Latar Belakang Pendirian
STIBA Makassar berdiri dari sebuah gagasan besar yang lahir di tengah kecintaan terhadap pendidikan Islam dan bahasa Arab.
Pada awal 1990-an, ketika pendidikan Islam di Indonesia mulai merasakan pengaruh dari kebangkitan Islam global, beberapa alumni Universitas Islam Madinah yang tergabung dalam Yayasan Wahdah Islamiyah (sekarang ormas Wahdah Islamiyah), melihat pentingnya mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang mampu mencetak kader-kader ulama dan intelektual muslim.
Gagasan ini bukanlah hanya soal mendirikan lembaga pendidikan, tetapi juga membangun generasi yang kuat dalam keilmuan agama, berakar pada tradisi Islam yang murni, dan memiliki adab serta akhlak yang luhur.
Kota Makassar, sebagai salah satu pusat perkembangan Islam di Indonesia Timur, menjadi titik awal realisasi dari gagasan besar ini.
Berangkat dari kebutuhan mendesak akan lembaga pendidikan yang fokus pada pemahaman Al-Qur’an, hadis, dan bahasa Arab, Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar didirikan dengan niat suci untuk melanjutkan tradisi keilmuan Islam yang sudah berlangsung berabad-abad.
Pada masa-masa awal pendiriannya, STIBA Makassar beroperasi dengan sarana yang sangat sederhana.
Namun, semangat para pendiri dan dukungan masyarakat muslim sekitar menjadi bahan bakar yang kuat untuk terus bergerak maju.
Dimulai dari satu kelas kecil di sudut Masjid Wihdatul Ummah dengan 30 mahasiswa angkatan pertama, STIBA Makassar perlahan tumbuh menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam terkemuka di kawasan ini.
Awal Mula Gagasan
Inspirasi dari Universitas Islam Madinah
Awal mula gagasan pendirian STIBA Makassar tidak lepas dari pengaruh besar Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia.
Universitas ini telah lama menjadi kiblat pendidikan Islam bagi para penuntut ilmu dari seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Di sinilah banyak putra-putra terbaik bangsa, termasuk para calon pendiri STIBA Makassar, menimba ilmu agama secara mendalam.
Pengajaran yang berbasis pada Al-Qur’an, sunah, serta tradisi keilmuan Islam klasik, membentuk pandangan keilmuan yang murni dan terpadu dalam diri mereka.
Para mahasiswa Universitas Islam Madinah yang berasal dari Indonesia, khususnya para kader Yayasan Wahdah Islamiyah (sekarang ormas) dari Makassar, Sulawesi Selatan, merasakan tanggung jawab besar untuk membawa pemahaman Islam yang mereka dapatkan ke tanah air.
Mereka terinspirasi oleh keunggulan kurikulum pendidikan Islam di Madinah dan merasa perlu menghadirkan lembaga serupa di Indonesia.
Dengan harapan dapat menjadi pusat kajian Islam dan bahasa Arab, lahirlah gagasan awal untuk mendirikan perguruan tinggi yang berfokus pada dua disiplin tersebut.
Peran Ustaz Dr. K.H. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., M.A.
Salah satu tokoh kunci dalam pendirian STIBA Makassar adalah Ustaz Dr. K.H. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., M.A. seorang alumni Universitas Islam Madinah.
Beliau adalah salah satu sosok yang sangat berpengaruh dalam mewujudkan gagasan pendirian lembaga ini.
Ustaz Zaitun, dengan visi besar dan dedikasi yang luar biasa terhadap dakwah dan pendidikan, menjadi penggerak utama dalam mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk merealisasikan pendirian STIBA Makassar.
Kepemimpinan beliau tidak hanya terbatas pada aspek akademis, tetapi juga pada upaya membangun sinergi antara pendidikan agama dengan gerakan dakwah yang lebih luas.
Ustaz Zaitun meyakini bahwa pendidikan yang berbasis pada pemahaman Islam yang murni harus menjadi pilar penting dalam membangun generasi muda muslim yang berdaya saing tinggi.
Beliau berkomitmen untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat.
Perencanaan Awal: Menyiapkan Perguruan Tinggi Berbasis Islam dan Bahasa Arab
Sejak awal, perencanaan untuk mendirikan perguruan tinggi ini bukan sekadar ide spontan, melainkan dirancang secara matang.
Para pendiri yang merupakan alumni Universitas Islam Madinah, merumuskan visi dan tujuan besar untuk perguruan tinggi ini.
Salah satu fokus utama adalah menciptakan lembaga pendidikan yang mengintegrasikan studi Islam dengan pengajaran bahasa Arab sebagai sarana utama untuk memahami Al-Qur’an dan hadis.
Mereka menyadari bahwa bahasa Arab adalah kunci untuk memahami literatur-literatur Islam secara mendalam.
Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Arab tidak hanya menjadi bagian dari kurikulum, tetapi menjadi inti dari proses pendidikan di STIBA Makassar.
Dengan fondasi ini, para lulusan diharapkan mampu menguasai sumber-sumber asli keislaman dan menyebarkan ajaran Islam yang otentik kepada masyarakat luas.
Penekanan pada Tarbiah dan Adab
Para pendiri STIBA Makassar menekankan pentingnya tarbiah (pendidikan karakter) dan adab (etika atau akhlak) untuk para mahasiswa kelak.
Bagi para pendiri, pendidikan Islam tidak cukup hanya dengan penguasaan ilmu secara akademis, tetapi juga harus dibarengi dengan pembentukan karakter dan adab yang mulia.
Ilmu tanpa adab dianggap tidak akan menghasilkan generasi Muslim yang benar-benar bermanfaat bagi umat dan bangsa.
Di STIBA Makassar, para mahasiswa akan dididik untuk mengedepankan etika Islam dalam setiap aspek kehidupan mereka.
Adab terhadap ilmu, adab terhadap guru, dan adab terhadap sesama manusia menjadi nilai-nilai utama yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan.
Nilai-nilai ini diinternalisasikan melalui berbagai program tarbiah yang dirancang untuk membentuk pribadi yang kokoh dalam akhlak dan keyakinan.
Para “Founding Fathers” STIBA Makassar memandang bahwa melalui penekanan ini akan dapat menjadikan STIBA Makassar tidak hanya sebagai tempat menimba ilmu, tetapi juga sebagai tempat membentuk kepribadian yang islami, sehingga para lulusannya siap untuk menjadi pemimpin di masyarakat, baik dalam bidang akademis, sosial, maupun dakwah.
Tim Penyusun Kurikulum dan Awal Kegiatan
Peran Syekh Dr. Rusyud Sulmi
Dalam proses awal pendirian STIBA Makassar, peran Syekh Dr. Rusyud Sulmi sangat signifikan.
Beliau adalah seorang dosen di Universitas Islam Madinah yang memiliki wawasan luas, selain dalam ilmu syariat, juga berpengalaman dalam dunia akademik.
Syekh Dr. Rusyud Sulmi memberikan arahan yang strategis dalam merancang struktur kurikulum yang sesuai dengan standar pendidikan Islam yang murni.
Beliau menekankan pentingnya keseimbangan antara ilmu syar’i yang berbasis pada Al-Qur’an dan sunah, serta pendidikan bahasa Arab yang memadai.
Penyusunan Kurikulum dan Asatidzah hingga Masyaikh yang Terlibat
Proses penyusunan kurikulum STIBA Makassar melibatkan para mahasiswa Universitas Islam Madinah asal Makassar dan beberapa syekh dari berbagai disiplin ilmu.
Tim ini bekerja sama untuk merancang kurikulum yang tidak hanya relevan dengan kebutuhan lokal, tetapi juga memiliki standar internasional.
Fokus utama dari kurikulum ini adalah pengajaran akidah, syariah, fikih, hadis, serta penguasaan penuh atas bahasa Arab.
Kurikulum ini dirancang dengan metodologi pembelajaran yang terstruktur dan holistik yang memungkinkan mahasiswa untuk memahami esensi ajaran Islam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap anggota tim penyusun kurikulum memberikan kontribusi yang berarti dalam proses perumusan ini.
Mereka juga berkomitmen untuk menjaga agar kurikulum yang disusun tetap mengikuti tradisi ilmiah Islam yang kuat.
Daftar Nama Tim Penyusun Kurikulum
Berikut adalah daftar nama-nama mahasiswa UIM yang terlibat dalam penyusunan kurikulum STIBA Makassar saat itu:
1. Dr. Rahmat Abdurrahman, Lc., M.A.
2. Syaiful Yusuf, Lc., M.A.
3. Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D.
4. Jahada Mangka, Lc., M.A.
5. Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc., M.Si., Ph.D.
6. Ridwan Hamidi, Lc., M.P.I., M.A.
7. Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D.
8. Muhammad Yani Abdul Karim, Lc., M.A.
9. Salahuddin Guntung, Lc., M.A., Ph.D.
Setiap anggota tim memiliki peran dan kontribusi yang berbeda dalam proses penyusunan kurikulum ini.
Pengaruh Kurikulum Universitas Islam Madinah (UIM)
Salah satu inspirasi besar dalam penyusunan kurikulum STIBA Makassar adalah kurikulum Universitas Islam Madinah (UIM).
Sebagai lembaga yang telah terbukti melahirkan cendekiawan dan ulama di seluruh dunia, UIM menjadi rujukan utama dalam pembentukan kurikulum STIBA Makassar.
Para pendiri STIBA Makassar adalah alumni UIM, membawa semangat dan standar pendidikan yang mereka terima selama di Madinah ke dalam proses pembelajaran di STIBA Makassar.
Pengaruh kurikulum UIM terlihat dalam pendekatan pendidikan yang berbasis pada pemahaman mendalam terhadap Al-Qur’an, hadis, serta keilmuan Islam klasik.
Struktur mata kuliah di STIBA Makassar dirancang untuk mengikuti pola yang serupa dengan UIM, di mana fokus utamanya adalah mengajarkan dasar-dasar agama Islam secara mendalam, dengan bahasa Arab sebagai medium pengajaran utama.
Melalui kurikulum yang telah disusun dengan matang ini, STIBA Makassar berharap dapat mencetak generasi ulama dan cendekiawan muslim yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan Islam di Indonesia dan dunia.
Pendirian dan Perkembangan Awal
The Founding Fathers STIBA Makassar
Pendirian STIBA Makassar akhirnya terwujud setelah tiga angkatan mahasiswa menyelesaikan studi di Universitas Islam Madinah.
Angkatan pertama terdiri dari Ustaz Muhammad Zaitun Rasmin, diikuti oleh Ustaz Muhammad Ikhwan Jalil yang menyusul dua tahun kemudian.
Kemudian, pada tahun 1998, setelah angkatan yang terdiri dari Ustaz Jahada Mangka, Ustaz Rahmat Abdurrahman, Ustaz Syaiful Yusuf, Ustaz Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc., M.Si., dan Ustaz Muhammad Yusran Anshar menyelesaikan studi di UIM dan kembali ke tanah air, ide pendirian STIBA Makassar akhirnya dapat direalisasikan.
Ketujuh ustaz alumni Universitas Islam Madinah inilah yang kemudian dikenal sebagai Pendiri STIBA Makassar, yaitu:
- Dr. K.H. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., M.A.
Lahir: Gorontalo, 24 Desember 1966
- Muhammad Ikhwan Jalil, Lc., M.H.I., M.Pd.
Lahir: Surabaya, 20 November 1970
- Jahada Mangka, Lc., M.A.
Lahir: Baraka, 30 Desember 1969
- Dr. Rahmat Abdurrahman, Lc., M.A.
Lahir: Ujung Pandang, 13 September 1975
- Syaiful Yusuf, Lc., M.A.
Lahir: Ujung Pandang, 14 Oktober 1972
- Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D.
Lahir: Makassar, 22 Februari 1972
- Dr. Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc., M.Si.
Lahir: Kendari, 8 September 1975
Pendirian di Bawah Naungan Yayasan Pendidikan Wahdah Islamiyah
STIBA Makassar didirikan di bawah naungan Yayasan Pendidikan Wahdah Islamiyah, sebuah lembaga yang dikenal memiliki komitmen kuat dalam mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia.
Yayasan ini tidak hanya berperan sebagai pelindung hukum STIBA Makassar, tetapi juga memberikan dukungan finansial dan operasional pada tahap-tahap awal pendirian.
Dengan bimbingan dan arahan Yayasan, STIBA Makassar berhasil tumbuh sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang solid, dengan fokus pada pengembangan intelektual dan spiritual mahasiswanya.
Yayasan Pendidikan Wahdah Islamiyah yang telah berdedikasi dalam menyebarkan pendidikan, dakwah, dan tarbiah, memandang perlunya lembaga pendidikan tinggi yang mampu mencetak kader-kader dakwah yang kompeten dan siap berkontribusi di tengah masyarakat.
STIBA Makassar menjadi salah satu upaya strategis dalam membangun generasi muda yang tidak hanya kuat dalam ilmu syariah dan bahasa Arab, tetapi juga berkarakter dan berkomitmen pada nilai-nilai Islam.
Strategi Unik Memulai dari Pendidikan Tinggi
Keputusan untuk langsung memulai dari pendidikan tinggi, alih-alih dari tingkat dasar atau menengah adalah langkah strategis yang unik dari para pendiri STIBA Makassar.
Melihat kebutuhan mendesak akan tenaga ahli dalam bidang ilmu syariah dan bahasa Arab, STIBA memilih untuk mendidik generasi muda di level yang lebih tinggi agar mereka segera dapat berkontribusi di masyarakat sebagai dai, pendidik, dan pemimpin.
Hal ini memungkinkan STIBA Makassar untuk mencetak lulusan yang siap terjun ke dunia dakwah dan pendidikan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan jika mereka memulai dari pendidikan dasar.
Pendekatan ini juga didukung oleh visi para pendiri yang melihat adanya kekosongan dalam lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia, terutama yang fokus pada pendidikan syariah dan bahasa Arab dengan standar yang setara dengan Universitas Islam Madinah (UIM) Saudi Arabia.
Oleh karena itu, STIBA Makassar berupaya untuk mengisi kekosongan ini dan sekaligus memosisikan diri sebagai lembaga pendidikan unggulan.
Angkatan Pertama dan Respons Masyarakat
Tahun pertama penerimaan mahasiswa STIBA Makassar ditandai dengan antusiasme yang besar dari masyarakat.
Angkatan pertama yang terdiri dari mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, memperlihatkan minat yang tinggi dalam menimba ilmu agama dan bahasa Arab di bawah bimbingan para masyaikh dan ustaz terkemuka.
Mereka datang dengan semangat besar untuk menjadi pelopor dakwah dan pendidikan Islam di daerah masing-masing.
Respons masyarakat terhadap kehadiran STIBA Makassar sangat positif, terutama dari kalangan yang menginginkan pendidikan tinggi Islam yang berkualitas dan berfokus pada pembinaan tarbiah dan akhlak.
Banyak orang tua dan pemuda muslim yang melihat STIBA Makassar sebagai jawaban atas kebutuhan akan institusi pendidikan yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga kuat dalam membentuk karakter islami.
Masyarakat lokal dan regional sangat mendukung langkah STIBA Makassar dalam mendidik generasi muda yang siap menjadi dai dan pemimpin umat, khususnya di wilayah Indonesia Timur yang pada saat itu masih minim lembaga pendidikan tinggi Islam yang berkualitas.
Kesuksesan angkatan pertama juga membuka pintu bagi STIBA Makassar untuk terus menerima lebih banyak mahasiswa di tahun-tahun berikutnya, sekaligus meningkatkan reputasinya sebagai institusi pendidikan Islam yang kredibel.
Dari non-Formal Menuju Pengakuan
Pada awalnya, STIBA Makassar tidak direncanakan untuk menjadi lembaga formal. Tujuan utamanya adalah untuk menjadi lembaga yang diakui kualitasnya, meskipun mungkin tidak mengambil izin resmi sebagai lembaga pendidikan formal.
Oleh karena itu, STIBA Makassar pada awal pendiriannya tidak mengikuti aturan-aturan resmi dalam mendirikan perguruan tinggi.
Seluruh pengajarnya saat itu masih berpendidikan S-1, tanpa menyadari adanya aturan bahwa pengajar di perguruan tinggi seharusnya berpendidikan minimal S-2. Banyak persyaratan untuk perguruan tinggi yang belum terpenuhi pada waktu itu.
Seiring waktu, STIBA Makassar mulai menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku.
Usulan-usulan agar STIBA Makassar dapat diterima secara luas oleh masyarakat mulai muncul, terutama mengingat harapan para mahasiswa yang awalnya hanya dijanjikan kualitas keilmuan yang baik, tetapi kemudian juga menginginkan ijazah yang diakui.
Orang tua mereka juga berharap anak-anaknya memiliki syahadah (ijazah) setelah menyelesaikan studi.
Atas dasar inilah STIBA Makassar mulai memikirkan untuk memformalkan statusnya sebagai lembaga pendidikan. Pada tahun 2002, STIBA Makassar akhirnya mendapatkan izin pendirian dari Kopertais.
Namun, setelah itu, STIBA Makassar sempat mengalami kendala dalam hal pemberkasan sehingga cukup lama tidak memperbarui izin pendiriannya.
Banyak dinamika yang terjadi hingga akhirnya disadari pentingnya memiliki lembaga pendidikan yang formal dan terakreditasi demi masa depan.
Akhirnya STIBA Makassar dapat memperpanjang izin penyelenggaraan program studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.
Pada awalnya, sempat ada pemikiran untuk tidak menjadikan lembaga ini sebagai sekolah tinggi formal dengan aturan-aturan yang ketat dan rumit.
Ada rencana untuk menjadikannya sebagai Ma’had ‘Ali agar suasana keilmuan dan kepesantrenannya lebih kental. Namun, pengurusan Ma’had ‘Ali juga tidak mudah.
Akhirnya, keputusan kembali pada nama STIBA Makassar, dan alhamdulillah, STIBA Makassar mendapatkan izin operasionalnya pada tahun 2014.
Hingga sekarang, STIBA Makassar telah tercatat resmi, terakreditasi institusi, dan mendapatkan pengakuan dari berbagai program studi yang diadakan setelah itu.
Perkembangan Kelas Putri
Sejarah Pendirian Program Pendidikan Bahasa Arab (PPBA)
Sebelum integrasi penuh dengan STIBA Makassar, keberadaan pendidikan tinggi khusus putri dimulai dengan didirikannya Lajnah Akhwat yang menempati salah satu blok ruko di Jl. Abdullah Dg. Sirua Makassar. Lajnah Akhwat ini kemudian bertransformasi menjadi Program Pendidikan Bahasa Arab (PPBA) pada tahun 2000.
PPBA lahir dari kebutuhan mendesak untuk memberikan pendidikan formal kepada kaum muslimah yang ingin memperdalam ilmu agama dan bahasa Arab, sebagai salah satu fondasi penting dalam memahami ajaran Islam secara mendalam.
PPBA merupakan wujud dari komitmen para pimpinan Wahdah Islamiyah untuk menyediakan akses pendidikan yang setara bagi kaum putri, dengan fokus utama pada pengajaran bahasa Arab dan ilmu keislaman.
Program ini menarik perhatian para orang tua dan masyarakat yang menyadari pentingnya pendidikan agama bagi generasi muslimah.
Penggabungan PPBA dengan STIBA Makassar
Pada tahun 2003, langkah strategis dilakukan dengan menggabungkan PPBA dengan STIBA Makassar yang sebelumnya hanya memiliki program untuk mahasiswa laki-laki.
Penggabungan ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan STIBA Makassar karena secara resmi lembaga ini mulai membuka kelas untuk mahasiswi.
Langkah ini diambil sebagai respons atas semakin tingginya minat dari kalangan putri yang ingin menuntut ilmu di bidang syariah dan bahasa Arab.
Integrasi PPBA ke dalam STIBA Makassar memperkuat posisi lembaga ini sebagai perguruan tinggi Islam yang inklusif, tidak hanya melayani kebutuhan kaum laki-laki, tetapi juga memberikan ruang bagi para muslimah untuk memperoleh pendidikan berkualitas di bidang ilmu agama dan bahasa Arab.
Dengan adanya penggabungan ini, STIBA Makassar mulai menerapkan kebijakan yang memisahkan kampus antara mahasiswa dan mahasiswi, sejalan dengan prinsip tarbiah islami yang menjadi landasan pendidikan di lembaga ini.
Kampus STIBA Putri kemudian berpindah ke Jalan Dr. Leimena (sebuah bangunan yang kini menjadi RS. Wihdatul Ummah). Tahun 2004, kelas khusus putri, pindah ke lokasi baru, yaitu bangunan ruko di Tello (samping TB. Cordova), Jl. Abdullah Dg. Sirua.
Tidak lama kemudian, pada tahun 2005, STIBA Putri kembali berpindah kampus, kali ini menempati gedung yang kini menjadi lokasi SMP dan SMA Wahdah Islamiyah Putra di Antang, Makassar.
Lokasi ini menjadi saksi bisu dari terus berkembangnya lembaga pendidikan ini, dengan semakin bertambahnya jumlah mahasiswi.
Tahun 2007 menjadi titik balik signifikan dalam rangkaian transformasi STIBA Putri. STIBA Putri pindah ke gedung kelas baru yang lebih representatif, bersebelahan dengan Masjid Anas bin Malik.
Gedung ini menjadi bagian dari kampus STIBA Makassar saat ini dan berfungsi sebagai gedung kelas untuk mahasiswi hingga tahun 2014.
Pada tahun 2014, STIBA Putri berpindah ke gedung baru yang terpisah dari kampus putra, meskipun jaraknya terpisah hanya sekitar 100 meter.
Gedung pertama di kampus putri yang berlantai dua dinamakan Gedung Aisyah. Hingga sekarang, kelas dan asrama putri terletak di kampus baru ini.
Selain Gedung Aisyah, telah ada penambahan gedung baru, yaitu Gedung Ummu Salamah dan Gedung Khadijah yang semakin mendukung komitmen STIBA Makassar untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi generasi muslimah.
Perkembangan Program Studi
Pada saat pendirian awal STIBA Makassar, institusi ini menawarkan program I’dad Lughawi (Persiapan Bahasa) selama dua tahun.
Setelah menyelesaikan program tersebut, mahasiswa diharuskan mengikuti program tambahan bernama Program Takmili untuk memperkuat kemampuan bahasa Arab yang menjadi bahasa utama dalam seluruh proses pembelajaran.
Program Takmili berperan sebagai jembatan bagi para mahasiswa yang sudah memiliki dasar bahasa Arab tetapi membutuhkan penguatan lebih lanjut sebelum melanjutkan ke tingkat pendidikan formal lainnya.
Program ini memungkinkan mahasiswa yang berasal dari latar belakang pendidikan non-formal untuk beradaptasi dengan kurikulum berbasis Islam dan bahasa Arab yang lebih tinggi.
Namun, setelah beberapa tahun berjalan, ditemukan bahwa durasi program yang ada terlalu lama, dan banyak orang tua mulai mempertanyakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu, program Takmili dihapuskan dan durasi persiapan bahasa dipersingkat dari dua tahun menjadi satu tahun.
Saat ini, untuk meraih gelar S-1, mahasiswa memulai dengan program I’dad Lughawi selama satu tahun diikuti oleh program S-1 selama empat tahun, sehingga total waktu yang dibutuhkan adalah lima tahun.
Program Studi Pertama: Perbandingan Mazhab
Di antara berbagai program studi yang ada, Prodi Perbandingan Mazhab atau Muqaranatul Madzahib merupakan yang tertua dan telah berjalan paling lama.
Program ini telah menjadi fondasi akademik STIBA Makassar hingga akhirnya pada tahun 2022 STIBA Makassar memperluas cakupan pendidikannya dengan menambahkan prodi kedua.
Penambahan Prodi Pendidikan Bahasa Arab, Hukum Ekonomi Syariah, dan Ilmu Hadis
STIBA Makassar terus melakukan inovasi dalam pengembangan program studi guna menjawab kebutuhan umat akan berbagai disiplin ilmu keislaman.
Salah satu langkah penting adalah penambahan Program Studi Pendidikan Bahasa Arab yang tidak hanya berfokus pada pengajaran bahasa sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai disiplin ilmu yang kompleks.
Program studi ini mempersiapkan lulusannya untuk menjadi ahli bahasa Arab yang mampu berkontribusi dalam pendidikan, penelitian, dan dakwah.
Selain itu, STIBA juga merespons perkembangan dunia ekonomi Islam dengan mendirikan Program Studi Ekonomi Syariah.
Prodi ini dirancang untuk menghasilkan lulusan yang mampu memahami konsep-konsep ekonomi Islam serta mengaplikasikannya dalam praktik ekonomi modern, baik di sektor bisnis, perbankan syariah, maupun lembaga keuangan syariah.
Lebih lanjut, Program Studi Ilmu Hadis juga menjadi salah satu program unggulan yang ditambahkan dalam kurikulum STIBA Makassar.
Prodi ini bertujuan untuk melahirkan para ahli hadis yang tidak hanya menguasai ilmu riwayah dan dirayah, tetapi juga mampu mengkritisi serta mengkaji hadis secara komprehensif dalam konteks kekinian.
Dengan adanya prodi ini, STIBA Makassar ingin memperkuat basis keilmuan hadis di Indonesia dan memberikan kontribusi pada penelitian serta pengajaran hadis.
Program Kaderisasi Ulama
STIBA Makassar juga menyelenggarakan Program Kaderisasi Ulama (PKU) yang dimulai sejak tahun 2021.
Pada awal peluncurannya, program ini hanya menerima 10 mahasiswa. PKU dirancang khusus untuk alumni yang telah menyelesaikan studi S-1.
Program ini menawarkan beasiswa penuh serta fasilitas pembelajaran yang mencakup penyelesaian hafalan Al-Qur’an, penerimaan ijazah sanad, dan studi mendalam tentang matan-matan karya para ulama.
Meskipun awalnya direncanakan selesai dalam dua tahun, karena kompleksitas kurikulum, durasi program pada angkatan pertama ini diperpanjang menjadi tiga tahun. Program ini telah menyelesaikan angkatan pertamanya tahun 2024.
Dalam program tersebut, STIBA Makassar memiliki dosen dari Timur Tengah sebagai native speaker bahasa Arab, yaitu Syekh Dr. Mohammad Monqez al-Ashiil dan Syekh Dr. Ahmad Muhammad ‘Abd al-Hadi al-Mishri.
Syekh Dr. Muhammad Munqizh adalah seorang ahli Tafsir yang pernah mengajar di Ma’had Haram dan juga di Universitas Islam Madinah.
Ia menjadi pengajar utama di program ini bersama dengan beberapa ustaz senior lainnya yang ahli di bidangnya.
Selain itu, pada tahun 2023, STIBA Makassar mengkhususkan satu kelas dalam program PM yang dinamakan ‘Kelas Takhasshush’, khusus untuk mahasiswa. Lalu pada tahun 2024 dibuka kelas yang sama untuk mahasiswi.
Pembelajarannya mengacu pada metode program kaderisasi ulama, yaitu menghafal matan dan pembelajaran lainnya.
Hal ini juga untuk penguatan bahasa dan ilmu-ilmu syariat, serta untuk melahirkan kader dai dan ulama.
Asrama sebagai Wadah Membangun Karakter dan Keilmuan Mahasiswa
Filosofi Pendidikan Berbasis Asrama
STIBA Makassar mengadopsi sistem pendidikan berbasis asrama sebagai bagian integral dari pendekatan pendidikannya.
Filosofi pendidikan berbasis asrama di STIBA didasarkan pada keyakinan bahwa lingkungan asrama memberikan peluang unik untuk membentuk karakter dan keilmuan mahasiswa secara menyeluruh.
Sistem ini memungkinkan pembelajaran yang lebih intensif dengan penekanan pada integrasi antara pendidikan formal dan pengembangan pribadi.
Kehidupan di asrama dirancang untuk menciptakan suasana yang mendukung pembelajaran dan pertumbuhan spiritual.
Lingkungan yang kondusif dan terintegrasi ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar tidak hanya dari buku, tetapi juga dari pengalaman sehari-hari bersama teman seasrama, serta bimbingan dari para pembimbing dan pengajar.
Asrama berfungsi sebagai laboratorium kehidupan di mana mahasiswa dapat menerapkan nilai-nilai keislaman dalam praktik sehari-hari, mengasah kemampuan bahasa Arab, kepemimpinan, dan membangun solidaritas sosial.
Perkembangan Fasilitas Perkuliahan
STIBA Makassar memiliki sejarah yang unik dalam perkembangan kampusnya. Pada tahun 1998, saat pertama kali STIBA Makassar didirikan, kampus belum memiliki fasilitas sendiri.
Saat itu, STIBA Makassar hanya menggunakan fasilitas di Masjid Wihdatul Ummah di Jalan Abdullah Dg. Sirua, Makassar.
Foto: Masjid Wihdatul Ummah, Kampus Pertama STIBA Makassar
Kelas-kelas diadakan di lantai 1 masjid tersebut, sementara area sekitarnya digunakan sebagai asrama.
Fasilitas ini dimanfaatkan untuk proses pembelajaran bagi mahasiswa yang berjumlah 30 orang pada waktu itu.
Mereka belajar di masjid dengan bangku-bangku yang tersedia, dan proses pembelajaran ini berlangsung selama satu atau dua tahun.
Pada awal Tahun Akademik 1999-2000, kampus STIBA Makassar resmi pindah ke lokasi baru di Kassi Tamangapa. Memasuki Tahun Akademik 2000-2001, sebagian mahasiswa yang terdiri dari satu kelas dari Program Takmili Angkatan I dan satu kelas dari Program I’dad Lughawi semester III, dipindahkan sementara ke kampus di Jl. Antang Raya (Masjid Darul Hikmah yang kini menjadi Kantor Pusat DPP Wahdah Islamiyah).
Namun, pada pertengahan Tahun Akademik 2000-2001, seluruh mahasiswa kembali dipindahkan ke Kampus Kassi untuk melanjutkan kegiatan akademik secara terpusat.
Kampus di Kassi Tamangapa ini merupakan gedung permanen pertama kampus STIBA Makassar.
Foto: Masjid dan Gedung Kelas
Namun, kampus ini berada di daerah yang kurang mendukung karena rawan banjir. Meskipun demikian, kampus tersebut digunakan sebagai kampus permanen selama lebih dari setahun.
Foto: Gedung Kelas dan Asrama Mahasiswa
Pada tahun awal tahun 2001, STIBA Makassar kemudian pindah ke Jl. Inspeksi PAM, Kelurahan Manggala, masih di wilayah Makassar.
Sejak itu, lahan kampus di Manggala terus diperluas hingga saat ini, menjadikannya sebagai pusat utama kegiatan akademik STIBA Makassar.
Integrasi Sarana Ibadah dalam Pengembangan Kampus
Sejak awal, STIBA Makassar selalu memastikan bahwa kampusnya tidak pernah terpisah dari sarana ibadah.
Masjid bahkan dijadikan sebagai kelas, dengan keyakinan bahwa seorang penuntut ilmu harus memiliki bekal rohani yang kuat.
STIBA Makassar berusaha agar ilmu yang diajarkan tidak terpisah dari amalan dan ibadah, sehingga fasilitas masjid menjadi sangat penting di kampus.
Ketika STIBA Makassar pertama kali pindah ke lokasi kampus di Jl. Inspeksi PAM Manggala, kampus belum memiliki masjid. Pada awalnya, ruang makan digunakan sebagai musala sementara.
Foto: Gedung sebagai ruang makan bersama sekaligus berfungsi sebagai musala
Beberapa tahun kemudian, STIBA Makassar membangun Masjid Al-Ihsan yang berukuran 15 x 15 m.
Foto: Masjid Al-Ihsan
Dengan bertambahnya jumlah mahasiswa, dibangunlah Masjid Anas bin Malik yang berlantai dua dan memiliki ukuran 20 x 25 meter.
Hingga saat ini, masjid tersebut masih dapat menampung seluruh civitas akademika untuk melaksanakan salat.
Selain fasilitas masjid, kampus STIBA Makassar juga menyediakan fasilitas lainnya seperti asrama, tempat di mana para mahasiswa belajar untuk berukhuwah dengan sesama teman-teman.
Terdapat pula fasilitas olahraga, seperti lapangan bola, lapangan basket, lapangan voli, dan tempat untuk panahan.
Selain itu, kampus juga memiliki mini market yang dimanfaatkan oleh para mahasiswa.
Dosen dan Tenaga Pengajar
STIBA Makassar memiliki staf pengajar yang berasal dari berbagai kampus terkemuka di luar negeri, termasuk dari Saudi Arabia (Madinah, Riyadh, dan Qasim), Pakistan, Sudan, dan Mesir.
Mereka semua telah melewati pendidikan di lembaga-lembaga terkemuka di negara asalnya dan memiliki kualifikasi yang sesuai, serta kemampuan berbahasa Arab yang baik.
Selain itu, seiring berjalannya waktu, alumni STIBA Makassar yang berprestasi juga dilibatkan sebagai pengajar setelah mereka memenuhi kualifikasi sebagai dosen melalui studi lanjut di berbagai tempat.
Para dosen di STIBA Makassar tidak hanya bertanggung jawab dalam pengajaran akademik, tetapi juga diharapkan berperan sebagai pembimbing dalam aspek tarbiah, memberikan nasihat dan bimbingan kepada mahasiswa baik di dalam kelas maupun di lingkungan kampus.
STIBA Makassar terus berkembang. Saat ini, STIBA Makassar telah memiliki empat program studi (Prodi).
STIBA Makassar optimis bahwa dalam waktu dekat, statusnya akan meningkat menjadi institut, melampaui status sekolah tinggi saat ini.
Dengan berkah dan bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga STIBA Makassar selalu dipandu menuju rida-Nya dan dapat terus memberikan manfaat bagi umat.