata sambutan, Bapak Wakil Gubernur dan para hadirin kemudian beralih ke luar masjid untuk menjalani prosesi peletakan batu pertama masjid Anas bin Malik.

    Tim teknis dari Fokus STIBA yang menangani langsung pembangunan ini merencanakan akan membangun masjid ini sebanyak dua lantai. Sehingga kebutuhan dana untuk pembangunan ini juga jauh lebih besar dari prediksi awal yang hanya menargetkan perluasan bangunan lama. Karena itu partisipasi dari kaum muslimin tetap diharapkan untuk menyukseskan pembangunan masjid yang akan jadi pusat kegiatan mahasiswa STIBA ini.

  • Jendral Saudi Sampaikan Kuliah Umum dan Khotbah Jumat di STIBA Makassar

    Jendral Saudi Sampaikan Kuliah Umum dan Khotbah Jumat di STIBA Makassar

    Dr. Musfir

    Setelah sempat dikunjungi oleh Kepala Atase Militer Saudi Arabia Brigjen Usamah bin Muhammad asy Syuaibi beberapa waktu lalu, STIBA kembali menerima kehadiran Kepala Bina Mental Departemen Pertahanan Kerajaan Saudi Arabia Brigjen Dr. Musfir al-Qahthani, tepatnya pada hari Jumat, 19 Shafar 1436 H atau bertepatan dengan 12 Desember 2014 M.

    Dalam kunjungannya ke STIBA Makassar, alumni Akademi Militer Kerajaan Saudi ini didampingi oleh Ketua Umum Wahdah Islamiyah Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., M.A. yang baru-baru ini terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Ikatan Ulama dan Duat Asia Tenggara.

    Siapa sangka, militer berpangkat brigadir jendral ini adalah jebolan S3 Fakultas Syariah Universitas Imam Muhammad bin Saud Riyadh. Tak heran, saat menyampaikan khotbah Jumat di masjid kampus STIBA Makassar, dalil-dalil baik dari al-Qur’an maupun hadits mengalir fasih dari lisannya. Dalam khotbahnya di hadapan mahasiswa STIBA dan masyarakat sekitar kampus, Dr. Musfir mengajak seluruh jamaah untuk mensyukuri nikmat Allah berupa karunia Islam.

    “Di antara tujuh miliar penduduk bumi, hanya satu miliar yang beriman kepada Allah Azza wa Jalla,” ujarnya. Terlebih, lanjut beliau, Islam yang kita anut adalah Islam yang bermanhaj Ahlussunnah wal Jamaah, al Firqah an Najiyah yaitu golongan yang selamat. Kemudian beliau melanjutkan khotbahnya dengan membahas hadits terpecahnya umat Islam ke dalam 73 golongan. Hadits yang dikenal dengan sebutan hadits al-iftiraq.

    Terkhusus kepada para mahasiswa, Brigjen Musfir mengingatkan agar kelak menjadi dai-dai yang menyebarkan Islam dengan manhaj ahlus sunnah wal jamaah. Sederet dalil keutamaan menjadi seorang daipun beliau paparkan sebagai motivasi bagi para mahasiswa untuk menjadi dai.

    Usai menyampaikan khotbah, bersama Ustadz Muhammad Zaitun, Brigjen Musfir bertolak menuju Kodam VII Wirabuana untuk bertemu dengan Pangdam VII Wirabuana Mayjen TNI Bachtiar, S.IP, M.AP.

    Keesokan harinya, Sabtu pagi hingga Zhuhur, di aula gedung kampus putri, Syaikh Dr. Musfir al-Qahthani kembali memberikan kuliah umum di hadapan seluruh sivitas akademika STIBA Makassar. Tema yang diangkat kali ini adalah al-Amnu wa as-Salamah fi al-Islam (Konsep Keamanan dan Keselamatan dalam Islam).

    Kuliah Umum kali ini dipandu oleh MC Adil, salah seorang mahasiswa program studi Perbandingan Mazhab dan Hukum. Acara dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an oleh Idris Ridwanul Haq, kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan dari Ketua STIBA yang memberikan perkenalan singkat kepada Syaikh tentang STIBA Makassar.

    Dalam kuliah umumnya Syaikh memberikan motivasi kepada mahasiswa dan mahasiswi untuk berdakwah dengan penuh hikmah dan mengedepankan akhlak yang mulia. Di samping itu, beliaupun mengingatkan akan bahaya aliran sesat utamanya Syiah dan liberal.

    Kuliah umum diakhiri dengan sesi tanya jawab. Banyak pertanyaan yang diajukan baik oleh mahasiswa maupun mahasiswi melalui tulisan. Dan Syaikhpun terlihat sangat antusias menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk tersebut hingga terdengar adzan Zhuhur yang mengakhiri kuliah umum tersebut.

  • MENGAPA SAYA TAK MASUK SYIAH

    MENGAPA SAYA TAK MASUK SYIAH

    jauhi syiah

    Diakui, banyak orang mulai melirik Syiah. Sosialisasi yang gencar dan dengan dukungan dana yang kuat dari Iran, membuat jumlah pengikut Syiah terus bertambah. Tak sekadar jadi simpatisan, mereka bahkan jadi pengikut Syiah yang militan.

    Meski diakui pula, gerakan dakwah dan upaya membentengi umat Islam dari penyesatan Syiah juga gencar diadakan oleh para aktivis Islam, namun hal itu tidak sepenuhnya mampu membendung gelombang kaderisasi Syiah yang sangat masif.

    Sejatinya, kalau Syiah mau jujur menyampaikan jati dirinya, tak akan ada yang tertarik untuk masuk Syiah. Namun ajaran menyimpang jauh dari Islam ini membungkus kesesatannya dengan akidah taqiyah mereka. Akibatnya, banyak kaum muslimin yang tertipu oleh kedok mereka.

    Setidaknya, ayat-ayat al-Qur’an berikut ini sudah cukup untuk membuat kita tak melirik Syiah:

    1. Hanya orang-orang kafir yang membenci sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

    Syiah dikenal dengan kebencian dan laknat mereka terhadap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, khususnya Khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum. Ketiga khalifah yang mulia ini dianggap Syiah telah merebut hak khilafah dari tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Maka siapa saja dari kalangan sahabat yang mengakui kekhilafahan mereka bertiga maka dianggap telah kafir oleh Syiah.

    Syiah tak akan tegak tanpa kebencian dan dendam kesumat mereka terhadap para sahabat, padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman (artinya), “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath: 29).

    Allah menggambarkan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para sahabatnya, saling berkasih sayang sesama mereka. Lalu Allah memisalkan para sahabat Nabi seperti tunas-tunas yang tumbuh kokoh yang menyenangkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebaliknya, keadaan para sahabat yang demikian indah digambarkan oleh Allah justru membuat hati orang-orang kafir jengkel terhadap mereka.

    Lalu bagaimana dengan Syiah? Kejengkelan dan kebencian mereka terhadap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah cukup untuk menjawab siapa sebenarnya mereka.

    1. Seperti inilah Allah mengelompokkan kaum muslimin

    Kelompok I: Muhajirin

    Golongan al-Muhajirin disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS. Al-Hasyr: 8, Allah berfirman (artinya), “(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

    Kelompok II: Anshar

    Disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat selanjutnya (artinya), ”Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

    Kelompok III: Yang Mendoakan Muhajirin dan Anshar

    Firman Allah (artinya), “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Hasyr: 10).

    Pembaca yang budiman, di kelompok manakah Anda berada? Menjadi golongan Muhajirin dan Anshar tentu saja tak mungkin, sebab mereka adalah para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah wafat.

    Menjadi kelompok III? Sangat memungkinkan, dan semoga kita termasuk dalam kelompok ini. Caranya dengan mendoakan para sahabat Muhajirin maupun Anshar dan menghilangkan kedengkian terhadap mereka.

    Lalu di kelompok manakah Syiah?

    Muhajirin?

    Anshar?

    Atau yang mendoakan para sahabat?

    Alih-alih mendoakan, hati mereka justru dipenuhi dendam kesumat terhadap para sahabat.

    Celakanya, Allah Azza wa Jalla hanya mengelompokkan kaum muslimin ke dalam tiga golongan di atas. Tak ada golongan ke empat yang dapat menampung Syiah.

    1. Sikap keras dan permusuhan Syiah terhadap para sahabat ternyata berbeda dengan sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap para sahabatnya

    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya), “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu…” (QS. Ali Imran: 159).

    Jika Rasulullah shallallahu alaih wasallam seorang nabi yang mulia Allah perintahkan untuk bersikap lemah lembut terhadap para sahabatnya, maka sepantasnyalah umatnya bersikap lebih santun lagi terhadap mereka radhiyallahu ‘anhum.

    Sekali lagi, di mana posisi Syiah dari ayat di atas? Jauh dan sangat jauh menyimpang.

    1. Allah Ta’ala mengampuni dan menyayangi para sahabat, sebaliknya Syiah mengafirkan dan melaknat mereka

    Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (artinya), “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka (sahabat).” (QS. at-Tawbah: 117).

    Ayat di atas turun berkaitan dengan Perang Tabuk. Para sahabat yang turut serta dalam Perang Tabuk disebut Jaisyul ‘Usrah, karena sulitnya kondisi kaum muslimin saat itu. Wajar jika akhirnya ada di antara mereka yang merasa berat dan hampir saja berpaling dari perintah Allah.

    Utsman bin Affan menginfakkan 950 unta dan 50 ekor kuda lengkap dengan muatannya untuk biaya perang. Umar bin Khatthab menginfakkan setengah hartanya yang tak sedikit, sementara Abu Bakar ash-Shiddiq menginfakkan seluruh hartanya. Sayangnya, justru ketiga sahabat mulia inilah yang paling dikafirkan oleh Syiah. Aneh, mereka mengaku muslim tapi akidah mereka menyelisihi firman-firman Allah.

    1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memaafkan kesalahan para sahabatnya bahkan memohonkan ampun bagi mereka

    Allah berfirman (artinya), “Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 159).

    Sejarah membuktikan bahwa para sahabat radhiyallahu anhum yang telah mendampingi perjuangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terkadang jatuh dalam kesalahan. Apakah Allah melaknat mereka atau memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mencela dan menuduh para sahabatnya kafir?

    Ternyata Allah ‘Azza wa Jalla justru memerintahkan Rasul-Nya untuk memaafkan dan memintakan ampunan bagi para shahabatnya. Bahkan lebih dari itu, beliau pun senantiasa mengajak para sahabatnya untuk bermusyawarah tentang urusan-urusan perang, politik, ekonomi, kemasyarakatan, dan lain-lain.

    Sekali lagi, bandingkan dengan Syiah. Mereka sangat berat menerima kesalahan para sahabat. Apakah mereka merasa lebih mulia dari Allah dan Rasul-Nya? Hanya Allah yang tahu kemudian orang-orang Syiah itu.

    1. Para sahabat adalah penolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin.” (QS. al-Anfal: 62).

    Para mukmin, siapakah mereka? Tentu saja mereka adalah para sahabat yang telah mempersembahkan harta, jiwa dan raga mereka untuk membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Subhanallah!

    Para sahabat adalah manusia-manusia pilihan yang dipilih Allah untuk mendampingi perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika hari ini, kehormatan para sahabat terus direndahkan oleh orang-orang Syiah, maka itu tak ada artinya jika dibandingkan dengan sederet pembelaan Allah Azza wa Jalla terhadap mereka.

    1. Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ibunda kaum muslimin

    Allah Jalla Jalaluh berfirman (artinya), “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. al-Ahzab: 6).

    Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ibunda kita kaum muslimin. Sementara Syiah melecehkan, menuduh berzina, bahkan mengafirkan Ibunda kaum Mukminin Aisyah binti Abi Bakar dan Hafshah binti Umar radhiyallahum.

    Apakah Syiah tidak menganggap bahwa Aisyah dan Hafshah radhiyallahu ‘anhuma itu sebagai ibunda mereka—dengan konsekuensi ingkar terhadap firman Allah di atas? Ataukah mereka adalah anak-anak durhaka terhadap ibundanya? Atau itukah pengakuan bahwa mereka memang bukan bagian dari kaum muslimin? Wallahu A’lam.

    Setidaknya, ketujuh ayat di atas—dan masih banyak ayat lainnya—yang menyebabkan saya hingga saat ini tidak kepincut oleh ajaran Syiah, seindah apapun ia dikemas oleh para pengikutnya. Semoga Saudaraku Pembaca yang mulia pun demikian. Wallahu al-Hadi ilaa aqwam ath-thariq.

    Buletin al-Fikrah STIBA Makassar, edisi 19 Shafar 1436 H/12 Desember 2014 M

     

     

     

  • Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah Pimpin Ikatan Ulama dan Duat Asia Tenggara

    Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah Pimpin Ikatan Ulama dan Duat Asia Tenggara

    ulama asean

    Ketua STIBA Makassar Ustadz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A. baru-baru ini menghadiri Muktamar I Ikatan Ulama dan Duat Asia Tenggara (Rabithah Ulama wa Du’at Janub Syarqi Asia) yang berlangsung di Hotel Santika, Jl Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Sabtu-Ahad (29-30/11/2014) bertepatan dengan 7-8 Shafar 1436 H.

    Muktamar bertema “Membangun Peradaban Asia Tenggara dengan Prinsip Moderat Ajaran Islam (al-Wasathiyyah)” ini diikuti sekitar 113 orang peserta dan didukung 10 negara ASEAN ditambah Timor Leste. Perwakilan Brunei Darussalam dan Vietnam tidak bisa menghadiri muktamar ini karena alasan teknis. Muktamar ini dibuka oleh Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.

    Muktamar ini berakhir pada Ahad (30/11/2014) pagi. Ditutup oleh Wakil Menteri Luar Negeri Malaysia Dato Hamzah Zainuddin.

    Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin dari Indonesia terpilih sebagai Ketua Umum Ikatan Ulama dan Duat Asia Tenggara (Rabithah Ulama wa Du’at Janub Syarqi Asia). Program awal lembaga ini, menurut Zaitun sebagai ketua terpilih, selain menyusun kepengurusan juga melakukan konsolidasi dengan para ulama dan dai se-Asia Tenggara.

    Ia akan melakukan kunjungan ke berbagai negara ASEAN dan Timor Leste, baik yang menghadiri muktamar maupun tidak. Kemudian, katanya, lembaganya akan menjalin kerjasama dengan ASEAN secara khusus.

    “Berikutnya program peningkatan ilmu terhadap para ulama dan juga peningkatan ibadah,” ujarnya sebagaimana dilansir situs Hidayatullah.

    Selain itu, jelasnya, rabithah tersebut akan melakukan upaya-upaya advokasi terhadap persoalan Rohingya (Myanmar), termasuk mengenai isu-isu negatif seperti di Filipina Selatan dan Thailand Selatan.

    “Kita ingin memperjuangkan kepentingan mereka sesuai dengan kapasitas ulama,” ujarnya.

    Terkait program dalam negeri, ia mengatakan, sebagai ketua dirinya tidak hanya berpikir untuk Indonesia saja, tapi lebih luas dari itu. Indonesia, katanya, harus memberi pengaruh yang kuat pada kinerja Ikatan Ulama dan Duat Asia Tenggara.

    “Indonesia harus lebih kuat lagi melakukan konsolidasi, sebagai negara Islam terbesar,” ujarnya.

    Muktamar II di Kuala Lumpur

    Zaitun terpilih secara aklamasi dalam musyawarah mufakat yang digelar pada Sabtu (29/11/2014) malam. Pria yang juga Ketua DPP Wahdah Islamiyah ini merupakan salah seorang inisiator berdirinya rabithah tersebut.

    Adapun posisi Sekretariat Jenderal (Sekjen) dijabat oleh Dr Jeje Zainuddin yang juga Wakil Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

    Sementara itu, berdasarkan keterangan panitia, muktamar selanjutnya diagendakan berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia. Menurut seorang pembawa acara akan digelar pada tahun 2015. Namun, agenda tersebut kemungkinan bisa berubah.

    Sebab, menurut Jayadi, salah seorang pengurus, “Muktamar (selanjutnya akan digelar) tiga tahun ke depan. Tapi rencananya setiap 6 bulan ada pertemuan,” ujarnya , Senin (1/12/2014).

     

  • Motivasi Dakwah dan Menuntut Ilmu dari  Ketua MIUMI Yogyakarta

    Motivasi Dakwah dan Menuntut Ilmu dari Ketua MIUMI Yogyakarta

    DSC02522

    9 Muharram 14/02 November, Kampus STIBA kembali dikunjungi oleh seorang ustadz yang dikenal aktif berkiprah dalam dunia dakwah. Beliau adalah Ustadz Ridwan Hamidi, Lc., M.P.I., M.A. Pada kunjungan kali ini, beliau didaulat untuk membawakan taklim selepas Isya di Masjid Kampus STIBA Makassar.

    Sebelum memulai pemaparan materinya, ketua MIUMI (Majelis intelektual Ulama Muda Indonesia) daerah Yogyakarta ini, menghimbau kepada para mahasiswa agar banyak bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla karena telah dipilih dan diberi kesempatan oleh Allah untuk menimba ilmu pada tempat yang begitu kondusif bagi para penuntut ilmu syar’i. Tentunya rasa syukur yang sangat tepat untuk diimplementasikan dalam kondisi seperti ini yaitu dengan mempergunakan waktu dan kesempatan sebaik mungkin.

    Selanjutnya, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Sumatera dan Jawa Wahdah Islamiyah ini memaparkan tentang pola pikir masyarakat Indonesia yang cepat puas dalam menuntut ilmu, maka beliau mencoba memberi pencerahan dan motivasi kepada mahasiswa melalui realita dakwah saat beliau safari dakwah ke negara-negara tetangga yang kaum muslimnya minoritas. Dengan asumsi bahwa dengan menceritakan realita dakwah ini, bisa menjadi sebuah justifikasi bagi para mahasiswa untuk lebih termotivasi dalam berdakwah.

    Kaitannya dengan realita dakwah tersebut, pada bulan September yang lalu, beliau bersama dengan Pimpinan Dewan Syariah Wahdah Islamiyah sekaligus sebagai Ketua MIUMI daerah Sulawesi Selatan, Ustadz Dr. Rahmat Abdurrahman Lc., M.A. Mereka berdua mengunjungi tiga negara yang dijadwal tiap pekannya. Pekan pertama, dimulai pada kunjungan ke Myanmar, kemudian pekan kedua berkunjung ke Filipina, dan selanjutnya berkunjung ke Vietnam. Pada kunjungan tersebut, ada beberapa poin penting yang beliau ceritakan. Di antaranya, berkaitan dengan kondisi sistem belajar dan pembelajaran saudara-saudara kita yang ada di Myanmar, mereka tidak mendapat kesempatan belajar seperti yang kita rasakan di Indonesia. Mereka tidak diberi izin atau keleluasaan dari pihak pemerintah untuk mendirikan pesantren, perguruan tinggi ataupun universitas yang berbasis Islam. Ini disebabkan karena Islam di Myanmar minoritas, hanya sekitar 12%. Dengan demikian suasana keislamannya tidak seperti apa yang kita rasakan di Indonesia.

    Realita yang lebih memprihatinkan yaitu kondisi umat Islam di Vietnam. Persentase umat Islam di sana kurang dari 1 %, hanya sekitar 0,8 %. Begitu pula dengan kota Hocimin, salah satu kota yang tingkat aktivitas di dalamnya lebih tinggi daripada ibukota negaranya. Di sana hanya terdapat sekitar 5 atau 6 masjid, dan hanya satu masjid yang dipergunakan untuk shalat Jumat. Penyebabnya sama dengan Myanmar, tidak adanya kebebasan mendirikan sekolah dan lembaga pendidikan lainnya yang berbasis Islam.

    Adapun poin selanjutnya, berkaitan dengan realita belajar dan pembelajaran pada tataran penuntut ilmu syar’i saat ini. Banyak di antara mereka yang terfitnah dengan IT yang begitu canggih. Sehingga banyak yang terjangkiti penyakit ”belajar Islam ala internet,” sehingga waktu untuk membuka, mengkaji, dan menelaah langsung kitab asli para ulama itu sangat terbatas, bahkan hampir tidak ada. Tentunya hal ini menimbulkan berbagai problema bagi penuntut ilmu itu sendiri. Di antaranya adanya unsur ketergesa-gesaan di dalamnya, sehingga apa yang kita baca tidak terfokus dan tidak tercermati secara mendalam. dikarenakan hampir setiap postingan itu cenderung singkat dan padat. Setiap permasalahan langsung pada inti dan penyelesaiannya tanpa adanya rincian-rincian permasalahan yang detail dan tanpa menyebutkan bagaimana cara mencari dan menentukan penyelesaian dari permasalahan tersebut. (Sarmin)

  • DPP Wahdah Islamiyah Gelar Tabligh Akbar di STIBA Makassar

    DPP Wahdah Islamiyah Gelar Tabligh Akbar di STIBA Makassar

    10404146_712496335506128_1820102893629134274_n copy

    Ribuan kader dan simpatisan Wahdah Islamiyah Makasar memadati Aula kampus STIBA Makasar untuk mengikuti Tabligh Akbar dengan pembicara utama Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, Ahad (16/1/1436).

    Ustadz Zaitun seperti dilansir oleh laman islamedia.co membuka ceramahnya yang berjudul “Menuju Kejayaan Islam ” ini dengan ucapan apresiasi terhadap penampilan nasyid dari murid-murid SDIT Wahdah Islamiyah 01 Makassar.

    Dalam paparannya, Ustadz Zaitun menjelaskan bahwa penanggalan hijrah mengingatkan kita tentang peristiwa hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Upaya untuk meraih eksistensi ummat ini harus dimulai dengan kembali kepada apa yang membuat ummat ini dulu berjaya.

    Islam diturunkan menjadi risalah terakhir bahkan untuk alam semesta. Demikian pula Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam  merupakan nabi terakhir. Maka bila terjadi masalah atau kemunduran pada umat ini maka umat harus kembali kepada konsep yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak akan ada lagi dan tidak perlu lagi ada Nabi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena sudah cukup dan sudah sesuai dengan konsep akhir zaman. Hanya saja, perlu untuk mengaktualkan dan mempraktikkannya kembali.

    Karena itu, Wakil Ketua MIUMI Pusat ini menasihatkan akan pentingnya melahirkan generasi pelopor atau apapun istilahnya, yang jelas memiliki sifat-sifat dan kriteria sebagai berikut:

    1. Generasi yang Sangat Cinta kepada Allah.

    2. Cinta Berukhuwah

    3. Maksimalkan Perjuangan

     

    Untuk mewujudkan kejayaan Islam ini perlu pengorganisasian yang baik dan jumlah yang cukup, manhaj yang tepat, serta kader  yang berkualitas.

    Ustadz selaku pimpinan Wahdah Islamiyah ini mengajak kadernya untuk bergabung jika ada organisasi yang lebih baik dan jika bergabung bisa lebih memperkuat dan mempercepat proses dakwah. Namun jika belum ada maka ini merupakan tugas kader untuk memperkuat oraganisasi yang telah ada.

     

  • Dosen STIBA Makassar Terima Penghargaan dari Pemerintah Saudi

    Dosen STIBA Makassar Terima Penghargaan dari Pemerintah Saudi

     

    IMG-20141031-WA0016Dosen Fikih dan Ushul Fikih STIBA Makassar Ustadz Dr. Rahmat Abdurrahman, Lc., M.A. memperoleh penghargaan dari pemerintah Arab Saudi. Penghargaan tersebut diserahkan atas peran serta Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah ini sebagai pengarah dalam Seminar Internasional “Al-Wasathiyah fil Qur’an was Sunnah Wa Tathbiquha al-Mu’ashirah Fis Su’udiyah wa Indunisiya”, di Jakarta baru-baru ini. Seminar ini terlaksana atas kerja sama Universitas Islam Madinah dengan Universitas Negeri Makassar (UNM).

    Selain itu, penghargaan juga diberikan kepada Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., M.A. Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah atas peran beliau memediasi kerjasama Pemerintah Saudi Arabia dalam hal ini dengan beberapa kalangan di Indonesia.
    Salah satunya adalah kerjasama antara Universitas Islam Madinah (UIM) dan Universitas Negeri Makassar (UNM) dalam pembangunan Pusat Kajian Islam dan Bahasa Arab di kampus UNM.

    IMG-20141028-WA0040

    Seperti diberitakan islamedia.co, penyerahan penghargaan oleh Rektor Universitas Islam Madinah, Syekh. Dr. Abdurrahman bin Abdullah As-Sanad pada Seminar Internasional “Al-Wasathiyah fil Qur’an was Sunnah Wa Tathbiquha al-Mu’ashirah Fis Su’udiyah wa Indunisiya”.

    Duta besar Saudi Arabia Syekh Musthfa Mubarak mengapresiasi upaya ketua Umum Wahdah Islamiyah, Ustadz Muhammad Zaitun yang selama ini memprakarsai kerjasama Pemerintah Saudi Arabia dengan berbagai pihak di Indonesia. “Saya selaku Duta besar Saudi Arabia menyampaikan syukur dan terimaksih kepada Syaikh Muhammad Zaitun atas prakarsa beliau dalam memediasi kerjasama pemerintah Saudi dengan berbagai pihak di Indonesia, khususnya dengan Universitas Negeri Makassar”.

    Hal itu disampaikan Syekh Musthafa pada jamuan makan malam bersama Imam Masjidil Haram, Syaikh Abdurrahman bin Abdul Aziz As Sudais dan tokoh-tokoh Islam di rumah Dubes Saudi (28/10). Beliau juga menyampaikan terimakasih kepada pihak UNM yang menyelenggarakan seminar tentang Wasathiyah menurut Al qur’an dan Sunnah bekerjasma dengan Universitas Islam Madinah.

    Wahdah Islamiyah lahir dan berpusat di Makassar. Ormas yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan ini merupakan ormas yang menaungi STIBA Makassar.