Foto Utama

Memasuki musim hujan di penghujung tahun miladiyah, tak menyulutkan langkah para mahasiswa STIBA untuk menunaikan PROKER semesteran mereka, Safari Dakwah dan Rihlah. Kali ini lokasi yang menjadi sasaran adalah sebuah desa yang terletak di antara pegunungan Kec. Camba Maros, tepatnya di Desa Cenrana Dusun Tana Tengnga.

Kegiatan ini berlangsung selama 2 hari 2 malam, berangkat sejak sore pada Jumat, 23 Shafar 1435 H/27 Desember 2013 M hingga sore Ahad, 25 Shafar 1435 H/29 Desember 2013 M.

Perjalanan ke Lokasi

Sebelum berangkat dari Kampus, sekitar 90 mahasiswa penghuni kamar 7 hingga kamar 12 asrama putra menerima sedikit pembekalan ruhani dari pembina bid. Kemahasiswaan. Tepat pukul 15.00 mobil truk yang mengangkut mereka telah siap dan mulai melaju melewati hiruk pikuk kota Makassar dan Maros ditemani beberapa peserta rihlah lain yang menggunakan sepeda motor, hingga tiba di pemberhentian pertama di Masjid al-Markaz Maros untuk menjalankan sholat Ashar berjamaah.

Rehat sejenak, rombongan kembali mengambil nafas, jalan yang ditempuh masih lurus dan datar, dengan pemandangan sawah yang dijejali dengan bukit-bukit karst. Tiba di perbatasan Kec. Bantimurung dan Kec. Cenrana jalan mulai menanjak, lika liku mulai terasa, beban yang tadinya dapat dibawa dengan laju yang cepat kini ditopang oleh mobil dengan lambat, penuh was-was, sarat dengan ketegangan, tidak sembarang supir mobil yang berani membawa beban sebanyak kami melewati jalanan ini.

Tak lupa para mahasiswa memekikkan takbir tatkala jalan menanjak dan melantunkan tasbih kala jalan menurun. Dengan pemandangan yang memukau, batu dan tebing di sisi satunya serta jurang dan hutan di sisi lainnya, peserta rihlah mencicipi ayat-ayat kauniyah tersebut sepanjang jalan.

Malam, Pendakian di Tengah Gelap

Tiba di Ibu Kota kec. Camba tepat pukul 19.00, kami singgah di Masjid Besar Camba untuk menunaikan shalat Maghrib-Isya dengan jama’ qashar. Di pemberhentian ke dua ini peserta kembali mengambil nafas setelah terombang-ambing di atas mobil oleh ekstrimnya perjalan di Poros Camba.

Perjalanan kembali dilanjuntkan, dari poros camba kami mengambil jalan ke kanan memasuki desa Cenrana, setalah dua jembatan besar dilalui tibalah di kaki gunung yang akan kami tapaki. Karena mobil truk yang begitu besar tak mungkin mampu untuk melalui jalan beton yang ramping dan licin menuju lokasi di atas gunung para peserta dipaksa untuk berjalan kaki. Seluruh barang dan perbekalan dititipkan di atas mobil pick up yang kebetulan akan naik ke dusun.

Perjalananpun dimulai, rombongan peserta berjajal di atas jalan dan terus menanjak, dalam gelap dan kesunyian yang hanya ditemani oleh suara-suara jengkrik dan sayup auman anjing, pula desahan nafas yang terasa kian berat.

Hampir sejam, dengan jarak 3-4 km mereka berjalan dan tibalah di lokasi dengan aman, puncak gunung yang asri dan dingin. Sebuah aula berukuran sekitar 5×10 m telah menanti dan menjadi tempat peristirahatan sekaligus tempat ibadah selama berada di lokasi villa tersebut karena mushollah yang tersedia tak sanggup menampung jumlah peserta yang bejubel. Makan malam segera disajikan oleh panitia konsumsi mengingat waktu istirahat sudah dekat menghampiri, pukul 23.00.

Memang ada beberapa villa dan kamar-kamar dengan fasilitas yang memadai, namun mereka hanya menetap di aula separuh dinding tersebut karena hanya itu tempat di lokasi villa yang dapat menampung jumlah mereka, juga karena hanya tempat tersebut yang sesuai dengan tipisnya anggaran rihlah.

Menebar Pesona Dakwah

Pagi menyingsing, pemandangan yang sejak semalam tak terlihat karena gelap, perlahan demi perlahan mulai nampak, menggambarkan lukisan alam, lembah, gunung, dan pemukiman warga di bawah sana, diselimuti oleh kabut pagi dan hamparan awan yang berarak mencakar tebing-tebing bukit.

Usai shalat subuh, agenda selanjutnya bersih-bersih dan sarapan. Cuaca yang begitu dingin membuat perut mereka tak bersahabat dan mulai mendendangkan lagu kebangsaannya, hehe. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut panitia telah menyiapkan teh hangat dan roti sebagai pengisi tenaga.

Pagi mereka dimulai dengan ekspansi dakwah yang bertajuk “Menebar Pesona Dakwah dengan Rihlah” ke rumah-rumah dan kebun-kebun warga. Kelompok dakwah dibagi sesuai kamar masing-masing, dan para peserta mulai menyusuri seluruh jalan yang mudah dilalui maupun yang tak mudah dilalui.

Di jalan, rumah, halaman, dan kebun-kebun diramaikan oleh peserta rihlah yang berusaha mengambil simpati masyarakat dengan tutur kata mereka yang diselipkan dengan nilai-nilai dakwah, pun tak luput anak-anak kecil menjadi sasaran. Kami juga disambut dengan baik oleh Kepala Dusun dan telah diterima dengan resmi sebagai tamu dusun. Cerita dan kisah para peserta selama ekspansi dipaparkan dengan gamblang dan santai, serta sedikit guyonan pada agenda selanjutnya di aula menjelang waktu dzuhur tiba, menambah suasana ukhwah yang kian terasa.

Gerimis, deras, rintik, cerah, dan sepoi angin silih berganti menemani tiap agenda rihlah yang bergulir di hari pertama: ekspansi dakwah, presentasi dakwah, games, turnamen futsal, lomba renang, ta’lim ba’da shalat, dan pentas seni islam menjelang tidur serta berbagai kegiatan lainnya.

Sedikit Gambaran tentang Dusun Tana Tengnga

Wilayah dusun Tana Tengnga umumnya berbukit, jalan yang timbul tenggelam, sejuk, ditumbuhi pohon-pohon pinus dan coklat, dan beberapa kebun khas dataran tinggi, selaras dengan warganya yang ramah dan murah senyum. Jumlah KK diperkirakan kurang lebih 60 rumah, mayoritas muslim.

Ada sebuah bangunan Sekolah Dasar yang berdiri di samping lokasi villa yang merupakan kelas jauh, dan kelasnya terbatas, hanya sampai kelas 4 SD, sementara siswa-siswi yang telah duduk dibangku kelas 5 dan 6 SD harus tiap hari turun ke bawah untuk menimba ilmu, jalan yang semalam kami lalui dengan terengah-engah, sudah terbiasa mereka tempuh tiap harinya pulang pergi demi menuntut ilmu, membuat hati tiap orang yang mendengarnya terpukau.

Hutan pinus, sawah dan kebun baku himpit mengisi suburnya lereng-lereng gunung, penghasilan utama dari dusun ini adalah Cabe, bahkan beberapa peserta rihlah mendapat oleh-oleh dari masyarakat sekitar berupa beberapa potong cabe merah yang masih segar, hasil petikan bersama.

Sebuah masjid berdiri di pinggir jalan sekitar 1 km dari lokasi villa. Masjid at-Taqwa, mudah-mudahan sesuai dengan pribadi dan akhlak dari masyarakatnya. Villanya sendiri menjadi pemandangan pertama ketika telah sampai di gerbang dusun, dan merupakan akhir dari jalan beton semenjak menapak dari kaki gunung, selebihnya hanya jalan setapak berkerikil.

Dalam lokasi villa terdapat 4 kolam renang, beberapa kolam ikan, lapangan futsal, bulu tangkis, kebun buah-buahan dan sayuran, kabun satwa, ternak itik, aula, musholla, beberapa kamar yang disewakan, dan pemandangan tanah lapang yang landai yang dipenuhi oleh rusa.

Hari Ke Dua

Hari ke dua sedikit cerah, ba’da subuh diawali dengan kerja bakti dan bersih-bersih sekitar area villa, dilanjutkan dengan otubound berupa games di lapangan. Namun sebelumnya sarapan pagi berupa teh hangat dan roti kembali mengisi kekosongan perut mereka. Permainan demi permainan digelar, menambah semarak dan jalinan ukhuwah yang kian mengental, para penonton dibuat terhibur dengan aksi pemain yang lugu memainkan games yang sebagian besar dari mereka belum pernah memainkannya sebelumnya.

Tepat pukul 10.00 peserta dipersilakan untuk menikmati waktu santai dan refreshing sebelum perjalanan pulang, serta berkemas karena matahari siang yang dipayungi oleh mendung mulai meninggi.

Perjalanan Pulang

Akhirnya tiba juga agenda terakhir, penutupan serta kesan dan pesan dari pihak panitia dan peserta. Sebelum turun para peserta makan siang terlebih dahulu untuk mengisi kembali pundi-pundi tenaga.

Ba’da shalat dzuhur-ashar mulailah kaki-kaki mereka menapak jalan untuk turun, tak lupa pamitan dengan pengelola villa dan beberapa warga yang sempat bersua. Awan mendung, namun enggan menumpahkan tetesnya, cuaca yang bersahabat. Kiri kanan jalan merupakan hutan dan batu-batu besar, juga kebun-kebun sayur dan buah-buahan.

Perjalanan pulang berlangsung dengan aman, dan rihlah yang berkesan ini tak akan pernah dilupakan oleh masing-masing peserta. Demikian sepenggal kisah yang bisa kami torehkan, tak ada kata yang bisa menggambarkan sebuah pengalaman, kecuali raga yang telah merasakan. Silakan rasakan sendiri indahnya dakwah dengan rihlah di tengah balutan ukhuwah, minat menjadi mahasiswa STIBA, daftar segara! hehe.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sebuah kebaikan telah terlaksana. (IA)

Loading

Tinggalkan Balasan