(STIBA.ac.id) Makassar — Pelantikan Rektor dan Ketua Senat IAI STIBA Makassar pada Selasa (1/7/2025) berlangsung khidmat. Tapi ada satu momen yang terasa begitu dekat dan menampar pelan-pelan: pesan penutup dari Ketua Senat yang baru dilantik, Ustaz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D.

Tak hanya bicara soal jabatan dan amanah, pesan-pesannya juga jadi pengingat yang dalam: tentang takwa, keluarga, dunia, dan tujuan berdirinya kampus ini.

Hidup yang Sebenarnya Dimulai dari Sini

Dalam sambutannya, Ketua Senat mengulas secara singkat ayat-ayat yang dibacakan qari Muhammad Ghazali Akbar di awal acara.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (QS. Al-Anfal: 24)

Beliau menekankan bahwa “hidup” yang dimaksud bukan sekadar keberadaan fisik, melainkan kehidupan yang hakiki, yaitu hidupnya jiwa karena ilmu, amal, dan kontribusi yang nyata dalam dakwah.

“Kita ingin terus berkiprah di STIBA, karena kita tahu inilah salah satu media untuk menghidupkan diri kita dengan kehidupan yang paling hakiki,” ujarnya haru.

Menurutnya, umur yang berkah adalah saat ilmu kita terus bermanfaat, bahkan setelah tubuh tiada.

Waspada Fitnah, Jangan Jadi Sumbernya

Tak lama, ia beralih ke peringatan yang lebih tajam: fitnah di tubuh lembaga. Kadang, kata beliau, satu kesalahan kecil dari satu orang bisa merembet besar ke nama baik kampus dan dakwah secara keseluruhan.

“Jangan sampai karena kelengahan kita, ada mahasiswa yang tergelincir dan menimbulkan kerusakan yang mencoreng wajah institusi ini.”

Menurut beliau, semua dosen dan civitas academica harus punya kesadaran kolektif untuk menjaga nama baik dan suasana keberkahan kampus. Bukan hanya dengan pengawasan, tapi dengan keteladanan dan kepedulian.

Bersyukur Atas Jumlah, Tapi Jangan Terjebak Kuantitas

Sebagai institusi baru, IAI STIBA Makassar memang menargetkan pertumbuhan jumlah mahasiswa. Tapi Ketua Senat memberi peringatan keras,

“Kita pernah bermimpi punya 1.000 mahasiswa. Sekarang sudah ribuan. Tapi ingat, jumlah banyak tidak selalu berarti kualitas bagus.”

Ia bahkan mengangkat keresahan dari lapangan. Banyak yang mulai membandingkan alumni zaman dulu dengan sekarang, dari sisi militansi, semangat dakwah, dan tanggung jawab. Menurutnya, ini sunatullah dalam perjuangan, tapi bukan alasan untuk menyerah.

“Kita harus bermujahadah. Kita kejar lagi kualitas itu. Jangan sampai kita hanya bangga jadi institut, tapi lupa membina orang-orang di dalamnya.”

Waspadai Dunia dan Tantangan dari Dalam Rumah

Di bagian yang lebih personal, Ketua Senat bicara tentang fitnah dunia dan keluarga.

“Jangan sampai karena dunia, semangat kita justru menurun. Jangan sampai keluarga malah jadi penghalang, bukan pendukung.”

Beliau mengajak agar keluarga pun menjadi bagian dari keluarga STIBA, berjuang bersama, bukan sekadar mendampingi dari jauh. Karena menurutnya, fitnah terbesar justru sering datang dari hal-hal yang paling dekat.

Solusi Paling Ampuh: Takwa

Di akhir pesan, beliau menyederhanakan semuanya: takwa adalah kunci.

يِا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إَن تَتَّقُواْ اللّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَاناً وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. al-Anfal: 29).

“Mari kita wujudkan syukur atas nikmat besar ini dengan meningkatkan ketakwaan, secara pribadi maupun berjemaah,” ucapnya menutup sambutan dengan nada lembut tapi menghunjam.

Pelantikan hari itu memang terasa resmi, tapi sambutan Ketua Senat membuatnya lebih dari itu. Ia menjadi ruang perenungan, bukan hanya untuk para dosen dan pengurus, tapi juga untuk setiap jiwa yang pernah menapakkan kaki di kampus perjuangan ini.

Karena menjadi institut hanyalah satu tahapan. Yang lebih penting dari itu adalah apa yang kita bawa pulang di akhir usia nanti.

Loading