(STIBA.ac.id) Makassar – Dalam Dialog Kebangsaan yang digelar Wahdah Islamiyah dan STIBA Makassar di Kampus STIBA Makassar, Jumat (19/08/2022), para tokoh pembicara dalam kegiatan tersebut sempat menyinggung fenomena wanita bercadar.
Menkopolhukam Prof. Dr. H. Mahfud MD. mengatakan dalam orasinya bahwa hak setiap warga negara dilindungi oleh negara.
“Oleh sebab itu saya bilang, siapa sih orang, kok sering bilang di Indonesia ada islamofobia? Mana ada. Kalau oleh negara tidak ada. Kalau ada orang bilang pakai celana cingkrang dibilang kadrun, itu bukan pemerintah yang bilang. Itu sesama rakyat sendiri. Pemerintah bilang tidak apa-apa kamu pakai celana cingkrang. Pakai aja, boleh. Pak, kalau pakai cadar dibilang pakaian gurun. Yang bilang siapa? Bukan pemerintah yang bilang. Ya, paling Abu Janda. Kan begitu. Kalau pemerintah kan nggak,” seloroh Prof. Mahfud disambut riuh tawa hadirin.
Pada sesi dialog, empat pembicara mendapat kesempatan menanggapi pertanyaan salah seorang peserta perempuan. Penanya tersebut menanyakan bagaimana cara menghilangkan stigma negatif terhadap perempuan bercadar.
Mendapat kesempatan sebagai penanggap pertama, Kasubdit Kontra Ideologi Ditcegah Densus 88 AT Polri Kombes. Pol. Ponco Ardani, S.H. mengatakan bahwa jilbab juga pernah menjadi hal yang tabu di kepolisian khususnya di kalangan polwan. Tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya jilbab pun dilegalkan.
Karena itu, ia menyarankan agar para wanita bercadar giat melakukan sosialisasi, terutama secara konstitusional yaitu melalui organisasi.
“Terus secara pribadi, kita tunjukkan bahwa kita yang bercadar ini adalah wanita-wanita yang tangguh, wanita-wanita yang hebat, wanita-wanita yang cinta tanah air, cinta keluarga. Tunjukkan itu kepada masyarakat sekitar, minimal. Di situ nanti akan berkembang menjadi sesuatu yang bagus. Nah, akhirnya itu akan seperti tadi, saat jilbab itu tabu sekarang malah menjadi idola. Menjadi kebanggaan,” ujarnya.
Berita terkait: Menkopolhukam Sambut Gembira dan Terharu, Tema Dialog Kebangsaan Wahdah Islamiyah dan STIBA Makassar Angkat Tiga Variabel Penting
Sementara Kepala Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulsel Prof. Dr. Muammar Muhammad Bakry yang mewakili Kepala BNPT Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H. yang berhalangan hadir karena harus menghadiri acara lain mengakui bahwa ia pernah memiliki pemahaman yang sama dengan kebanyakan orang tentang cadar.
“Tapi setelah saya membuka literasi ketika belajar di Mesir, ternyata cadar itu pandangannya Imam Syafi’i. Karena itu, pikiran saya kemudian saya ubah. Dan itu artinya bahwa kesepahaman yang paling utama di umat Islam. Sehingga yang perlu diantisipasi adalah pikiran kita. Jadi jangan sampai kita men-judge (menghakimi-red.) orang yang pakai cadar. Sebaliknya juga begitu. Jangan sampai kita men-judge,” ungkap Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami dan Dekan FSH UIN Alauddin Makassar tersebut.
Berita terkait: Dialog Kebangsaan, Ketua STIBA Makassar tegaskan kontribusi institusinya dan Wahdah Islamiyah rekatkan semangat kebangsaan dan keberagamaan
Dr. K.H. Sodikun, M.Si. selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyemangati para wanita bercadar. Menurutnya wanita-wanita bercadar harus bersyukur dan berbahagia karena telah memilih untuk bercadar.
“Terus bercadar sampai akhir hayat Saudari. Ini keberkahan. Lebih banyak mengantisipasi kemudaratan-kemudaratan. Karena laa dhara walaa dhiraar di situ sesungguhnya. Insyaallah dari kejauhan nanti akan bisa merasakan harumnya surga. Sebagaimana mungkin yang diinformasikan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Wanita-wanita yang selalu menjaga dirinya dari hal-hal yang mendatangkan kemudaratan bagi dirinya dan orang lain. Ini sangat luar biasa,” kata Kiai Sodikun.
Menjadi penanggap terakhir, Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah Dr. K.H. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., M.A. menyampaikan bahwa Wahdah Islamiyah tidak pernah mewajibkan kader wanitanya untuk bercadar.
“Di Wahdah tidak ada kewajiban cadar. Akhwat kami pun sebagian tidak memakai cadar. Ini supaya jangan dianggap semuanya (bercadar-red.). Yang tidak pakai cadar pun sangat menghargai yang pakai cadar dan sebaliknya. Bahkan statement kami sejak 15 tahun yang lalu, yang pakai cadar tidak menganggap diri lebih mulia. Yang pakai jenggot tidak menganggap diri lebih mulia dari yang lainnya sesama muslim,” kata UZR.
Ustaz Zaitun mengungkapkan alasan pernyataannya itu. Ia mengatakan bahwa boleh jadi orang yang tidak pakai cadar atau orang yang tidak memelihara jenggot punya amalan-amalan luar biasa yang nilainya sangat mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Hanya kami ini memahami bahwa ini sunah maka kami pelihara. Tapi kami sama sekali tidak melihat itu sebagai sebuah ukuran di dalam ketakwaan dan di dalam kemuliaan kita di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala,” pungkas Ustaz Zaitun disambut jabat tangan dari Prof. Muammar Bakry sebagai respons positif atas pernyataannya tersebut.
Selain dihadiri oleh Menkopolhukam dan para pembicara dalam Dialog Kebangsaan, acara ini juga dihadiri oleh Pangdam XIV Hasanuddin, Kapolda Sulawesi Selatan, Deputi Gubernur Sulawesi Selatan Bidang Kesra, pengurus Wahdah Islamiyah, civitas academica STIBA Makassar, tamu-tamu undangan, dan kader-kader Wahdah Islamiyah.
