Kategori: Feature

  • Lomba Pidato Bahasa Arab di STIBA, Jurinya Lima Syekh dari Saudi

    Lomba Pidato Bahasa Arab di STIBA, Jurinya Lima Syekh dari Saudi

    (STIBA.ac.id) Makassar –  STIBA Makassar menerima kunjungan lima orang tamu asal Arab Saudi, mereka adalah Syekh Shalah az-Zayyat (dosen hadis di Universitas Amir Sattam bin Abdul Aziz Kharj), Syekh Majid Az-Zamil (dosen hadis di Universitas Imam Abdurrahman bin Faishal, Dammam), Syekh Abdurrahman al-‘Uqail (dosen syariah di Universitas Imam Abdurrahman bin Faishal), Syekh Abdullah bin Salim al-Harbi, dan Syekh Fahd.

    Di samping mengisi pengajian di beberapa lokasi berbeda, para syekh juga mengadakan lomba pidato bahasa Arab untuk mahasiswa STIBA Makassar. Lomba pidato yang dilakukan di masjid Anas bin Malik STIBA Makassar tersebut berjudul   “مسابقة في فن الخطابة باللغة العربية” (Kompetisi Seni Pidato dalam Bahasa Arab). Lomba ini memperebutkan total hadiah jutaan rupiah.

    “Musabaqah ini bertujuan untuk membangkitkan kecintaan dan semangat mahasiswa untuk mendalami bahasa Arab. Di samping juga untuk melatih keterampilan berpidato mahasiswa sebagai bekal utama nanti dalam berdakwah,” ujar Ustaz Sirajuddin Qasim, Kepala Pusat Pengembangan dan Pengawasan Bahasa (P3B).

    Ia menambahkan, melalui lomba ini, bagaimana penilaian para syekh dari Saudi Arabia sebagai penutur asli Bahasa Arab terhadap potensi bahasa Arab mahasiswa STIBA bisa diketahui.

    “Dan alhamdulillah, mereka merasa takjub dengan penampilan-penampilan para mahasiswa. Makanya mereka sendiri yang menyiapkan dan memberikan hadiah kepada para pemenang,” tuturnya.

    Unit Kegiatan Khusus (UKK) Pusat Pengembangan dan Pengawasan Bahasa (P3B) sebagai pelaksana  membagi lomba pidato tersebut menjadi dua sesi.

    Sesi pertama adalah sesi penyisihan yang dilaksanakan pada hari Rabu-Jumat, (01-03/01/2020). Bertindak selaku dewan juri adalah Ustadz Sirajuddin Qasim, Lc. dan Ustaz Abdul Munawwir, Lc. Babak ini diikuti 34 peserta dari kalangan mahasiswa STIBA Makassar berbagai angkatan.

    Sebanyak 18 orang berhasil lolos ke babak final. Di babak ini, bertindak sebagai dewan juri adalah lima orang syekh.  Babak final ini berlangsung Sabtu, (04/01/2020).

    Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema)  STIBA Makassar, Zulfikar Alim Said, mahasiswa semester empat berhasil menduduki posisi pertama, selanjutnya disusul Andi Muhammad Nur Atma, Khairul Ahmad, dan Muh. Al Ghaffar di posisi kedua dan terakhir di posisi ketiga Sulistyo Abdurrahman.

    Reporter : Dandi Saputra

    Foto: Bukhari

  • Camat Parigi: Masyarakat Saya Sering Bertanya, Kapan Lagi Mahasiswa KKN STIBA Datang

    Camat Parigi: Masyarakat Saya Sering Bertanya, Kapan Lagi Mahasiswa KKN STIBA Datang

    (STIBA.ac.id) Gowa – Camat Parigi H. Muhammad Guntur, S.Sos. ternyata menaruh harapan besar terhadap kehadiran mahasiswa KKN STIBA Makassar Angkatan III di wilayah administratifnya. Khususnya setelah kehadiran mahasiswa KKN Angkatan II tahun sebelumnya yang bertepatan dengan musibah tanah longsor yang melanda beberapa wilayah Parigi. Mahasiswa KKN STIBA saat itu turut memberikan andil besar dalam memberi bantuan serta pertolongan kepada warganya yang terdampak bencana.
    Hal ini disampaikan oleh Camat Parigi saat menerima rombongan mahasiswa KKN asal STIBA Makassar, Selasa (07/01/2020) di Kantor Kecamatan Parigi.
    Hingga sekarang, berbagai elemen masyarakat Parigi masih merasakan manfaat KKN STIBA Makassar. Kesan positif masih membekas di hati mereka, tua maupun muda.
    “Padahal, KKN STIBA Makassar tahun lalu hanya berjumlah 25 orang. Maka hal ini yang juga membuat saya terheran-heran. Apa yang dilakukan oleh Mahasiswa STIBA Makassar kepada masyarakat? Selama saya menjadi Ketua Kecamatan, belum pernah mendengar langsung respon positif dari masyarakat seperti ini, sampai dikenang dan dinanti-nantikan. Kapan lagi datang, kapan lagi datang…,” ujar Guntur.
    Guntur berharap mahasiswa KKN STIBA bisa bersinergi dengan pemerintah Kecamatan Parigi khususnya dalam merealisasikan program kerja di bidang keagamaan.
    “Sekarang ada program wajib satu hafizh satu desa, maka semoga KKN STIBA Makassar bisa menjadi wadah dan menjawab semua kebutuhan masyarakat,” tutur Guntur.
    Mewakili STIBA Makassar, Ustaz Saifullah Anshar, Lc., M.H.I. mengapresiasi penyambutan dari pihak pemerintah Kecamatan Parigi. Ia mengatakan bahwa jumlah mahasiswa yang ditempatkan di Parigi tahun ini jauh lebih banyak dari tahun sebelumnya. Jika tahun lalu hanya 25 mahasiswa, maka tahun ini sebanyak 81 mahasiswa.
    Karenanya ia berharap keberadaan mahasiswa STIBA Makassar bisa memberikan manfaat bagi masyarakat Kecamatan Parigi.

    Laporan: Muhammad Tajalil Arif

  • Mahasiswa KKN STIBA Ditempatkan di Kecamatan Bantimurung, Camat: Cadar Bukan Hal Asing bagi Saya

    Mahasiswa KKN STIBA Ditempatkan di Kecamatan Bantimurung, Camat: Cadar Bukan Hal Asing bagi Saya

    (STIBA.ac.id) Maros –  Rombongan mahasiswa KKN STIBA Makassar Angkatan III tiba di Kecamatan Bantimurung, Senin (06/01/2020). Rombongan yang dipimpin Ustaz Ir. Iskandar Kato, M.M. ini disambut oleh Camat Bantimurung beserta jajarannya di kantor kecamatan.

    Camat Bantimurung Asrul Rivai Rachman mengucapkan selamat datang kepada mahasiswa KKN STIBA Makassar. Kehadiran mahasiswi bercadar bukan hal asing baginya. Pasalnya, Camat Bantimurung ternyata beristri perempuan bercadar. Kendati demikian, istri camat tersebut tetap bisa mengikuti kegiatan-kegiatan di kecamatan.

    Dalam kesempatan itu, Asrul Rivai memberikan masukan-masukan kepada para mahasiswa. Mahasiswa diharapkan agar bersikap santun dalam menyampaikan dakwah ke masyarakat.

    “Mari bergaul. Ambil hati warga. Seni bergaul mungkin tidak diajarkan di kampus, tapi kami imbau agar mahasiswa bisa terbuka ke warga sehingga warga bisa menerima mahasiswa,” ujarnya.

    Ia juga berpesan agar mahasiswa bisa memberikan warna dan kesan positif ke warga.

    “Saya yakin mahasiswa STIBA bisa lebih baik dari mahasiswa KKN sebelumnya supaya warga tidak lagi trauma dengan mahasiswa KKN,” harapnya.

    Ia mengisahkan salah seorang warganya bernama Suherman di Kalabbirang sangat antusias ketika ia menyampaikan bahwa mahasiswa STIBA akan mengadakan KKN di desanya.

    “Dia langsung bilang ke saya, di rumahku mi lagi,” kisah Asrul.

    Sementara Ustaz Iskandar Kato yang mewakili pihak STIBA menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada camat atas sambutannya.

    “Mohon bimbingan dari bapak kepala desa, mahasiswa kami anggaplah sebagai anak sendiri. Silakan diarahkan dan dimanfaatkan keberadaan mereka. Mereka ini bukan mahasiswa biasa seperti kampus lain. Mahasiswa kami calon dai, Pak,” kata Ustaz Iskandar.

    Sebanyak 87 mahasiswa ditempatkan di Kecamatan Bantimurung. Mahasiswa disebar di delapan desa dan kelurahan, yaitu Leang-Leang, Alatengae, Mangeloreng, Mattoanging, Minasabaji, Tukamasea, Baruga, dan Kalabbirang.

    Laporan: Putra Alam

  • Unit Kegiatan Mahasiswi Asrama Putri STIBA Makassar Adakan Daurah Sepekan Menghafal Hadis Kitabul Jami’ V

    Unit Kegiatan Mahasiswi Asrama Putri STIBA Makassar Adakan Daurah Sepekan Menghafal Hadis Kitabul Jami’ V

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Unit Kegiatan Mahasiswi Asrama Putri STIBA Makassar menyelenggarakan Daurah Sepekan Menghafal Hadis Kitab al Jami’ Jilid V. Kegiatan yang berlangsung selama sepekan ini menghadirkan Ustaz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Ph.D. sebagai pensyarah tunggal.

    Kegiatan yang berlangsung selama sepekan ini (12-18 Rabiulakhir 1441 H/9-15 Desember 2019 M) diikuti 135 peserta. Tema yang diusung adalah “على سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم نحو المحبة والمغفرة” (Menuju Cinta dan Ampunan–Nya di atas Sunnah Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam”).

    Pada pembukaan acara, Ustazah Munawwirah, Lc. dosen STIBA Makassar yang merupakan lulusan jurusan hadis menjelaskan bahwa generasi saat ini sedang krisis moral dan akhlak. Mayoritas anak muda sekarang cenderung menjadikan tokoh–tokoh barat sebagai idola dan teladan mereka baik dari segi penampilan, pemikiran bahkan gaya hidup. Menurutnya, hal tersebut tidak pantas dilakukan seorang muslim, karena tokoh–tokoh yang mereka idolakan itu adalah orang–orang kafir yang sangat jauh dari nilai–nilai Islam.

    “Kini saatnya kita menyadarkan diri dan menyelamatkan generasi muda dengan kembali kepada teladan yang terbaik Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat khususnya dengan mempelajari hadis dan kehidupan beliau,” ujar Ustazah Munawwirah.

    Kegiatan ini diharapkan bermanfaat dalam mengisi liburan khususnya bagi mahasiswi STIBA yang tidak pulang kampung.

    “Acara daurah ini bukan sekadar acara pengisi waktu liburan bagi mahasiswi. Namun, lebih dari itu diharapkan melalui daurah ini dapat menjadi wasilah bagi para mahasiswi untuk menghapal hadis dengan disertai pemahaman dan kelak mampu menghasilkan generasi muda yang menghidupkan sunnah dan berakhlak rabbani serta mengambil teladan dari Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,”  tutur ketua panitia Ikrawati.

    Laporan Tim Humas Putri

  • Mahasiswa KKN di Kecamatan Tombolopao Disebar di Tiga Desa

    Mahasiswa KKN di Kecamatan Tombolopao Disebar di Tiga Desa

    (STIBA.ac.id) Gowa –  Sebuah bus dan mobil angkutan umum membawa rombongan mahasiswa KKN meninggalkan area Kampus STIBA Makassar, Senin (06/01/2020). Kedua kendaraan ini mengangkut rombongan mahasiswa menuju ke lokasi KKN mereka, Kecamatan Tombolopao, Kabupaten Gowa.

    Sebanyak 26 mahasiswa ditempatkan di kecamatan ini. Jumlah ini disebar ke tiga desa dan kelurahan, yaitu delapan mahasiswa di Desa Balassuka, di Desa Pao dan di Kelurahan Tamaona masing-masing sembilan mahasiswa.

    Rombongan diterima langsung oleh Camat Tombolopao, Baharuddin Lewa, S.E. beserta masing-masing kepala desa dan lurah terkait di kantor kecamatan. Dalam sambutannya, Baharuddin Lewa mengungkap bahwa masyarakat Tombolopao masyarakatnya mau dibina.

    “Masyarakat di sini gembira kalau ada tamu. Apalagi kalau anak-anak KKN. Maka harapan saya, pandai-pandailah berkolaborasi dengan masyarakat sehingga apa yang kita cita-citakan hasilnya bisa kita bawa kembali ke kampus,” harap Camat Tombolopao.

    Mewakili pihak STIBA Makassar, Ustaz Sirajuddin Qasim, Lc. yang juga dosen pembimbing lapangan menyatakan bahwa mahasiswa STIBA bisa diberdayakan khususnya dalam hal keagamaan.

    “Insya Allah mahasiswa kami bisa mengisi khotbah Jumat, mengajar agama, bahasa Arab, dan lain-lain,” ujar Kepala P2B STIBA tersebut.

    Nasihat-nasihat untuk mahasiswa KKN tak lupa ia sisipkan.

    “Harapan kami kepada mahasiswa supaya bisa lebih maksimal dalam memberikan pelayanan terutama rohani dan pencerahan. Antum juga harus lebih terbuka pada masyarakat. Siap bekerja sama dan memberi bantuan,” pungkasnya.

  • Ketua STIBA Lepas 275 Mahasiswa KKN ke Tiga Kecamatan

    Ketua STIBA Lepas 275 Mahasiswa KKN ke Tiga Kecamatan

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu realisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Bagi mahasiswa STIBA, KKN merupakan salah satu rangkaian akhir yang harus dilalui setelah seminar proposal.

    Peserta KKN STIBA Makassar Angkatan III 2020 kali ini berjumlah 275 orang, terdiri dari 148 mahasiswa dan 127 mahasiswi. Dari jumlah tersebut, mahasiswa disebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Parigi, dan Kecamatan Tombolo Pao.

    Rombongan mahasiswa KKN dilepas secara resmi oleh Ustaz Ahmad Hanafi, Senin (06/01/2020). Dalam nasihatnya, Ketua STIBA Makassar tersebut mengatakan bahwa sebagai seorang mahasiswa harus siap memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat.

    “Saya yakin, KKN bagi Antum bukan masalah. Sejak awal kita telah berusaha untuk mendidik mahasiswa kita agar dapat berinteraksi dengan masyarakat.  Baik itu melalui kegiatan-kegiatan kemahasiswaan ataupun kegiatan mahasiswa di luar kampus selama liburan,” ujar Ustaz Ahmad.

    Firman Allah dalam Surah Yusuf turut diangkat oleh Ustaz Ahmad. Surah ini menjelaskan secara tuntas kisah Nabi Yusuf as.  Kisah yang Allah katakan dalam Alquran sebagai kisah terbaik.  Tidak ada kisah dalam Alquran dari awal hingga akhir yang dikumpul dalam satu surah kecuali kisah tersebut.

    Ayat yang diangkat Ustaz Ahmad dalam surah ini adalah ayat 108 yang berbunyi,

    “Katakanlah, “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.

    Ayat ini, kata Ustaz Ahmad, mengingatkan bahwa kita semua adalah dai yang telah memilih jalan para nabi dan orang-orang yang mengikutinya.

    “Program KKN ini merupakan jalan dakwah.  Jangan kotori dakwah ini dengan hal-hal yang merusaknya,” tuturnya.

    Sebelum melepas peserta KKN secara resmi, Wakil Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah ini menutup sambutannya dengan nasihat agar menghindari fitnah berupa hasad, dengki, wanita, harta, tahta, dan popularitas yang akan dialami oleh seorang dai.

    Reporter: Fiqih Zulfasri

    Foto: Infokom Dema

  • Wafat di Usia 63 Tahun, Ini Testimoni Prof. Yunahar Ilyas untuk STIBA Makassar

    Wafat di Usia 63 Tahun, Ini Testimoni Prof. Yunahar Ilyas untuk STIBA Makassar

    (STIBA.ac.id) Makassar – Indonesia kembali kehilangan salah seorang putra tebaiknya.
    Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag. (lahir di Bukittinggi, Sumatera Tengah, 22 September 1956) tutup usia pada umurnya yang ke-63 tahun. Usia yang sama dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Abu Bakar dan Umar bin Khaththab radiallahu anhuma.

    Kepergian ulama yang dikenal sebagai sosok bijak ini menimbulkan duka mendalam dari kaum muslimin Indonesia, khususnya para duat yang mengenal sepak terjangnya. Ketua STIBA Makassar Ustaz Ahmad Hanafi, Lc., M.A., Ph.D. turut mengungkapkan rasa kehilangannya.

    “Bangsa Indonesia kehilangan seorang ulama dan seorang tokoh panutan yang bersahaja. Beliau sosok menggabungkan antara kedalaman ilmu dan ketawadhuan serta keluasan wawasan.”

    Doa untuk Prof. Yunahar pun ia panjatkan, “Semoga rahmat Allah dan magfirah-Nya senantiasa tercurah kepada beliau.”
    Demikian ucapan belasungkawa Ustaz Ahmad dalam pesan singkatnya.

    Tahun 2015 silam, Prof. Yunahar sempat berkunjung ke STIBA Makassar. Di Masjid Anas bin Malik yang pembangunannya belum rampung kala itu, ia memberikan tausiah berharga kepada civitas akademika STIBA Makassar.

    Dukungan terhadap keberadaan STIBA pun ia tuangkan dalam selembar testimoni. Ia mengatakan dalam testimoninya, “STIBA Makassar, Ma’had ‘Aly yang memadukan pendidikan akademis, pembinaan kepribadian, dan memupuk semangat yang ditopang penguasaan bahasa Arab. Sehingga diharapkan dapat melahirkan ulama pejuang pemimpin umat.”

    Prof. Yunahar Ilyas adalah seorang pengajar dan ulama Indonesia dari Muhammadiyah. Ia menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

    Sejak masuk Muhammadiyah pada tahun 1986 sudah banyak jabatan dalam organisasi yang diembannya.
    Pada periode 2000-2005 ia pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah. Selanjutnya menjabat sebagai salah satu Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah untuk periode 2005-2010; 2010-2015 dan 2015-2020.

    Sedangkan dalam kesehariannya, sejak tahun 1987 ia bekerja sebagai Guru Besar di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Rahimahullah rahmatan wasi’ah.

    Lembar testimoni Prof. Dr. Yunahar Ilyas rahimahullah

  • Harapan, Dialog, dan Saling Memahami, Tiga Hal yang Ditekankan Ketua STIBA dalam Kuliah Perdana

    Harapan, Dialog, dan Saling Memahami, Tiga Hal yang Ditekankan Ketua STIBA dalam Kuliah Perdana

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Mengawali perkuliahan di Semester Genap TA. 1440—1441 H/2019—2020 M, STIBA Makassar mengadakan Kuliah Perdana. Kegiatan yang berlangsung di Masjid Anas bin Malik, Senin (30/12/2019) ini dihadiri seluruh mahasiswa, dosen, dan pengelola.

    Pentingnya menjaga amanah menjadi inti materi sambutan yang dibawakan Ketua STIBA Makassar Ahmad Hanafi, Lc., M.A., Ph.D. Ia menguraikan beberapa ayat dalam Surah al-Mu’minun yang menyebutkan ciri-ciri orang beriman.

    Salah satu yang disebutkan oleh Ustaz Ahmad adalah sifat menjaga amanah dan menepati janji. 

    “Kita sedang berada pada sebuah proses menjalani sebuah amanah. Mahasiswa memikul amanah untuk belajar dengan tekun. Di sisi lain para dosen diberikan amanah untuk mengajar, membimbing, menarbiah. Sementara pengelola mengemban amanah untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para mahasiswa kita. Maka tunaikan amanah itu dengan sebaik-baiknya,” tegas Ustaz Ahmad.

    Wakil Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah ini menambahkan, “Kepada mahasiswa, posisi Antum sekarang ini adalah sebagai mahasiswa, maka tunaikan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Lakukan hal terbaik untuk mewujudkan amanah dan tanggung jawab Antum. Kerahkan segala potensi yang Antum miliki, mumpung masih diberi kesempatan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,” ujarnya. 

    Ia kemudian mengutip beberapa perkataan ulama terkait pentingnya bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

    Dalam kesempatan itu, Ustaz Ahmad kembali menegaskan akan menerapkan aturan kewajiban tinggal di asrama bagi mahasiswa yang tidak memiliki kepentingan darurat untuk tinggal di luar asrama.

    Sebagai penutup, Ustaz Ahmad mengatakan bahwa sebagaimana mahasiswa masuk ke STIBA memiliki harapan, maka pengelola pun demikian. Maka harapan-harapan ke dua belah pihak itu harus dipertemukan. Harapan-harapan ini, kata Ustaz Ahmad, harus dibangun dengan dialog atau komunikasi.

    Sebab, menurutnya bisa saja kedua belah pihak punya harapan tapi gagal untuk saling memahami.

    Karena itu, di samping adanya harapan dan komunikasi yang intens, sisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah saling memahami.

    Sementara Ustaz Dr. Khairul Aqbar, M.A. sebagai narasumber dalam Kuliah Perdana ini membawakan materi tentang Peluang dan Tantangan Literasi, Perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Peningkatan Research & Development Bidang Ekonomi Syariah di Indonesia.

    Dr. Khairul Akbar, S.Pd., M.E.I. saat membawakan materi Kuliah Perdana di STIBA Makassar

    Foto: Infokom Dema

  • Ustaz Fadlan: Gerhana Tidak Terjadi Kecuali untuk Menimbulkan Rasa Takut Seorang Hamba

    Ustaz Fadlan: Gerhana Tidak Terjadi Kecuali untuk Menimbulkan Rasa Takut Seorang Hamba

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Gerhana matahari cincin adalah salah satu fenomena alam yang jarang terjadi. Dalam Islam, ketika gerhana terjadi maka disyariatkan untuk melaksanakan salat Kusuf.

    Gerhana matahari yang dapat disaksikan dari beberapa daerah di tanah air juga melintasi wilayah Kota Makassar. Di Masjid Anas bin Malik Kampus STIBA Makassar salat gerhana dilaksanakan setelah salat Zuhur dan salat Jenazah.

    Muhammad Nurul Falaq, salah seorang mahasiswa STIBA peraih Juara II Musabaqah Hifzhul Qur’an Tajul Waqar di Kuala Lumpur Malaysia bertindak selaku imam. Ia menyelesaikan juz 15 dalam dua rakaat panjang.

    Rangkaian terakhir dari salat Kusuf ini adalah khotbah yang disampaikan oleh Ustaz Fadlan Akbar, Lc., M.H.I. Ia mengajak segenap jamaah untuk meresapi hikmah di balik peristiwa alam berupa gerhana matahari tersebut.

    Ternyata, kata Ustaz Fadlan, gerhana itu terjadi hanya untuk menimbulkan rasa takut orang-orang yang menyaksikannya. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, hanya saja gerhana itu terjadi agar Allah menakuti hamba-Nya.

    Dalam ayat yang dibaca oleh imam, terdapat ayat yang berbunyi,

    ”Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mu`jizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (QS. Al-Isra’: 59).

    “Maka seharusnya yang hadir di jiwa kita ketika melihat fenomena itu adalah takut kepada Allah. Bukan tertawa-tertawa. Selfie di mana-mana. Rasa takut itu seharusnya membawa kita berdoa kepada Allah,” ujarnya.

    Masjid Anas bin Malik sejak lama telah menjadi masjid yang rutin melaksanakan salat gerhana selama gerhana itu dapat disaksikan. Tak hanya warga kampus, masyarakat sekitar pun banyak yang memilih salat di masjid ini.

  • Khotbah Jumat Ustaz Muh. Yusran Anshar: Seperti Ini Islam Mengajarkan Toleransi

    Khotbah Jumat Ustaz Muh. Yusran Anshar: Seperti Ini Islam Mengajarkan Toleransi

    Jumat, 17 Rabiul Awwal 1438 H/16 Desember 2016 M

    إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ   شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ،

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

     يَا أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ  الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

     يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً. أما بعد:

    فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وآله وسلم، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ

    Ayyuhannas rahimakumullah!

    Seorang muslim senantiasa merasakan nikmat Allah yang tidak pernah berhenti yang selalu tercurah kepadanya. Namun seorang muslim sadar bahwa dari sekian banyak nikmat yang Allah anugerahkan untuknya, maka nikmat terbesar yang harus selalu ia jaga adalah nikmat dia memeluk agama Islam. Nikmat mendapatkan petunjuk berakidah yang benar, akidah Islam.

    Pada tanggal 9 Dzulhijjah 10 Hijriah di Padang Arafah, ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam memimpin para sahabatnya wukuf di Arafah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan satu ayat. Ayat ini merupakan ayat penegasan akan nikmat akidah Islam. Allah mengatakan,

    الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

    “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).

    Hari itu, Jumat 9 Dzulhijjah 10 Hijriyah, agama Islam sempurna sejak hari tersebut. Dan Allah telah sempurnakan semua nikmat-Nya kepada kita. Islam telah sempurna, maka sempurna pulalah seluruh nikmat. Tidak akan sempurna nikmat pada seseorang kecuali dia mendapatkan taufik memeluk agama Islam. Dan cukuplah bagi seseorang dinamakan mendapatkan nikmat yang paling sempurna ketika dia sudah mendapatkan nikmat Islam.

    Lalu Allah menegaskan, “Dan Aku ridai Islam sebagai agama kalian.” Ayat ini menegaskan bahwa umat Islam adalah umat yang diridai. Bahwa agama Islam adalah agama yang diridai oleh Allah.

                Seorang Yahudi pernah datang kepada Umar bin Khattab radiallahu anhu. Ia mengatakan, di dalam al-Qur’an ada satu ayat yang seandainya ayat itu turun kepada kami kaum Yahudi, maka tentu kami akan merayakan hari turunnya ayat tersebut. Karena itu adalah ayat yang menjelaskan keutamaan yang umat Islam dapatkan. Umar bin Khattab radiallahu anhu mengatakan, “Ayat apa yang kalian maksudkan?” Lalu orang Yahudi itu mengatakan ayat dalam surah al-Maidah ayat ke-3.

    Orang Yahudi pun cemburu dengan turunnya ayat ini. Karena ayat ini menegaskan bahwa memang nikmat Islam adalah nikmat terbesar. Dan kesempurnaan nikmat hanya ada ketika seseorang memeluk agama Islam.

    Inilah akidah kita. Inilah milik kita yang paling berharga. Nikmat terbesar yang Allah anugerahkan kepada kita, tidak kepada umat lain. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menugaskan dalam ayat yang lain,

    إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ

    “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.“ (QS. Ali Imran: 19).

     Bahkan dalam ayat lain Allah menegaskan lagi,                        

    وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

    “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).

    Namun demikian, walaupun umat Islam yakin bahwa merekalah umat yang terpilih, merekalah yang berhak mendapatkan kenikmatan surga kelak, namun mereka juga adalah umat yang paling tahu bertoleransi. Karena itu juga adalah arahan dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala  dalam kitab-Nya.

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan kepada kita umat Islam bagaimana bertoleransi kepada umat lain,

    لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنْ الغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدْ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

    “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256).

    Allah tegaskan setelah menyebutkan Ayat Kursi, bahwa tidak ada paksaan untuk masuk agama Islam karena telah jelas jalan yang lurus dan mana jalan kesesatan.

    Jamaah sekalian!

    Beginilah Allah mengajarkan kepada kita toleransi. Pertama Allah menegaskan bahwa kita tidak boleh memaksa umat lain untuk memeluk agama Islam. Ini adalah toleransi. Namun belum cukup sampai di sini. Toleransi yang benar adalah kita juga harus yakin bahwa telah jelas jalan yang lurus dari jalan yang sesat. Artinya, bukan termasuk toleransi ketika kita membenarkan semua agama yang ada, mengatakan semua agama benar, semua agama pasti akan diterima oleh Allah. Bukan toleransi ketika kita mengatakan silakan masuk agama apa saja. Sekali-kali memeluk agama Islam lalu kesempatan lain memeluk agama yang lain. Sewaktu-waktu mengamalkan ajaran Islam lalu kesempatan lain juga tidak mengapa mengamalkan ajaran agama lain.

    Bukan seperti ini toleransi yang diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah mengajarkan toleransi dalam arti menghormati pendapat, pandangan, pikiran, dan pilihan orang lain. Tidak boleh kita paksakan untuk ikut keyakinan kita. Tapi Allah menegaskan bahwa kita harus yakin bahwa jalan Islam adalah satu-satunya jalan yang lurus. Sementara selainnya adalah jalan menyimpang.

    Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengatakan di akhir surah al-Kafirun,

    لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

    “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 6).

     Allah menyuruh kita untuk menyampaikan kepada orang kafir bahwa ibadah kita tidak sama dengan mereka. Bahwa yang kita sembah tidak sama dengan yang mereka sembah. Silakan kita menyembah Tuhan yang kita yakini. Amalkan ajaran agama kita masing-masing. Tidak ada saling campur tangan. Tidak ada campur aduk agama. Dan seperti inilah makna toleransi yang benar yang diajarkan oleh agama kita.

    Jamaah sekalian!

    Akhir-akhir ini makna toleransi yang seperti ini mulai dikaburkan, utamanya ketika kita memasuki bulan Desember. Banyak orang salah paham dengan makna toleransi. Mereka sangka makna toleransi adalah kita boleh saja ikut-ikutan merayakan hari raya umat di luar agama kita. Dan secara khusus umat Nasrani atau umat Kristen, yang mana pada tanggal 25 Desember dan pekan berikutnya, 1 Januari, akan merayakan apa yang mereka yakini sebagai hari raya.

    Apakah boleh kita ikut merayakannya? Apakah hari raya termasuk bagian ibadah atau sekadar adat kebiasaan? Allah mengatakan dalam Alqur’an,

    لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً هُمْ نَاسِكُوهُ

    “Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat (hari raya) tertentu yang mereka lakukan.” (QS. Al-Hajj: 67).

    Jadi hari raya bukan sekadar adat istiadat atau kebiasaan, tetapi memang merupakan bagian dari agama. Dan masing-masing agama sudah punya hari raya. Maka ketika mereka merayakan hari raya, berarti mereka sedang melaksanakan ibadah yang mereka yakini. Maka di sini masuk dalam batasan-batasan tadi. Kita beribadah sesuai dengan apa yang kita yakini sebagaimana kita persilakan umat lain untuk memeringati hari raya atau ibadah mereka.                       

    Nabi Shallallahu alaihi wasallam ketika baru masuk kota Madinah mendapati kaum muslimin waktu itu merayakan dua hari yang mereka besarkan. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya, hari raya apa itu. Mereka mengatakan bahwa ini adalah hari raya yang kami dapatkan dari orang-orang Yahudi. Kebiasaan yang masih melekat pada penduduk Madina pada waktu itu. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam mengajarkan kepada umat Islam, penduduk Madina atau kaum Anshar pada waktu itu bahwa Allah telah menggantikan hari raya yang lebih baik bagi penduduk Madina.

    Sebelum Islam masuk ke Madina, penduduk Madina adalah umat Yahudi. Maka ketika Islam datang, Nabi shallallahu alaihi wasallam mengatakan bahwa Allah telah menggantikan untuk kalian hari raya yang lebih baik, yaitu dua hari raya umat Islam hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha. Itulah yang kita rayakan. Kita tidak perlu ikut merayakan hari raya umat lainnya.

    Mungkin ada yang bertanya, bagaimana kalau sekadar mengucapkan selamat tanpa ikut merayakannya? Maka kita juga katakan sesuai dengan yang dijelaskan oleh para ulama kita dan terkhusus pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sejak zaman mendiang Buya Hamka rahimahullah telah mengeluarkan fatwa pelarangan mengucapkan selamat Natal dan Tahun Baru untuk umat Nasrani.

    Kenapa sekadar mengucapkan selamat hari raya kepada pemeluk agama lain juga dilarang? Karena ketika kita mengucapkan selamat merayakan Natal dan Tahun Baru, maka itu artinya kita membenarkan apa yang mereka lakukan, yaitu penyembahan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    Sama halnya ketika seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang terlarang, mencuri misalnya, lalu justru kita memberikan ucapan selamat kepadanya atas perbuatan mencurinya. Tentu saja ini suatu ucapan selamat yang tidak pada tempatnya. Seorang pembunuh kita berikan ucapan selamat atas keberhasilannya membunuh seseorang. Maka ini adalah ucapan yang tidak pantas.

    Keyakinan umat Islam bahwa dosa terbesar adalah dosa kesyirikan, yaitu menyembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ketika kita mengatakan selamat Natal dan Tahun Baru, berarti kita mengatakan selamat karena kalian telah menyembah selain Allah.

    Apakah sekadar ucapan bisa mendatangkan murka Allah? Allah mengatakan dalam Alquran dalam surah al-Maidah ayat 72,

    لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ

    “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam.” (QS. Al-Maidah: 72).

    Allah menyebutkan hanya karena sebab satu perkataan saja mereka telah divonis kafir oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Siapa mereka? Mereka yang mengatakan bahwa Tuhan adalah Isa bin Maryam. Mereka yang mempertuhankan Isa bin Maryam.

    Padahal Nabi Isa alaihissalam sendiri telah mengatakan,

    وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

    “Padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72).

    Maka Jamaah sekalian!

    Ucapan selamat Natal dan Tahun Baru yang barangkali kita anggap enteng ternyata memberikan akibat besar. Karena berarti kita turut membenarkan perbuatan kesyirikan mereka. Padahal kesyirikan merupakan dosa terbesar dalam ajaran tauhid kita.

    Termasuk di dalamnya jamaah sekalian adalah ketika kita ikut-ikut membesarkan hari raya mereka. Dengan segala bentuk kegiatan atau berpartisipasi dengan menggunakan pernak-pernik atau pakaian-pakaian yang merupakan atribut-atribut mereka. Ataupun sekadar ikut merayakan dengan meniup terompet dan semacamnya, maka ini juga berarti ikut berpartisipasi dalam perayaan yang mereka yakini menjadi bagian dari agama mereka.

    Oleh karena itu, kembali kita bersyukur dan berterima kasih kepada para ulama kita yang tetap menyampaikan ajaran yang benar dan menjaga kemurnian agama Islam. Ulama kita telah mengingatkan kita bahwa memakai atribut-atribut orang di luar kita berarti ikut terlibat dalam keyakinan ibadah mereka.

    Karena itu, para ulama telah menyerukan kepada umat Islam untuk tidak memakai pakaian-pakaian atau atribut-atribut Natal dan Tahun Baru. Karena itu adalah bagian dari apa yang mereka yakini sebagai ibadah mereka.

    Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda,

    مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

    Barangsiapa yang meniru satu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)

     Siapa yang ingin ikut-ikutan menyerupai atau mencontoh gaya atau model dari umat lain maka berarti dia bagian dari mereka.             

    بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. قُلْتُ مَا سَمِعْتُمْ وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ                   

    KHOTBAH KEDUA

    الْحَمْدُ للهِ عَلَىْ إِحْسَاْنِهِ ، وَالْشُّكْرُ لَهُ عَلَىْ تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَاْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَاْ إِلَهَ إِلَّاْ اللهُ ، وَحْدَهُ لَاْ شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمَاً لِشَأْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْدَّاْعِيْ إِلَىْ رِضْوَاْنِهِ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَعَلَىْ آلِهِ وَأَصْحَاْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمَاً كَثِيْرَاً .

    Hadirin sekalian! Sebelum kita tutup khotbah kita, ada dua hal yang ingin kami simpulkan. Yang pertama, kita menegaskan perlunya untuk menjaga dan memurnikan agama dan akidah kita. Maka bertoleransi yang benar adalah dengan tidak mengganggu umat yang lain ketika mereka merayakan hari raya mereka. Tidak mengganggu mereka beribadah di gereja-gereja dan di tempat-tempat mereka. Kita persilahkan mereka beribadah. Tidak boleh kita melakukan keonaran dalam bentuk apapun.

    Umat Islam adalah umat yang paling tahu bagaimana menghargai hak-hak orang lain. Paling tahu bagaimana menyebarkan rahmat bagi sekalian alam. Karenanya kita tidak melakukan hal-hal yang bisa mencoreng nama baik umat Islam dan agama yang suci ini.

    Yang kedua, bahwa kita perlu untuk senantiasa menjaga kemurnian agama kita. Selalu kembali kepada al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam. Tentu saja melalui perantaraan para ulama kita yang istiqomah.  Para ulama yang jujur menyampaikan agama apa adanya. Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Karena Allah telah berfirman,

    الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَداً إِلَّا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيباً

    “(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” (QS. Al-Ahzab: 39).

    Maka kembali kita katakan, kita mengapresiasi para ulama kita di Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang tidak bosan-bosannya menyampaikan arahan dan nasihat-nasihat. Mengajarkan kepada kita tentang bagaimana beragama yang baik. Di samping tetap mengajarkan bagaimana menghormati keyakinan orang lain.

    Karena itu, mari kita berterima kasih kepada mereka, para ulama kita seraya kita tetap bersyukur kepada Allah. Dan mari kita jaga kehormatan mereka, kita sosialisasikan fatwa-fatwa mereka karena ini adalah bagian dari kewajiban kita untuk menyampaikan apa yang kita ketahui dari ajaran Islam yang telah diajarkan oleh para ulama kita.

    Jamaah sekalian!

    Hari Jumat adalah hari yang mulia. Hari untuk kita memperbanyak ibadah kepada Allah. Di hari ini ada ada waktu yang paling tepat untuk kita berdoa kepada Allah. Apapun yang kita panjatkan kepada Allah pasti diterima oleh Allah. Doakan diri kita, masyarakat kita, negeri kita, semoga Allah menjaga dari hal-hal yang tidak baik.

    Jangan lupa untuk mendoakan saudara-saudara kita di Uyghur yang masih saja ditindas. Dan saudara-saudara kita di bumi Syam yang ditindas oleh orang-orang zalim. Jangan lupa untuk kita doakan mereka di hari yang mulia ini.

    Dan hari ini juga kita diperintahkan untuk memperbanyak shalawat dan salam kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.

    اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

    اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ يَا سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَات. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.

    رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً  إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ.

    اللَّهُمَّ اَنْجِ إِخْوَانَنَا الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِيْ  سُوْرِيَا وَفِي أويغور يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ ارْحَمْ مَوْتَاهُمْ وَاشْفِ جَرْحَاهُمْ وَمَرْضَاهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ تَفَبَّلْ مِنْ هُمُ الشُّهَدَاء. اللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ عَلَى أَعْدَائِهِمْ وَأَعْدَائِكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِأَعْدَائِنَا وَأَعْدَاءِكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِالْيَهُوْدِ وَرُوْسِيَا وَبِالشَّيْعَةِ الرَّافِضَةِ وَمَنْ عَاوَنَهُمْ مِنَ الْمُنَافِقِيْنَ يَا عَزِيْزُ يَا قَهَّارُ. اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ سَبِيْلِكَ.

    اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُسْنَ الْخَاتِمَة. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. اللَّهُمَّ اَعِزَّ الْاِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَاَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَالْمُنَافِقِيْنَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً.

    رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

     سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وسلام على المرسلين وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.