(STIBA.ac.id) Makassar – Kuliah perdana menjadi aktivitas awal yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar dalam mengawali Tahun Ajaran baru 1444—1445 H/2022—2023 M. Kuliah tersebut berlangsung di Masjid Anas bin Malik dihadiri seluruh mahasiswa, dosen, dan pengelola ikhwan. Sementara akhwat mengikuti melalui media daring.
Piagam Jakarta, Sejarah dan Titik Temu Maslahat Kebangsaan menjadi materi kuliah yang disampaikan oleh Dr. Tiar Anwar Bachtiar. Materi ini menjadi sangat menarik karena mengangkat tema kebangsaan seperti kegiatan Dialog Kebangsaan yang dilaksanakan STIBA Makassar belum lama ini (Jumat, 19/08/2022). Hal itu disampaikan Ketua Senat STIBA Ustaz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D. dalam sambutannya,
“Kuliah perdana ini bagaikan pengganti bagi yang tidak sempat mengikuti Dialog Kebangsaan kemarin. Jadi kegiatan ini adalah Dialog Kebangsaan wa ziyadah (dan tambahan),” ujar mantan Ketua STIBA tersebut, Senin, 29 Agustus 2022.
Sesuai dengan materi yang diusung, Dr. Tiar membuka materinya dengan membahas ideologi yang oleh sebagian orang mempertentangkan antara Pancasila dan Islam. Ia menganggap, antara keduanya itu sama sekali tidak mempunyai perbedaan.
“Saya heran, pertentangan antara Pancasila dan Islam ini diambil dari mana? Keduanya ini adalah satu kesatuan. Kalau mahasiswa STIBA yang ada menjalankan dengan baik agama Islam, maka tidak usah ragu apakah kita tetap pancasilais atau tidak, karena seluruh nilai Pancasila itu ada dalam Islam,” terangnya.
Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu menjelaskan secara gamblang sejarah dirumuskannya Pancasila mulai dari masa penjajahan sampai masa penetapan. Ia bercerita jika saat penjajahan terdahulu, mereka yang memperjuangkan nasib masyarakat ialah pemimpin informal mereka, yaitu para kyai, ulama, atau para ustaz.
Dari situ kemudian ia menganggap bahwa sebenarnya umat Islam ini dari dulu punya andil yang besar untuk Indonesia.
“Saham yang dimiliki Islam itu luar biasa. Buktinya Piagam Jakarta adalah buah dari pengusulan dari umat Islam. Jika negara mau dipisahkan dari Islam, maka ia seperti kacang yang lupa kulitnya atau anak lupa ibunya,” urainya.
Keputusan yang mengubah Pancasila dari Piagam Jakarta juga diulas oleh Pengurus PP PERSIS tersebut. Ia mengatakan Pancasila tetap merupakan Piagam Jakarta, tidak seperti persangkaan sebagian orang.
“Pancasila tetap merupakan Piagam Jakarta, cuma diperhalus sedikit, jadi bukan diganti. Pancasila tetap menjamin umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya seperti yang diusung dalam Piagam Jakarta. Karena itu, baik secara tertulis maupun faktual, Piagam Jakarta itu masih hidup sampai sekarang,” tambah penulis buku Jas Mewah tersebut.
Terakhir, Dr. Tiar mengajak kepada seluruh civitas akademik STIBA untuk memperjuangkan ajaran agama Islam agar tegak secara legal di negara Indonesia. (MuhammadbY)
