(STIBA.ac.id) Aceh-Sumut-Sumbar – Bukan hitungan jam, bukan pula sekadar turun lalu pulang. Sudah lebih dari 20 hari, puluhan alumni IAI STIBA Makassar yang ditugaskan mengabdi di Sumatera pascawisuda memilih bertahan di berbagai titik bencana di pulau tersebut. Mereka datang sebagai relawan, membawa bantuan, doa, dan yang paling penting: kehadiran di saat masyarakat sedang rapuh.
Para alumni ini tersebar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, bergabung bersama Wahdah Inspirasi Zakat (WIZ), serta berkolaborasi dengan berbagai elemen kemanusiaan di lapangan.
Sumatera Barat: Relawan Awal di Titik Terparah
Di Sumatera Barat, berdasarkan informasi dari Ketua DPW Wahdah Islamiyah Sumbar Ustaz Fikrul Hidayat, S.H. (alumni IAI STIBA Makassar), terdapat sembilan alumni STIBA Makassar yang terjun sebagai relawan, delapan ikhwan dan satu akhwat.

Alumni STIBA termasuk relawan pertama yang tiba di lokasi bencana bersama Tim SAR, BPBD, dan TNI. Mereka terlibat langsung dalam evakuasi korban yang terjebak banjir bandang di rumah-rumah warga.
Tak hanya itu, relawan STIBA juga mendirikan posko pertama di titik terparah Kota Padang. Posko ini menyediakan air hangat, susu bayi, teh, kopi, mie rebus, hingga pop mie bagi para pengungsi dan relawan. Sepuluh hari pasca bencana, mereka bersama WIZ kembali mendirikan dapur umum untuk menyediakan makanan berat bagi para korban.

Hingga kini, relawan alumni STIBA telah berada di lokasi bencana selama sekitar 20 hari, mendampingi masyarakat dalam fase pemulihan.
Sumatera Utara: Es Buah, Sembako, dan Senyum Jamaah
Di Sumatera Utara, sebanyak tujuh alumni IAI STIBA Makassar turut berjibaku sejak awal bencana. Mereka bergerak di bawah koordinasi WIZ dan melaksanakan beragam program kemanusiaan.

Pada 12 Desember 2025, relawan menyalurkan program Jumat Berkah berupa 150 cup es buah kepada jemaah Masjid Ar-Rhido, Desa Sumuran, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Es buah juga dibagikan kepada warga sekitar yang terdampak banjir. Banyak jemaah mengaku bahagia karena sudah lama tidak ada program semacam ini, bahkan ada yang meminta dibungkuskan untuk keluarga di rumah.
Kemudian pada 16 Desember 2025, relawan menempuh perjalanan sekitar 4 jam untuk menyalurkan bantuan ke empat desa terpencil di Kabupaten Mandailing Natal. Desa-desa tersebut sempat terendam banjir hingga setinggi atap rumah akibat meluapnya Sungai Muara Batang Gadis. Bantuan berupa beras, mie instan, biskuit, minyak goreng, makanan kaleng, dan kurma disambut haru oleh warga dan aparat desa setempat.

Selain penyaluran logistik, relawan juga melakukan pembersihan masjid dan fasilitas umum, pembersihan rumah warga, pembagian paket ceria dan alat sekolah untuk anak-anak, distribusi alat kebersihan dan hygiene kit, serta pembagian sembako.
Aceh: Menjangkau Dusun Terisolasi, Membuka Akses Kesehatan
Di Provinsi Aceh, tercatat 10 alumni IAI STIBA Makassar terjun langsung sebagai relawan. Informasi ini disampaikan oleh Ketua DPW Wahdah Islamiyah Aceh, Ustaz Hatta Rajawa, yang juga merupakan alumni STIBA Makassar.
Berbagai program kemanusiaan mereka jalankan, mulai dari tausiah dan penguatan ruhiyah, penyaluran sembako, distribusi mushaf Al-Qur’an, hingga bantuan uang tunai bagi warga terdampak.
Salah satu laporan datang dari Muhammad Agus, alumni IAI STIBA Makassar sekaligus mantan Panglima MAPALA STIBA. Pada Ahad, 14 Desember 2025, ia bersama tim melakukan asesmen ke sebuah dusun terpencil yang hanya bisa diakses menggunakan perahu selama 15–20 menit. Dusun tersebut dikenal warga sebagai Dusun Kesehatan, terletak di Desa Juar, Kecamatan Sekrak, Aceh Tamiang.
Di lokasi itu, warga menyampaikan kondisi yang memprihatinkan. Lebih dari dua pekan pasca banjir, belum ada satu pun tim kesehatan yang masuk ke dusun tersebut. Dua hari setelah asesmen awal, relawan WIZ berkolaborasi dengan Sekolah Relawan Jakarta berhasil masuk membawa obat-obatan dan membuka layanan pemeriksaan kesehatan gratis. Wajah-wajah bahagia bercampur haru tampak jelas saat warga akhirnya bisa mengakses layanan kesehatan.
Kepala desa setempat—yang akrab disapa datok—menyampaikan terima kasih secara khusus kepada para relawan. Ia menyebut relawan WIZ sebagai pelopor masuknya layanan kesehatan ke dusun tersebut.
Solidaritas Mahasiswa: Donasi Spontan dari Kampus untuk Aceh
Meski secara resmi civitas academica IAI STIBA Makassar diimbau menyalurkan donasi melalui WIZ, mahasiswa STIBA juga bergerak secara spontan. Melalui inisiatif lembaga kemahasiswaan, mereka menggalang donasi internal sebagai bentuk kepedulian atas banjir besar yang melanda Sumatera pada akhir November 2025.

Dalam waktu 11 hari, terkumpul donasi sebesar Rp5.000.000, berasal dari dosen, mahasiswa, dan masyarakat umum. Bantuan ini disalurkan langsung oleh para alumni IAI STIBA Makassar pada Kamis, 11 Desember 2025, dalam bentuk makanan pokok dan minuman sehat.
Menembus Jalur Berat hingga Aceh Timur
Pada Jumat, 19 Desember 2025, Muhammad Agus dan Haryadi (Ketua WIZ Enrekang) melakukan asesmen ke desa terpencil di Aceh Timur. Perjalanan dimulai dari Desa Babo, Kecamatan Bandar Pusaka, Aceh Tamiang, dengan jalur darat yang ditempuh sekitar satu setengah jam.
Medan yang dilalui tidak mudah. Jalan berlumpur, motor trail terperosok berulang kali, serta gelondongan kayu sisa banjir menjadi tantangan tersendiri. Sekitar pukul 16.40 WIB, tim tiba di Desa Batu Sumbang. Pemandangan rumah-rumah yang rusak menyambut kedatangan mereka.
Di desa itu, tim bertemu dengan imam masjid setempat yang menyampaikan kebutuhan mendesak warganya, khususnya terkait sarana ibadah.
“Kami sangat butuh alat agar azan bisa kembali berkumandang di masjid kami,” ujarnya penuh harap.
“Karena sebaik-baik permulaan untuk bangkit adalah memakmurkan masjid,” tambahnya.
Bukan Sekadar Relawan, Tapi Saudara yang Hadir
Total, ada sekitar 26 alumni IAI STIBA Makassar yang tersebar di tiga provinsi di Sumatera: Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Mereka datang dengan latar belakang berbeda, tapi dengan satu tujuan: meringankan beban saudara-saudara mereka yang terdampak bencana.
Karena bagi mereka, ini bukan sekadar tugas kemanusiaan. Ini adalah ibadah. Ini adalah ukhuwah. Ini adalah bukti bahwa alumni STIBA Makassar juga siap turun tangan ketika umat membutuhkan.
Seperti yang ditulis Muhammad Agus:
“Bencana mereka adalah bencana kita, tangis mereka adalah tangis kita.”
Semoga Allah membalas kebaikan mereka, melindungi mereka di setiap langkah, dan menjadikan amal mereka sebagai jariah yang terus mengalir pahalanya.
