1. Taufik Rusli, S.H., Angkatan 2014 (ASN, Peghulu Ahli Pertama)
Mendengar nama STIBA Makassar, Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab, tidak jarang orang tua ragu ketika anaknya memilih kampus ini. Banyak yang bertanya, “Bisa jadi apa kalau kuliah di sana?”
Umumnya, mereka berpikir lulusan STIBA Makassar hanya akan menjadi ustaz, guru ngaji, atau pengajar di TK/TPA. Memang, lulusan STIBA Makassar diarahkan untuk berkiprah di masyarakat dan menyebarkan ajaran Islam. Namun, jangan salah, banyak lulusan yang juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai PNS, PPPK, guru, bahkan dosen.
Mengapa disebut pekerjaan sampingan? Karena mengajar Al-Qur’an adalah tugas utama. Seperti disebutkan dalam hadits, “Sebaik-baik di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
Fasilitas di STIBA juga sangat memadai, terutama asrama yang nyaman dengan suasana kekeluargaan. Tidak perlu lagi repot mencari kost-kostan, terutama bagi mahasiswa yang datang dari luar daerah. Lokasinya yang jauh dari keramaian kota memberikan suasana belajar yang tenang, sehingga fokus mempelajari ilmu syar’i menjadi lebih mudah.
Selain menambah wawasan, pendidikan di STIBA juga membentuk kepribadian dan disiplin. Saya pribadi sangat berterima kasih kepada para dosen atas bimbingan mereka dalam mempelajari ilmu fikih. Ilmu tersebut sangat membantu saya dalam karier sebagai ASN di Kementerian Agama, khususnya sebagai Penghulu.
2. Wahyuni Ishak, S.H. (Mahasiswi Magister, Jamiah Al-Qur’an Al-Kareem wa Al-Ulum Al-Islamiyah, Hadramaut, Takhashshush At Tafsir wa ‘Ulum Al Qur’an)
STIBA Makassar, purnama di malam gulita. Setelah cita-cita saya kuliah di Timur Tengah ditolak oleh orang tua, saya sempat kehilangan arah. Namun, atas saran seorang guru, saya mengenal STIBA. Di sinilah cahaya harapan saya kembali muncul.
STIBA memberikan banyak hal yang tak terhitung nilainya. Saya memulai hari bersama Al-Qur’an, belajar bahasa Arab, mendalami karya ulama, dan mengembangkan diri melalui berbagai kegiatan kampus. Yang paling berharga, saya mendapatkan lingkungan yang sehat dan mendukung di tengah dunia yang penuh tantangan.
Kini, saya melanjutkan studi di Timur Tengah, dan bekal yang saya bawa dari STIBA sangat membantu. Bahkan, teman-teman Arab sering terkesan dengan kefasihan bahasa Arab saya, yang saya peroleh dari pengalaman di STIBA.
STIBA juga memberikan beasiswa yang meringankan biaya kuliah saya, meskipun kampus ini swasta. Untuk adik-adik yang mencari tempat kuliah, jangan ragu, STIBA adalah pilihan yang tepat.
3. Muh. Ichsan, S.H. (ASN)
Sebelum masuk STIBA Makassar, saya hanya berniat mencoba selama 1-2 tahun. Namun, seiring berjalannya waktu, saya semakin cinta dengan suasana kampus. STIBA menawarkan pengalaman belajar yang harmonis, didukung oleh dosen yang ikhlas dan fasilitas yang luar biasa. Suasana kampus yang tenang, jauh dari keramaian kota, sangat mendukung proses belajar, apalagi dengan pengantar bahasa Arab di kelas dan kehidupan sehari-hari.
KKN di STIBA sangat berbeda dengan kampus lain. Kami berfokus pada program dakwah, memberantas buta huruf Al-Qur’an, dan mendekatkan masyarakat kepada agama. Dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat, sehingga setiap KKN selesai, masyarakat merasa kehilangan kehadiran mahasiswa STIBA.
Yang paling mengesankan, STIBA tidak hanya “melepas” alumninya begitu saja. Setelah lulus, kami diutus oleh DPP Wahdah Islamiyah untuk berdakwah di berbagai daerah, termasuk di daerah terpencil seperti Papua. Saya sendiri pernah ditugaskan di pedalaman Merauke, meski sempat dilarang oleh keluarga karena kondisi yang kacau saat itu. Namun, amanah tersebut saya jalankan dengan ikhlas.
Selama dua tahun di Papua, saya perlahan mengenalkan Wahdah Islamiyah dan STIBA kepada masyarakat, hingga akhirnya mereka menerima dengan baik. Bahkan, beberapa tokoh setempat menjadi pengurus DPD Wahdah Islamiyah yang baru terbentuk.
Pengalaman di STIBA tak hanya memberi saya ilmu agama, tapi juga bekal hidup. Alhamdulillah, kini saya telah menjadi ASN (P3K Guru), penyuluh Depag, pengurus MUI, dan aktif di Muhammadiyah. Saya sangat bersyukur menjadi alumni STIBA, dan berterima kasih kepada seluruh dosen dan staf yang telah membimbing saya selama di sana.
Tidak rugi sama sekali kuliah di STIBA, malah sangat beruntung.
4. Mar’ah Solehah, S.H. (Mahasiswi Program Magister di Qassim University, Arab Saudi)
Awalnya, saya kurang berminat kuliah di STIBA Makassar karena ingin belajar di luar negeri dengan jurusan Teknik Elektro. Namun, ketika tidak melanjutkan di pilihan pertama, saya mencoba mencari informasi tentang STIBA dan memutuskan untuk mendaftar di tahun berikutnya. Alhamdulillah, saya resmi menjadi mahasiswi STIBA pada tahun 2011 meskipun saat itu kampus belum terakreditasi.
Pengalaman di STIBA sangat luar biasa. Meski fasilitas sederhana dan ijazah belum resmi saat itu, semangat para mahasiswa dan dosen begitu besar. STIBA juga menekankan penggunaan bahasa Arab dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari, sehingga saya lebih memahami Al-Qur’an dan ilmu syar’i lainnya. Awalnya, saya kesulitan karena semua pengajaran dilakukan dalam bahasa Arab, tetapi seiring waktu saya semakin lancar dan bahkan bisa berbagi ilmu dengan adik-adik junior.
Kenangan masa kuliah yang paling berkesan adalah kehidupan di asrama dan pengalaman KKN, di mana kami langsung terjun berdakwah di masyarakat. Kini, saya bersyukur Allah memberi saya kesempatan untuk melanjutkan studi S-2 di Qassim University, Arab Saudi, dengan bekal ijazah dan ilmu dari STIBA Makassar.
Alhamdulillah, STIBA bukan hanya tempat saya belajar, tapi juga rumah kedua yang penuh kenangan dan perjuangan.
