Reporter: Ihsan Dahri

(STIBA.ac.id) Makassar – Majelis Ulama Indonesia kota Makassar bekerjasama dengan Kementerian Agama Kota Makassar menyelenggarakan Dialog Publik Refleksi Akhir Tahun, Sabtu, 24 Rabiulakhir 1441H (21/12/2019).
Kegiatan yang bertema “Natal dan Tahun Baru dalam Persfektif Islam” dan “Cadar, Cingkrang dan Radikalisme” ini bertempat di Grand Celino Hotel Makassar.
Dialog ini dihadiri unsur ulama dan kyai dari berbagai elemen ormas Islam dan mengundang empat narasumber. Di antaranya K.H. Muhammad Ahmad yang merupakan Ketua MUI Kota Makassar periode 2002-2012 dan Syamsu Rijal selaku Peneliti Litbang Depag sebagai narasumber pertama.
Materi kedua dipaparkan oleh Dr. Muammar Bakri, Lc., M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar dan Ustaz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D. selaku Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah dan Ketua Senat STIBA Makassar.
Dalam pemaparan materi kedua yang bertajuk “Cadar, Cingkrang dan Radikalisasi”, Ustaz Muhammad Yusran menegaskan bahwa agama Islam adalah agama yang tidak menolerir segala macam bentuk radikalisme.
“Allah Azza Wajalla berfirman sebanyak dua kali dalam Alquran, “Laa taghluu fii diinikum” (Janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian). Begitupun Nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda “Iyyakum wal ghuluw fid diin” (Berhati-hatilah dari sifat berlebih-lebihan dalam hal agama). Dan banyak hadis yang senada dengan ini yang merupakan bentuk radikalisme dalam beragama,” paparnya.
Terkait cadar, Ustaz Yusran mengatakan bahwa cadar dalam pandangan ulama hanya berkisar pada dua hukum yaitu wajib dan sunnah. Menurutnya, tidak ada ulama apalagi generasi salaf yang mengatakan cadar merupakan bagian dari budaya Arab apalagi tidak ada kaitannya dengan Islam.
Sementara dalam penjelasannya tentang cingkrang, ia memaparkan bahwa hadis-hadis tentang keharaman isbal mutawatir maknawi, diriwayatkan lebih dari 40 sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam. Bahkan ulama sepakat bahwa isbal yang disertai dengan kesombongan haram secara mutlak. Mereka hanya berselisih pendapat tentang isbal yang tidak disertai dengan kesombongan.
Di sesi akhir, Ustaz Yusran mengkritisi pandangan keliru yang menganggap pakaian tidak berpengaruh kepada ketakwaan. Ia kemudian mengutip perkataan Umar bin Khattab kepada seorang pemuda yang isbal, “Angkatlah pakaianmu, karena itu lebih mengawetkannya, dan lebih bertakwa kepada Tuhan-mu”.
“Ketika seseorang memakai cadar atau bercelana cingkrang, di mana ia melakukan itu semata-mata atas perintah Allah dan rasul-Nya, maka dia ada keinginan untuk menjadi takwa dan lebih dekat kepada Allah,” ujar Ustaz Yusran.

Kendati demikian, mantan Ketua STIBA Makassar ini menasihatkan untuk tetap saling menghormati dan menghargai perbedaan pendapat ini.

Dan terkhusus kepada yang bercadar dan bercelana cingkrang, Ustaz Yusran mengingatkan bahwa walaupun ini adalah pilihan yang diyakini paling ideal, namun jangan merasa paling baik dan lebih suci dari yang berbeda pandangan dengannya.

Loading

Tinggalkan Balasan