(STIBA.ac.id) Makassar – Jam masih menunjukkan pukul 03.00 pagi. Kota Makassar belum sepenuhnya terbangun, tapi di beberapa sudut jalan, ada orang-orang yang tidak punya pilihan selain tetap terjaga, para pembersih jalan, bapak-bapak tukang becak yang melipat jaketnya jadi bantal, anak-anak kecil yang tidur beralaskan kardus.

Lalu datanglah sekelompok mahasiswa, bukan buat nongkrong atau hunting sahur murah, tapi dengan kantong-kantong makanan di tangan mereka.

UKM Kalam dan Hima KIP STIBA Makassar punya satu misi malam itu: berbagi sahur dengan mereka yang mungkin tidak punya pilihan menu, selain menunggu rezeki datang.

Alhasil, 60 paket makan sahur akhirnya berpindah tangan. Ada yang langsung menyantapnya dengan lahap, ada yang tersenyum lebar seolah ingin berkata, “Terima kasih, ini lebih dari sekadar nasi bungkus.”

“Bersyukur sekali kalau ada yang bagi-bagi begini. Terima kasih banyak, semoga dimudahkan urusan ta semua.” Itu bukan sekadar ucapan, tapi doa tulus dari seseorang yang hidupnya jauh dari kata nyaman.

Fajar Ahmad, Ketua Kalam, mengatakan bahwa ini bukan yang pertama dan insyaallah bukan yang terakhir.

“Minimal dua kali Ramadan ini, kita bakal turun lagi,” ujarnya.

Sementara Farid dari Hima KIP berharap, “Semoga ini jadi berkah, jadi ladang pahala buat kita semua.”

Malam itu, Makassar tetap dingin. Tapi ada sesuatu yang terasa lebih hangat—bukan dari teh manis atau sarung tebal, tapi dari kebaikan yang berpindah tangan.

Dan mungkin, itu sahur paling bermakna yang pernah ada bagi UKM Kalam dan Hima KIP STIBA Makassar.

Reporter: Muhammad Ardiansyah

Loading