Blog

  • Kiprah Mahasiswa IAI STIBA Makassar Alumni Al-Mu’minun: Hidupkan Bahasa, Ukhuwah, dan Kreativitas Santri

    Kiprah Mahasiswa IAI STIBA Makassar Alumni Al-Mu’minun: Hidupkan Bahasa, Ukhuwah, dan Kreativitas Santri

    (STIBA.ac.id) Wajo – Mahasiswa dan mahasiswi IAI STIBA Makassar yang merupakan alumni Pondok Pesantren Al-Mu’minun kembali menunjukkan kiprah positifnya. Mahasiswa sukses menyelenggarakan kegiatan Matsama (Masa Taaruf Santri Madrasah) dan Porsani, sementara mahasiswi menyemarakkan tahun ini dengan kegiatan tahunan Arabic Camp.

    Arabic Camp 2025: Inspirasi Ukhuwah Lewat Bahasa Arab

    Selama dua hari, Sabtu–Ahad, 26–27 Juli 2025, mahasiswa IAI STIBA Makassar yang merupakan alumni angkatan ke-7 Pondok Pesantren Al-Mu’minun tersebut sukses menggelar Arabic Camp 2025 bertema:
    “Sumber Inspirasi untuk Merajut Ukhuwah dalam Keberagaman dengan Bahasa Arab.”

    Bertempat di lingkungan pesantren dan diikuti oleh sekitar 90 santri dari kelas VII hingga XII, kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa Arab dengan cara yang menyenangkan dan interaktif.

    “Kegiatan ini bukan cuma soal belajar bahasa Arab, tapi juga mempererat ukhuwah antarsantri,” ungkap salah satu panitia.

    Beberapa kegiatan favorit santri di antaranya adalah:

    • Tebak Gaya: menebak kosa kata bahasa Arab dengan bahasa tubuh,
    • Muhadatsah Kelompok: menyusun dialog Arab dengan tema tertentu,
    • Lomba Yel-yel: tiap kelompok tampil penuh semangat dengan kreativitas masing-masing.

    Salah satu peserta, Maysara Nurul Ashima dari kelas X, mengungkapkan rasa bahagianya,

    “Saya merasa ukhuwahnya sangat terasa, ilmunya nambah, dan kegiatan ini bikin makin semangat belajar bahasa Arab. Terima kasih untuk para alumni angkatan ke-7 yang sudah menyelenggarakan Arabic Camp ini.”

    Sebagai penutup, panitia memberikan apresiasi kepada kelompok-kelompok terbaik dalam setiap lomba. Para peserta pun pulang dengan semangat baru, ukhuwah yang makin erat, dan pengalaman seru belajar bahasa Arab.

    Panitia Pelaksana Arabic Camp 2025 putra terdiri dari Mursyid Sulaiman, Umar Faruq, Nur Fakhriansyah, dan Muadz. Sementara untuk putri yaitu Muskiatush Sholeha, Nur Afiah Mufid, Rafika Sari, Nur Azizah, Nur Azizah Yunus, Nurul Ilmia, Silvayanti Tory, Sri Nadila Khaerah, Fitri, Besse Nabila Ramadhani, Amaliatus Sholihah.

    Reporter: Zakariya Abu Miqdad

  • Dari 531 Mahasiswa, 362 Lulus Yudisium: Cerminan Ketatnya Proses Akademik di STIBA

    Dari 531 Mahasiswa, 362 Lulus Yudisium: Cerminan Ketatnya Proses Akademik di STIBA

    (STIBA.ac.id) Makassar — Bagi sebagian orang, yudisium mungkin sekadar momen formal: mendengarkan SK, mendengar sambutan, lalu foto bersama. Tapi bagi ratusan mahasiswa Prodi Perbandingan Mazhab IAI STIBA Makassar yang berdiri di Masjid Anas bin Malik sore itu, Jumat (25/7/2025), yudisium adalah titik klimaks dari sebuah perjalanan yang panjang, penuh warna, penuh makna.

    Empat tahun, bahkan ada yang lebih. Dari hari pertama mereka menginjakkan kaki di kampus ini sebagai anak baru yang belum mengerti apa-apa, hingga akhirnya hari itu berdiri sebagai sarjana hukum, ada banyak kisah yang tersimpan di balik toga dan senyum bahagia.

    Di balik momen haru dan kebahagiaan prosesi Yudisium Angkatan ke-9 Prodi Perbandingan Mazhab IAI STIBA Makassar, tersimpan cerita angka-angka yang tak bisa dipandang sebelah mata. Dari 531 mahasiswa yang tercatat masuk pada tahun akademik 2021–2022, hanya 362 orang yang berhasil menyelesaikan seluruh tahapan akademik hingga akhir. Jika ditambahkan dengan 36 mahasiswa dari angkatan sebelumnya, total peserta yudisium tahun ini mencapai 398 orang.

    Angka ini berarti sekitar 68% dari angkatan awal berhasil mencapai titik yudisium. Bukan karena yang lainnya tidak mampu, tetapi karena proses pendidikan di STIBA memang bukan jalan pintas. Ada penyaringan, ada proses seleksi alam, dan ada perjuangan panjang yang harus dilalui dengan sungguh-sungguh.

    Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Rektor I, Ustaz Rachmat Badani, Lc., M.A. dalam sambutannya. Menurutnya, angka itu bukan sekadar statistik, tapi bukti bahwa proses pendidikan di STIBA dijalani dengan serius dan bertahap. Dari pendaftaran judul skripsi, seminar proposal, sidang hasil, hingga munaqasyah, semuanya dilalui dengan standar dan tuntutan yang tidak ringan.

    “Ada banyak yang berjuang, ada juga yang harus tertinggal di tengah jalan karena satu dan lain hal. Maka, bisa sampai di titik yudisium ini adalah nikmat besar dari Allah,” ujarnya.

    Rektor IAI STIBA Makassar, Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, M.A., Ph.D. juga menyoroti bahwa jumlah yang lulus ini bukan sekadar hasil administrasi atau kelulusan formal. Ada air mata, ada kegelisahan, ada semangat yang kadang naik turun. Semua itu menjadi bagian dari proses pembentukan karakter yang tidak tercatat dalam transkrip nilai, tapi terasa dalam perjalanan jiwa.

    Yudisium kali ini juga menjadi momen refleksi, bahwa pendidikan bukan hanya soal menyelesaikan SKS, tapi bagaimana melewati setiap fase dengan kejujuran, kesabaran, dan integritas. Lulusan yang berhasil melewati proses ini, menurut beliau, adalah mereka yang layak menyandang gelar sarjana bukan hanya secara akademik, tapi juga secara etika dan spiritual.

    Yudisium 2025 ini menjadi pengingat bahwa gelar sarjana hukum bukan diperoleh dengan mudah, dan karena itu pula, ia harus dipakai dengan bijak. Dalam masyarakat yang terus berubah, gelar tersebut bukan sekadar status akademik, tapi menjadi simbol perjuangan, amanah, dan kesiapan untuk membawa cahaya ilmu di mana pun berada.

  • Rektor Kembalikan Amanah Orang Tua Mahasiswa: Semoga Kembali dalam Keadaan Lebih Baik dari Saat Pertama Dititipkan

    Rektor Kembalikan Amanah Orang Tua Mahasiswa: Semoga Kembali dalam Keadaan Lebih Baik dari Saat Pertama Dititipkan

    (STIBA.ac.id) Makassar— Dalam tausiahnya pada acara Yudisium Angkatan IX Prodi Perbandingan Mazhab, Rektor STIBA Makassar, Ustaz Ahmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., menyampaikan pesan kepada para lulusan yang baru saja menyandang gelar Sarjana Hukum.

    Beliau mengawali dengan ucapan selamat kepada seluruh peserta yudisium atas tuntasnya amanah pendidikan.

    “Mulai hari ini,” ujarnya, “tidak ada lagi beban akademik atau administrasi. Semua sudah selesai, dan kalian telah berhak menyematkan gelar Sarjana Hukum di belakang nama.”

    Dalam penyampaiannya, bahkan sempat muncul candaan ringan, “Kalau nanti sudah ada yang mau melamar, sudah bisa bilang di depan calon mertua: ‘Fulan, S.H.’,” yang disambut senyum para hadirin.

    Namun di balik candaan itu, tersimpan pesan serius. Menurutnya, gelar sarjana tidak hanya berarti lulus kuliah, tetapi adalah pengakuan institusi bahwa seseorang telah memiliki dasar keilmuan dan pemahaman dalam bidang yang ditekuninya, dalam hal ini, hukum Islam dan perbandingan mazhab.

    “Sarjana itu pembeda. Allah sendiri membedakan antara orang yang berilmu dan yang tidak. Maka jadikan gelar ini sebagai pembeda—dalam cara berpikir, bersikap, dan bertindak,” pesannya.

    Ustaz Akhmad Hanafi juga menyinggung makna bahasa dari kata “al-hukm” dalam bahasa Arab: al-qada’, al-man’u, dan al-hikmah. Tiga makna itu, menurut beliau, mencerminkan nilai-nilai yang seharusnya tertanam pada diri setiap lulusan sarjana hukum: kemampuan menilai, menahan diri, dan bijaksana dalam mengambil keputusan.

    Tidak lupa, beliau juga menyoroti pentingnya perencanaan untuk melanjutkan studi. Ia berbagi pengalaman pribadi bagaimana dirinya merencanakan studi S-3 sejak lulus S-1, meski akhirnya baru bisa tuntas di usia 43 tahun. Pesannya sederhana: “Kalau tidak direncanakan, biasanya tidak terjadi.”

    Sebelum menutup tausiah, beliau menyampaikan terima kasih dan permohonan maaf kepada seluruh mahasiswa atas segala kekurangan dalam proses pendidikan yang telah dilalui selama empat hingga lima tahun terakhir.

    Beliau juga mengingatkan bahwa yudisium hanyalah satu tahap dari proses besar STIBA untuk mencetak kader dakwah dan ilmuwan yang bermanfaat bagi umat.

    “Hari ini, anak-anak kami, kami kembalikan kepada orang tua. Kami berharap mereka kembali dalam keadaan lebih baik dari saat pertama dititipkan,” tuturnya, menyentuh.

    Dengan yudisium ini, para peserta resmi menjadi bagian dari alumni STIBA Makassar. Dan sesuai harapan beliau, gelar yang disandang hari ini bukan hanya sebagai kehormatan, tapi juga sebagai kompas dalam menjalani hidup dan berkontribusi di tengah masyarakat.

  • Wakil Rektor I STIBA: Yudisium Bukan Akhir, Tapi Awal Kontribusi

    Wakil Rektor I STIBA: Yudisium Bukan Akhir, Tapi Awal Kontribusi

    (STIBA.ac.id) Makassar  — Dalam sambutannya pada acara Yudisium Angkatan IX Prodi Perbandingan Mazhab STIBA Makassar, Plt. Wakil Rektor I, Ustaz Rachmat Badani, Lc., M.A., menyampaikan pesan kepada para peserta. Ia membuka sambutan dengan ucapan selamat kepada 398 mahasiswa dan mahasiswi yang telah menyelesaikan rangkaian panjang perkuliahan dan ujian akhir.

    “Dari 531 mahasiswa angkatan 2021, sebanyak 362 berhasil sampai di titik ini. Ditambah 36 dari angkatan sebelumnya, total yang mengikuti munaqasyah dan yudisium tahun ini sebanyak 398 orang. Ini bukan angka kecil. Ini adalah hasil dari proses panjang dan sungguh-sungguh,” ujarnya.

    Ustaz Rachmat juga mengajak seluruh peserta untuk melihat kembali perjalanan akademik mereka, mulai dari pendaftaran judul skripsi, penyusunan proposal, seminar hasil, hingga sidang munaqasyah yang baru saja mereka jalani sehari sebelumnya. Ia menekankan bahwa tidak semua yang memulai, bisa sampai di titik akhir. Banyak yang harus tertinggal karena berbagai alasan. Maka, keberhasilan ini adalah nikmat yang layak disyukuri dan dipertanggungjawabkan.

    Lebih dari sekadar seremoni akademik, yudisium disebutnya sebagai titik balik. Sebuah awal untuk terjun dan memberi manfaat nyata di tengah masyarakat. Gelar sarjana hukum yang kini disandang bukan hanya gelar formal, tapi sekaligus beban amanah.

    “Yudisium bukan garis akhir. Justru inilah awal kontribusi antum dan antunna. Gelar ini harus jadi pembeda, pembeda akhlak, keilmuan, dan kontribusi sosial,” tegasnya.

    Di akhir sambutan, Ustaz Rachmat juga mengingatkan bahwa hubungan mahasiswa dengan STIBA tidak berhenti begitu saja. Setelah yudisium, masih ada wisuda, masa pengabdian, dan ikatan alumni. Ia berharap para lulusan tetap terhubung dengan almamater dan menjadi bagian penting dalam membangun reputasi kampus ke depannya.

    “Banyak dari Antum ketika ditanya di munaqasyah, berharap STIBA bisa segera bertransformasi menjadi universitas Islam. Itu harapan kita semua. Tapi itu hanya mungkin jika para alumninya mencerminkan kualitas STIBA di tengah masyarakat,” pesannya.

    Sambutan singkat tersebut menjadi pengantar yang membekas di benak para peserta. Bukan sekadar pesan motivasi, tapi juga pengingat tentang tanggung jawab ilmu dan kontribusi yang diharapkan dari setiap lulusan STIBA.

  • 398 Mahasiswa STIBA Makassar Resmi Menyandang Gelar Sarjana Hukum

    398 Mahasiswa STIBA Makassar Resmi Menyandang Gelar Sarjana Hukum

    (STIBA.ac.id) Makassar — Sebanyak 398 mahasiswa Program Studi Perbandingan Mazhab STIBA Makassar resmi menyandang gelar Sarjana Hukum (S.H.) setelah mengikuti prosesi Yudisium Angkatan IX Semester Genap Tahun Akademik 1446–1447 H/2024–2025 M. Acara berlangsung Jumat (25/7/2025) di Masjid Anas bin Malik, kampus STIBA Makassar, dalam suasana haru, khidmat, dan penuh rasa syukur.

    Yudisium ini menandai berakhirnya seluruh tahapan akademik dan administrasi yang telah dijalani para mahasiswa sejak tahun 2021. Mulai dari pendaftaran judul skripsi, seminar proposal, sidang hasil, hingga munaqasyah yang dilaksanakan sehari sebelumnya.

    Acara diawali dengan sambutan Wakil Rektor I, Ustaz Rachmat Badani, Lc., M.A. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta yudisium atas kerja keras dan ketekunan mereka selama menempuh studi.

    Dari 531 mahasiswa angkatan 2021, sebanyak 362 berhasil menyelesaikan studi tepat waktu. Ditambah 36 mahasiswa dari angkatan sebelumnya, total peserta yang mengikuti yudisium tahun ini berjumlah 398 orang. Angka yang mencerminkan betapa panjang dan seriusnya proses akademik yang mereka lalui.

    “Yudisium bukanlah akhir, tapi awal kontribusi Antum dan Antunna di tengah masyarakat. Gelar S.H. adalah beban moral yang harus diemban dengan amanah,” pesan beliau.

    Setelah itu, SK Yudisium dibacakan langsung oleh Ketua dan Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab, yaitu Ustaz Irsyad Rafi’, Lc., M.H. dan Ustaz Muhammad Saddam, Lc., M.H. Mereka membacakan keputusan resmi rektor yang menetapkan para peserta yudisium sebagai lulusan sarjana hukum STIBA Makassar.

    Tausiah dari Rektor, Ustaz Ahmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., menjadi bagian paling menyentuh dari rangkaian acara. Beliau menegaskan bahwa gelar sarjana bukan sekadar tanda lulus, tetapi pengakuan atas proses panjang yang dilalui, dari air mata perjuangan hingga peluh kesabaran.

    Beliau juga menambahkan bahwa secara historis, ini adalah Yudisium ke-9. Namun secara kelembagaan, inilah angkatan pertama alumni resmi IAI STIBA Makassar pascaperubahan status dari sekolah tinggi menjadi institut.

    “Sekarang Antum dan Antunna resmi menyandang gelar sarjana. Bahkan sudah boleh menyebut diri ‘Fulan, S.H.’ saat melamar,” selorohnya, yang disambut senyum para hadirin.

    “Tapi ingat, gelar ini membawa misi: jadi pembeda di tengah masyarakat. Jangan berhenti belajar, terus bertumbuh.”

    Acara ini turut dihadiri oleh Ketua Senat Akademik IAI STIBA Makassar, Kepala Pusat Pembinaan Karakter 5M dan Kesantrenan, Ketua Prodi PBA, Ketua Prodi HES, sejumlah dosen dan tendik. Keberadaan mereka memberi kesan hangat dan penuh kekeluargaan dalam acara pelepasan para alumni ini.

    Prosesi ini menjadi gerbang menuju acara puncak, yakni wisuda yang insyaallah akan digelar pada Selasa, 5 Agustus 2025. Para alumni juga akan mengikuti pembekalan dai dan daurah takwin sebagai bagian dari orientasi menuju tugas dakwah di masyarakat.

  • Rezky Alfahrezy: Liburan Bukan Waktu Rehat dari Dakwah

    Rezky Alfahrezy: Liburan Bukan Waktu Rehat dari Dakwah

    (STIBA.ac.id) Enrekang dan Wajo – Mengisi liburan semester dengan kegiatan bermanfaat, Muh. Rezky Alfahrezy, mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazhab IAI STIBA Makassar semester 5, melaksanakan Safari Dakwah di dua kabupaten di Sulawesi Selatan: Enrekang dan Wajo.

    Kegiatan ini merupakan inisiatif pribadi yang rutin ia jalankan setiap masa liburan, dimulai dari kampung halaman orang tua hingga ke daerah-daerah lain yang memiliki potensi dakwah. Untuk liburan kali ini, Safari Dakwah dilaksanakan di Bumi Masserempulu (Enrekang) pada 13–18 Juli 2025, dan berlanjut ke Bumi La Madukelleng (Wajo) selama sepekan setelahnya.

    Agenda Safari Dakwah yang dijalankan oleh Muh. Rezky Alfahrezy mencakup beberapa kegiatan utama, seperti pengajian untuk masyarakat umum, kunjungan ke pondok pesantren dan SMA binaan DPD Wahdah Islamiyah, pelatihan penyelenggaraan jenazah, serta silaturahmi ke kantor-kantor DPD Wahdah Islamiyah di wilayah yang dikunjungi.

    Adapun lembaga-lembaga yang menjadi tujuan kunjungan dalam program ini antara lain Pondok Pesantren Ibadurrahman Wahdah Islamiyah Enrekang, Pondok Pesantren Umar bin Abdul Aziz di Baraka, Enrekang, Pondok Pesantren Tahfizh al-Qur’an Wahdah Islamiyah Anabanua di Kabupaten Wajo, serta SMAN 1 Wajo.

    Kegiatan ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat setempat. Beberapa warga bahkan rela datang dari Enrekang ke Wajo demi mengikuti lanjutan program dakwah. Salah satunya adalah Abd. Azzam Hikmatullah, alumni PPTQ Darul Falah Enrekang dan sahabat dekat Rezky, yang selalu mendukung kegiatan dakwah yang dijalankannya.

    Sejumlah tokoh pemerintah turut hadir dalam beberapa kegiatan, di antaranya Kepala Dinas Pendidikan Kab. Wajo serta beberapa pejabat lainnya. Kehadiran mereka menjadi dukungan tersendiri bagi berlangsungnya kegiatan keummatan ini. Ketua DPD Wahdah Islamiyah Enrekang dan Wajo juga hadir dalam sejumlah sesi kegiatan.

    Menurut Rezky, Safari Dakwah ini bertujuan untuk menyampaikan ilmu, mendekat kepada masyarakat, dan memahami kondisi mereka secara langsung.

    “Banyak masyarakat di daerah-daerah ini yang seperti telaga di tengah kegersangan, mereka sangat membutuhkan siraman ilmu, pembinaan, dan motivasi ruhiyah,” ujarnya.

    Ketua DPD Wahdah Islamiyah di dua kabupaten tersebut mengapresiasi kegiatan ini dan berharap bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa IAI STIBA Makassar lainnya.

    “Semoga semakin banyak mahasiswa yang memanfaatkan liburannya dengan kegiatan dakwah di kampung halaman masing-masing. Masyarakat masih sangat membutuhkan sentuhan pembinaan, pengajian, dan tazkiyah nufus.”

  • Di Balik Suksesnya Sidang Munaqasyah: Apresiasi untuk Para Pengabdi Ilmu

    Di Balik Suksesnya Sidang Munaqasyah: Apresiasi untuk Para Pengabdi Ilmu

    (STIBA.ac.id) Makassar — Sidang Munaqasyah bukan hanya milik mahasiswa. Di balik suksesnya pelaksanaan ujian skripsi yang diikuti 398 peserta ini, ada ratusan jam kerja, ketelitian akademik, serta koordinasi yang rapi dari para dosen pembimbing, dewan penguji, hingga panitia akademik yang tak kenal lelah bekerja di balik layar.

    Rektor IAI STIBA Makassar, Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., dalam sambutannya secara khusus menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah menyukseskan pelaksanaan sidang. “Saya mengikuti langsung proses ini. Mengatur hampir 400 mahasiswa dari awal bimbingan sampai tahap munaqasyah bukan perkara mudah. Tapi inilah jihad kita bersama,” ujar beliau dengan nada penuh penghargaan.

    Ucapan terima kasih secara eksplisit juga ditujukan kepada para Wakil Rektor, Kaprodi, dan seluruh tim akademik dan kemahasiswaan yang telah bekerja ekstra demi memastikan seluruh tahapan skripsi berjalan lancar dan sesuai standar mutu institusi.

    Para penguji pun tak luput dari apresiasi. Sebanyak 54 orang,  terdiri dari 51 penguji internal dan 3 penguji eksternal menyisihkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk membaca, mengkaji, serta menguji hasil karya ilmiah mahasiswa.

    “Skripsi itu bukan hanya tulisan mahasiswa, tapi hasil kolaborasi dengan pembimbing. Dan hari ini kita mengujinya sebagai wujud tanggung jawab akademik,” ujar Rektor.

    Bagi sebagian mahasiswa, sidang munaqasyah mungkin terasa seperti akhir perjalanan. Tapi bagi para penguji dan dosen, ini adalah titik penting dari proses panjang pendidikan yang penuh tanggung jawab.

    Sementara itu, panitia acara yang terdiri dari dosen, staf akademik, dan mahasiswa juga menunjukkan kerja sama solid. Mulai dari pengaturan jadwal sidang, pembagian ruang, pencetakan dokumen, dokumentasi dan publikasi, hingga memastikan kelengkapan administrasi, semua dilakukan dengan penuh dedikasi.

    Sebagaimana dikatakan Rektor, ini bukan sekadar agenda akademik. Ini adalah ibadah kolektif — bentuk nyata kontribusi para pendidik dalam melahirkan generasi ilmuwan muslim yang bertanggung jawab secara keilmuan dan moral.

    Dengan kolaborasi lintas lini seperti ini, STIBA Makassar tidak hanya mendidik mahasiswa, tapi juga merawat budaya akademik yang kuat dan bernilai.

  • Tahun Depan, Prodi PBA Siap Ikut Sidang Munaqasyah Perdana

    Tahun Depan, Prodi PBA Siap Ikut Sidang Munaqasyah Perdana

    (STIBA.ac.id) Makassar — Sidang Munaqasyah Skripsi tahun ini menjadi penutup era tersendiri bagi Program Studi Perbandingan Mazhab IAI STIBA Makassar. Pasalnya, mulai tahun akademik mendatang, Program Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) juga akan mulai mengikuti sidang munaqasyah bersama dan menandai langkah besar dalam penguatan mutu akademik dan integrasi antarprodi di STIBA.

    Kabar ini disampaikan langsung oleh Rektor IAI STIBA Makassar, Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., saat memberikan sambutan pada pembukaan Sidang Munaqasyah. Beliau menegaskan bahwa tahun depan, tidak hanya mahasiswa Prodi Perbandingan Mazhab yang akan mengikuti munaqasyah, tapi juga mahasiswa PBA yang telah menyelesaikan tahap persiapan akademik, termasuk bimbingan skripsi dan seminar hasil.

    “Ini adalah prosesi munaqasyah terakhir yang khusus dari satu prodi. Tahun depan, insyaallah akan kita saksikan dua prodi bergandengan dalam forum ilmiah ini. Ini bukti bahwa STIBA terus bertumbuh dan memantapkan kualitas akademiknya,” ungkap beliau di hadapan ratusan mahasiswa dan penguji.

    Langkah ini menjadi salah satu tonggak penting dalam konsolidasi akademik di STIBA Makassar. Selama ini, Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum memang menjadi pionir dalam sistem penyusunan dan ujian skripsi. Dengan bergabungnya Prodi PBA, diharapkan akan terjadi kolaborasi dan percepatan budaya ilmiah di seluruh lini institusi.

    Peningkatan kapasitas prodi, penyempurnaan kurikulum, serta kesiapan para dosen pembimbing dan penguji juga menjadi bagian dari persiapan menyambut perubahan ini. Hal ini sejalan dengan upaya institusi untuk memperkuat posisinya sebagai kampus rujukan dalam keilmuan Islam dan bahasa Arab, khususnya di kawasan Indonesia Timur.

    Sidang munaqasyah tahun ini diikuti oleh 398 mahasiswa dan 54 penguji, serta menjadi bagian dari momen bersejarah menuju transformasi STIBA dari institut menjadi universitas.

  • Dari Aula Aisyah, Sejarah Baru IAI STIBA Makassar Dimulai

    Dari Aula Aisyah, Sejarah Baru IAI STIBA Makassar Dimulai

    (STIBA.ac.id) Makassar — Matahari belum tinggi saat satu per satu mahasiswa mulai memenuhi Aula Aisyah di Kampus STIBA Makassar, Kamis (24/7/2025). Mengenakan jas almamater dan membawa naskah skripsi yang telah mereka susun berbulan-bulan, 398 mahasiswa duduk berjajar, mengikuti pembukaan, lalu menanti giliran untuk diuji, dipertanyakan, dan dibuktikan.

    Suasana pagi itu penuh haru. Riuh tak berani meledak, hanya bisik-bisik doa dan bisikan semangat. Hari ini adalah hari munaqasyah, hari ketika ilmu yang mereka tulis diuji, dan sekaligus hari yang menjadi penentu, apakah gelar sarjana akan benar-benar mereka sandang.

    Sambutan dari pimpinan kampus mengalir, bukan hanya sebagai formalitas, tapi sebagai pelepas dahaga ruhiyah.

    “Setiap kalimat dalam skripsi kalian adalah amanah. Bukan hanya kepada dosen penguji, tapi kepada Allah,” pesan Rektor IAI STIBA Makassar, Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., yang disampaikan dengan penuh penekanan spiritual.

    Tak ketinggalan, Prof. Dr. K.H. Harun Al-Rasyid, Lc., M.A., Wakil Koordinator Kopertais Wilayah VIII, yang membuka secara resmi acara ini, turut mengungkapkan kekagumannya.

    “Ini perguruan tinggi dengan jumlah peserta ujian skripsi terbanyak yang pernah saya hadiri. Hampir empat ratus. Di kampus lain hanya 300 ke bawah,” ujarnya.

    Tapi yang paling membekas dari acara hari itu bukanlah angka, melainkan suasana. Aula Aisyah menjadi saksi bisu dari perjuangan panjang para mahasiswa: begadang mengolah literatur, berkali-kali revisi, bimbingan yang penuh lika-liku, dan doa yang tak pernah putus dari orang tua.

    Beberapa mahasiswa terlihat menghafal poin-poin penting skripsinya, sebagian menenangkan diri dengan zikir pelan. Satu dua ada yang menatap kosong, mungkin sedang menghitung perjalanan yang sebentar lagi akan sampai di ujung.

    Sementara di luar aula, para panitia dan dosen penguji bersiap. Semua bergerak cepat tapi tenang. Ini bukan sidang biasa, ini adalah upacara akademik yang sarat nilai ruhiyah.

    Dan hari itu, di dalam Aula Aisyah, bukan hanya Sidang Munaqasyah yang berlangsung. Sebuah sejarah juga ditulis. Sejarah tentang kampus yang terus tumbuh, dan para mahasiswa yang sedang menapaki satu lagi tahapan kehidupan, dengan ilmu di tangan, dan misi dakwah di hati.

  • Bukan Sekadar Skripsi, Ini Bukti Jihad Ilmu Mahasiswa IAI STIBA Makassar

    Bukan Sekadar Skripsi, Ini Bukti Jihad Ilmu Mahasiswa IAI STIBA Makassar

    (STIBA.ac.id) Makassar — Di balik deretan meja sidang dan setumpuk berkas skripsi, tersimpan ratusan kisah perjuangan. Bagi 398 mahasiswa STIBA Makassar, sidang munaqasyah bukan hanya soal ujian ilmiah, tapi juga pertarungan batin, pembuktian diri, dan bentuk nyata dari jihad ilmu yang mereka tempuh bertahun-tahun.

    Dalam sambutannya di Pembukaan Sidang Munaqasyah Skripsi (24/7), Rektor IAI STIBA Makassar, Ustaz Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., mengingatkan bahwa setiap kalimat dalam skripsi bukanlah sekadar tugas akademik, melainkan amanah yang mengandung nilai pertanggungjawaban, bukan hanya kepada dosen penguji, tetapi juga kepada Allah dan umat.

    “Ilmu yang tidak mengantarkan kita pada ketakwaan, itu kehilangan ruhnya. Apa yang kalian tulis hari ini, adalah bentuk pertanggungjawaban ilmiah sekaligus moral,” tegas beliau di hadapan mahasiswa dan dewan penguji.

    Sidang munaqasyah tahun ini menjadi tonggak terakhir bagi mahasiswa Program Studi Perbandingan Mazhab yang melaksanakan sidang secara eksklusif. Mulai tahun depan, Prodi Pendidikan Bahasa Arab akan turut serta dalam sidang munaqasyah, menandai era baru dalam pengembangan akademik STIBA Makassar.

    Namun di balik transisi kelembagaan ini, yang paling berkesan justru adalah semangat mahasiswa itu sendiri. Mereka datang dengan wajah penuh harap, sebagian diliputi rasa cemas, namun semuanya membawa bekal: ikhtiar, doa, dan keyakinan bahwa ilmu adalah jalan ibadah.

    Rektor juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses ini, dari dosen pembimbing, dewan penguji, hingga tim akademik.

    “Ini jihad kita bersama. Kontribusi akademik adalah bagian dari ibadah,” ucapnya.

    Proses panjang mulai dari penyusunan proposal, bimbingan skripsi, seminar hasil, hingga sidang munaqasyah telah membentuk pribadi mahasiswa, tidak hanya cakap dalam teori, tetapi juga matang secara mental dan spiritual.

    Bagi mahasiswa STIBA, menyelesaikan skripsi bukan sekadar syarat kelulusan. Ia adalah mahkota perjalanan. Dan sidang munaqasyah adalah saatnya membuktikan: bahwa ilmu yang dipelajari bukan hanya bisa dipertanggungjawabkan, tapi juga bisa diamalkan.

    “Menulis skripsi sebenarnya saya bisa cukup cepat, satu dua bab bisa selesai dalam beberapa hari. Tantangannya justru di awal, saat mengumpulkan semangat dan ide. Alhamdulillah, meski di akhir studi saya juga diberi amanah sebagai muhaffiz, musyrif, dan mudarris di Pondok Nur Al-Iman, para asatizah di sana sangat mendukung dan memudahkan, sehingga saya tetap bisa fokus menyelesaikan studi di STIBA. Suasana maktabah dan Cafe Tamam juga sangat membantu, kondusif sekali untuk menulis,” ujar Khaerul Ahmad, mantan Ketua Asrama Mahasiswa yang kini bersiap mengakhiri masa studinya di STIBA Makassar.