Kategori: Feature

  • Narasumber Kuliah Perdana, Ustaz Mu’inudinillah Sampaikan Kriteria Ulama yang Dilahirkan dari Kaderisasi

    Narasumber Kuliah Perdana, Ustaz Mu’inudinillah Sampaikan Kriteria Ulama yang Dilahirkan dari Kaderisasi

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Kaderisasi ulama adalah kewajiban yang diemban di atas pundak-pundak kaum muslimin. Perjuangan dakwah tak akan mencapai hasil tanpa disertai kaderisasi ulama. Kendati di dalam hadisnya, Nabi shallallahu alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa pada akhir zaman para ulama rabbani diwafatkan dan orang-orang jahil angkat bicara menggantikan posisi para ulama, hal itu tidak berarti kita membiarkan hilangnya para ulama dan orang-orang tidak kapabel menggantikan kedudukan mereka.

    Dari sini, peran pengaderan ulama dipandang sangat urgen bahkan wajib. Namun ulama yang bagaimanakah yang eksistensinya penting dipertahankan bahkan diperbanyak kuantitas dan kualitasnya? Ustaz Dr. H. Mu’inudinillah Basri, Lc., M.A. menguraikan beberapa kriteria ulama yang sepantasnya dilahirkan dari proses kaderisasi. Hal ini ia paparkan saat menjadi narasumber dalam Kuliah Perdana STIBA Makassar yang berlangsung daring via Kanal Youtube STIBA TV dan media Zoom, Senin (07/09/2020).

    Para ulama yang diharapkan lahir dari kaderisasi ulama menurut Ustaz Mu’inudinillah adalah ulama yang mewarisi kenabian. Jika para nabi menerima wahyu dan memberi contoh maka ulama mengamalkan wahyu tersebut.

    Ulama adalah para pewaris nabi. Mereka mewarisi ilmu. Jika Bani israil dipimpin para nabi maka umat Islam dipimpin oleh para ulama karena tak ada lagi nabi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan pastinya, Alquran dan sunah yang diwariskan Rasullullah ini punya konsep dalam membangun negara termasuk Indonesia dan mengeluarkannya dari carut-marutnya.

    Ulama yang bisa menjadi imam dan mursyid umat juga menjadi salah satu kriteria ulama yang seharusnya lahir dari kaderisasi menurut inisiator MIUMI ini. Ia mengutip firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

    مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيّاً مُّرْشِداً

    “Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Alkahfi: 17).

    “Dapat dipahami dari ayat ini bahwa orang yang disesatkan itu karena tidak ada “wali” yang menjadi mursyid baginya,” ujarnya.

    Karena itu, kehadiran ulama sangat penting untuk membimbing umat dan menarbiah mereka. Kesalehan umat ini karena ada ulama yang mentransfer iman bukan sekadar pengetahuan.

    Kriteria selanjutnya yang dipaparkan oleh Ketua Dewan Syariah Kota Surakarta ini adalah ulama yang mampu memberi solusi problem sosial. Ia mencontohkan, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang tidur, beliau mendengar suara ribut dari luar. Ternyata suara itu berasal dari percekcokan antara dua orang, yang satu berutang dan yang lainnya menagih piutangnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memutihkan separuhnya dan yang berutang membayar setengahnya.

    Seorang ulama harus bisa menyatukan pergerakan Islam, mampu memberi motivasi kepada umat untuk membantu menyelesaikan persoalan.

    Ulama yang bisa menjadi pemersatu umat adalah kriteria ulama selanjutnya yang patut dilahirkan dari proses kaderisasi ulama. Bagaimana ulama memperbaiki umat yang tercerai-berai menjadi satu yang berkasih sayang.

    Kriteria terakhir yang disebutkan oleh Ketua MIUMI Solo tersebut adalah ulama pembangun peradaban. Seorang ulama harus membangun peradaban. Ia mencontohkan terjadinya perubahan yang sangat mendasar pada cara pandang masyarakat muslim Surakarta pascalahirnya Dewan Syariah Kota Surakarta yang dipimpinnya. Dari yang dulu saling mengafirkan satu sama lain menjadi bersatu.

    Kuliah Perdana STIBA Makassar untuk Tahun Ajaran 1441-1442 H/2020-2021 M mengusung tema “Kaderisasi Ulama dalam Bingkai Dakwah dan Perjuangan Umat Islam di Indonesia”. Kuliah Perdana ini berlangsung daring dan diikuti lebih dari seribu mahasiswa, dosen, maupun pengelola. Ikhwan melalui media Zoom sementara akhwat mengikuti via saluran Youtube STIBA TV.

  • STIBA Makassar Sukses Adakan Webinar Literasi, Mengabdi dan Mengabadi

    STIBA Makassar Sukses Adakan Webinar Literasi, Mengabdi dan Mengabadi

    (STIBA.ac.id) Makassar – Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) STIBA Makassar mengadakan kegiatan Webinar Nasional yang bertajuk “Penguatan Literasi untuk Mengabdi dan Mengabadi”, Ahad (06/09/2020). Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui media Zoom tersebut mampu menarik perhatian 230 orang peserta.

    Pada kegiatan tersebut, P3M STIBA Makassar menghadirkan dua narasumber nasional yang pakar dalam dunia literasi Islam, yakni Dr. Nirwan Syafrin Manurung dan Dr. Muhammad Ihsan Zainuddin.

    Keduanya dikenal melalui karya ilmiahnya, baik berupa buku, artikel, hingga diskusi ilmiah bergenre islamic studies yang menyoal pada pemikiran Islam kontemporer.

    Kehadiran buku dan artikel ilmiah dari para narasumber tentunya bertujuan untuk meretas persoalan umat dan bangsa di era post truth hari ini.

    Untuk itu, Webinar Nasional ini dimaksudkan untuk memberikan stimulasi dakwah bi al-qalam (melalui pena atau tulisan) para aktivis dakwah, juga menyosialisasikan keberadaan Penerbit STIBA Publishing nantinya.

    Dr. Khaerul Akbar selaku moderator pada kegiatan ini mengawali kegiatan webinar dengan menyapa para peserta, menarasikan maksud kegiatan, hingga pada agenda launching Penerbit STIBA Publishing di penghujung acara, kemudian dilanjutkan dengan memperkenalkan profil singkat kedua narasumber.

    Dr. Nirwan Syafrin Manurung yang merupakan Doktor bidang pemikiran Islam lulusan ISTAC-IIUM dan peneliti INSISTS ini bertindak sebagai pemateri pertama. Tema yang disampaikan ialah “Mengasah Pena Aktivis Dakwah”.

    Dalam narasinya, ia memaparkan akan urgensi literasi Islam bagi aktivis dakwah guna meretas kelatahan umat hari ini akibat arus globalisasi.

    Di awal pemaparannya, ia juga menerangkan data akan lemahnya “daya baca”, bukan “minat baca” kaum muslimin Indonesia dibandingkan penduduk dunia hari ini. Fakta akan produktivitas umat Islam di masa silam dalam berliterasi juga ia paparkan dengan menampilkan data kuantitas karya yang dihasilkan oleh ulama rabbani di tengah keterbatasannya. Mulai dari Imam Syafi’i, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dan ulama lainnya.

    Di penghujung pemaparannya, ia memotivasi para peserta webinar agar menggalakkan “daya baca, bukan minat baca” di era post truth, alih-alih di era bertebarannya para kaum “Islamic Phobia”, hingga makar LGBT di media sosial hari ini. Tujuannya agar para aktivis dakwah dapat meng-counter arus pemikiran “sepilis” dan menyimpang hari ini.

    Dr. Muhammad Ihsan Zainuddin yang bertindak sebagai pemateri kedua adalah doktor di bidang syariah sekaligus sebagai dosen STIBA Makassar.

    Ustaz Ihsan dikenal sebagai penulis buku, juga peneliti yang fokus pada kajian fikih dan sejarah peradaban Islam, serta konstektualisasinya di tengah permasalahan keumatan hari ini. Ia menyajikan materi dengan tema “Tradisi Ulama Menulis Karya Ilmiah”.

    Dalam narasinya, ia mengawali bahwa literasi Islam bermula dari Alquran pada surah al-‘Alaq, dan dikembangkan pada upaya menegakkan jihad ilmu, memburu impian surga, hingga meninggalkan rekam jejak kesalihan, atau “h-index diri” dalam dunia jurnal atau publikasi ilmiah.

    Selanjutnya, Ustaz Ihsan yang juga merupakan alumni Universitas Islam Madinah Saudi Arabia ini menampilkan “uswah hasanah” atau teladan yang baik dalam literasi Islam dengan menyebutkan beberapa ulama besar di masa silam.

    Di akhir pemaparannya, ditegaskannya bahwa literator sejati ialah pribadi yang menggunakan dan menikmati waktu malamnya dengan menuangkan kegelisahan hati pada pena dan tulisannya dalam dakwah Islam, dan beliau menyitirnya dari ungkapan al-Shafadi rahimahullah.

    Di penghujung acara, Amirullah selaku MC kegiatan ini mempersilakan Ketua STIBA Makassar, Dr. Ahmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A. untuk memberikan sambutan sekaligus meresmikan Penerbit STIBA Publishing.

    Dalam sambutannya, Ustaz Ahmad memperkenalkan keempat jurnal ilmiah yang dimiliki oleh STIBA Makassar.

    Pada akhir sambutannya, beliau secara terbuka mengharapkan agar para peserta webinar dapat berpartisipasi dan berkontribusi nyata dalam dunia literasi.

    Senada dengannya, setelah sambutan beliau, Dr. Khaerul Akbar selaku kepala P3M STIBA Makassar membacakan surat keputusan pendirian Penerbit “STIBA Publishing” yang telah ditandatangani oleh Ketua STIBA Makassar.

    Reporter: Aswar

  • Jelang Wisuda, Alumni Ini Persembahkan Medali Emas Lomba Kaligrafi Tingkat Provinsi Sulawesi Utara

    Jelang Wisuda, Alumni Ini Persembahkan Medali Emas Lomba Kaligrafi Tingkat Provinsi Sulawesi Utara

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Seni kaligrafi adalah seni menulis indah yang dibentuk dengan mengutamakan keindahan yang terdapat pada bentuk huruf yang telah dimodifikasi. Kaligrafi Islam merupakan seni yang dihormati di antara berbagai seni rupa Islam karena merupakan alat utama untuk melestarikan Alquran.  

    Baru-baru ini, salah seorang alumni STIBA Makassar tahun 2020, Fikriansyah Tjarsadiwiryo berhasil menjuarai perlombaan Khat (Seni Kaligrafi Islam) tingkat Provinsi Sulawesi Utara. Fikri meraih juara I setelah menyisihkan 21 peserta lainnya yang berasal dari seluruh kabupaten se-Sulawesi Utara. Fikri sendiri mewakili Kabupaten Bolaang Mongondow.

    Prestasinya dalam lomba yang digelar di lokasi MTQ Kampus IAIN Manado (23/08) tersebut menjadikan Fikriansyah berhak mewakili Sulut di tingkat nasional.

  • Disertasinya tentang Politik Muhammadiyah, Sekretaris Senat STIBA Lulus  Berpredikat Cumlaude

    Disertasinya tentang Politik Muhammadiyah, Sekretaris Senat STIBA Lulus Berpredikat Cumlaude

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Dosen STIBA Makassar Ustaz H. Kasman Bakri, S.Pd.I., S.H.I., M.H.I. berhasil meraih gelar doktor pada Program Studi Dirasah Islamiyah Konsentrasi Syariah dan Hukum Islam. Ustaz Kasman berhasil meraih predikat cumlaude (nilai 4.0) setelah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul Dinamika Politik Muhammadiyah dan Relevansinya dengan Negara Perspektif Fikih Siyasah.

    Sekretaris Senat STIBA Makassar ini mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dewan penguji dengan memukau. Dewan penguji yang beranggotan sembilan orang tersebut terdiri dari:

    1. Prof. H. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D. (Rektor UIN Alauddin Makassar/Ketua Sidang)
    2. Prof. Dr. H. M. Ghalib M., M.A. (Dir. PPs. UIN Alauddin Makassar/Sek. Sidang)
    3. Prof. Ali Munhanif, M.A., Ph.D. (Dekan Fisip UIN Syarif Hidayatullah Jakarta / Penguji Eksternal)
    4. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. (Promotor)
    5. Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag. (Co. Promotor)
    6. Prof. Dr. H. Kasjim Salenda, S.H., M.Th.I. (Co. Promotor)
    7. Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing, H.T., M.S. (Penguji Utama)
    8. Prof. Dr. H. Lomba Sultan, M.A. (Penguji Utama)
    9. Dr. Hj. Indo Santalia, M.Ag. (Penguji Utama)

    Ustaz Kasman banyak mendapat ucapan selamat dari sesama dosen STIBA Makassar, termasuk Ketua STIBA Makassar Ustaz Ahmad Hanafi, Lc., M.A., Ph.D. dan MIUMI Sulawesi Selatan.

    Mantan Wakil Ketua I Bidang Akademik STIBA Makassar tersebut mengatakan bahwa rihlah ilmiah akademik hingga di titik akhir dalam program studi doktoral ini merupakan karunia Allah yang tak terhingga. Di samping dukungan terbaik dari orang tua, keluarga, dan banyak pihak yang memberikan doa dan motivasi.

    “Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah, Ketua Harian DPP WI, Ketua-ketua Dewan WI, Ketua YPWI, Ketua Senat STIBA Makassar, dan Ketua STIBA Makassar yang telah memberikan dukungan riil maupun moril, izin dan restu kepada ana untuk melanjutkan studi S3,” ujarnya setelah berhasil menyelesaikan Ujian Terbuka Disertasinya secara daring, (25/08).

    Hal senada juga ia sampaikan kepada seluruh asatidzah dan ustadzat Wahdah Islamiyah secara umum, para dosen STIBA, dan civitas academica STIBA Makassar secara khusus yang telah berkontribusi dalam memberikan doa dan motivasi baginya sehingga perjalanan akademiknya berakhir dengan mencapai hasil yang sesuai harapan.

    “Lakum minni jaziil as-syukur wa ahsan at-taqdiir,” pungkasnya.

  • Akrabkan Dosen dengan OJS dan Publikasi Ilmiah, P3M Adakan Workshop

    Akrabkan Dosen dengan OJS dan Publikasi Ilmiah, P3M Adakan Workshop

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Pusat Penelitan dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STIBA Makassar sukses melaksanakan workshop dengan tema “Bersahabat dengan OJS (Open Journal System).” Kegiatan ini diselenggarakan daring pada Senin 20 Zulhijah 1441 H/ 10 Agustus 2020 M.

    Acara ini dibuka secara resmi oleh Ketua STIBA Makassar Ustaz Dr. Akhmad Hanafi Dain Yunta. Dilanjutkan dengan materi pengantar dari Kepala P3M STIBA Makassar Ustaz Dr. Khaerul Akbar. Ustaz Khaerul menjelaskan tentang kebutuhan seorang akademisi terhadap OJS dan pentingnya mengetahui seluk belum dalam penggunaannya.

    Para peserta dalam kegiatan ini menyimak tutorial melakukan submission (pengajuan) artikel untuk diterbitkan di OJS. Dari sini, para peserta diberikan kesempatan untuk melakukan praktik secara langsung diiringi tanya jawab dengan instruktur.

    Lebih dari 50 peserta yang merupakan dosen STIBA Makassar sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini. Sebagaimana temanya, “Bersahabat dengan OJS,” kegiatan ini diharapkan dapat memicu “keakraban” para dosen dengan OJS dan publikasi ilmiah.

    Reporter: Arfan

  • STIBA Kurban 22 Ekor Sapi dan 54 Ekor Kambing

    STIBA Kurban 22 Ekor Sapi dan 54 Ekor Kambing

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Pandemi Covid-19 yang masih membayangi sebagian daerah di tanah air rupanya tak menyurutkan antusias kaum muslimin untuk berkurban. Di Kampus STIBA Makassar, sebanyak 22 ekor sapi dan 54 ekor kambing kurban disembelih dan didistribusikan kepada para mustahik.

    Selain didistribukan kepada 202 pekurban, daging kurban juga dibagikan kepada pengurus Wahdah Islamiyah Pusat sebanyak 50 paket, 20 paket untuk warga tetangga kampus, pengelola, dosen, dan mahasiswa.

    Ahmad Syaripudin, S.Pd.I., M.Pd.I. selaku Ketua Panitia Kurban mengatakan adanya peningkatan pelayanan yang lebih baik bagi para pekurban.

    “Tahun ini kita ingin pekurban tinggal duduk cantik di rumah saja. Daging kurban diantarkan langsung  ke rumah. Hal ini juga sebagai upaya meminimalisir kemungkinan terjadinya kerumunan,” ujar Ustaz Ahmad.

    Di samping peningkatan dari sisi pelayanan para pekurban, panitia kali ini juga mengadakan beberapa alat yang menunjang efisiensi pelaksanaan kurban, seperti alat rebah sapi dan mesin pemotong tulang.

    “Dari segi kebersihan lokasi penyembelihan, panitia juga mengadakan septic tank khusus untuk menampung darah hewan kurban yang terpisah antara sapi dan kambing,” jelas Wakil Ketua IV STIBA Makassar tersebut.

    Penyembelihan dan distribusi daging kurban berlangsung selama dua hari, 10-11 Zulhijah. Kendati jumlah panitia yang lebih sedikit dibanding tahun-tahun yang lalu, penyelenggaraan kurban kali ini dapat terlaksana lebih awal.

    Video dokumentasi penyelenggaraan kurban di Kampus STIBA Makassar 1441 H

  • Kuliah Perdana Diundur hingga September, STIBA Adakan Prakuliah secara Daring

    Kuliah Perdana Diundur hingga September, STIBA Adakan Prakuliah secara Daring

    (STIBA.ac.id) Makassar –  Sepekan lamanya STIBA telah melaksanakan kegiatan Prakuliah secara daring. Prakuliah dimaksudkan untuk mengisi kekosongan waktu mahasiswa yang hingga saat ini masih tertahan di daerah masing-masing karena pandemi.

    Seorang muslim apalagi penuntut ilmu, waktu adalah kesempatan yang diberikan oleh Allah. Sebuah nikmat yang sangat berharga untuk dimanfaatkan. Allah bersumpah dengan semua waktu, mulai dari waktu fajar, subuh, pagi, siang, malam, dan seterusnya.

    “Maka kegiatan ini dipandang penting untuk memaksimalkan waktu-waktu kita,” kata Ketua STIBA Makassar saat memberikan sambutan pada pembukaan kegiatan Prakuliah melalui Zoom, Senin (13/07).

    Prakuliah dipandang sebagai bentuk konsekuensi peniadaan perkuliahan yang ditunda hingga September nanti akibat pandemi Covid-19. Di samping sebagai bentuk tanggung jawab bersama untuk selalu menjaga hubungan dengan seluruh civitas academica STIBA. Terutama dengan mahasiswa dan mahasiswi yang sepatutnya tidak terbatas pada pertemuan akademik semata.

    Kegiatan yang berlangsung dalam Prakuliah ini mencakup kegiatan akademik dan kegiatan kemahasiswaan. Untuk kegiatan akademik, mahasiswa PM semester I hingga semester VII akan diberikan materi-materi yang sifatnya penguatan. Demikian halnya dengan mahasiswa baru.

    Sementara untuk kegiatan kemahasiswaan akan diadakan tarbiah dan dirasah ta’shiliyah.

    “Kegiatan yang baru, khususnya bagi mahasiswa baru akan dibuatkan konsep Asrama Virtual. Meskipun di rumah mahasiswa seakan berada di asrama. Seluruh mahasiswa, baik baru maupun lama, setiap hari akan dikontrol lewat media,” ujar Ustaz Ahmad Hanafi.

    Semua ini diadakan dalam rangka menjaga ruh kebersamaan. Sebab STIBA bukan hanya tempat belajar tapi merupakan tempat pembinaan dan perjuangan. Di sisi akademik memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni, dari sisi mental spiritual juga memadai.

    Prakuliah ditutup dengan penyampaian tausiah dari Ketua Senat STIBA Makassar Ustaz Muhammad Yusran Anshar dan Ketua Prodi Perbandingan Mazhab Ustaz Saifullah Anshar.

  • Bulan Zulhijjah, ketika Ibadah Sederhana Diganjar Pahala Besar

    Bulan Zulhijjah, ketika Ibadah Sederhana Diganjar Pahala Besar

    Dibandingkan dengan usia umat-umat terdahulu, maka umur umat Islam lebih singkat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Umur umatku (pada umumnya) berkisar antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

    Namun berkat karunia dari Allah  Subhanahu wa Ta’ala, usia umat yang singkat itu digantikan dengan amal-amal saleh yang berberkah. Seolah-olah yang mengamalkannya dianugerahi usia yang panjang.  Di antara contohnya adalah malam Lailatulqadr, firman Allah ‘Azza wa Jalla (artinya), “Malam Lailatulqadr lebih baik dari seribu bulan.”  (QS. Al-Qadr: 3).

    Saat ini, kita masih berada pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah. Ternyata, bulan ini merupakan salah satu waktu yang Allah telah tetapkan sebagai musim untuk beramal saleh. Apa saja keutamaannya?

    1. Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengannya

                “Demi fajar dan malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 1-2).

    Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan bahwa makna malam yang sepuluh  adalah sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah. Dan sumpah Allah Subhanah wa Ta’ala atas waktu tersebut menunjukkan keagungan dan keutamaannya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4: 535 dan Zaadul Maad 1: 56).

    2. Al Ayyâm al ma’lûmât yang Allah Subhanah wa Ta’ala perintahkan untuk banyak berzikir padanya

    “Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada al ayyam al ma’lumat (hari yang telah ditentukan) atas rezki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al Hajj: 28).

    Mayoritas ulama tafsir, di antaranya Ibnu Abbas dan Ibnu Umar menafsirkan bahwa al Ayyâm al ma’lûmât (hari yang ditentukan) maksudnya adalah sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah.

    3. Hari-hari dunia yang paling utama

                Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hari-hari dunia yang paling utama adalah sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah…” (HR. Al Bazzar dan Ibnu Hibban serta dinilai sahih oleh Al Albani).

    4. Paling utama untuk beramal saleh

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada hari-hari yang di dalamnya amalan paling dicintai oleh Allah kecuali hari-hari ini, yaitu sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah amal-amal saleh pada hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah dari pada jihad fii sabilillah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Ya, kecuali seseorang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak kembali dari jihad tersebut dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari).

    Demikian pula sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Tidak ada hari-hari yang lebih agung dan amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah padanya, melebihi sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah, maka perbanyaklah pada hari itu tahlil ( لا إله إلا الله), takbir (الله أكبر), dan tahmid ( الحمد لله).” (HR. Ahmad). 

    5. Hari Arafah dan hari raya Kurban

    Kedua hari ini adalah hari yang termulia dalam setahun: hari Arafah adalah hari pengampunan dosa-dosa dan pembebasan dari api neraka. Keutamaan hari raya Kurban disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Hari yang paling afdal (dalam setahun) adalah hari raya Kurban (10 Zulhijjah).”  (HR. Ibnu Hibban, sahih).

    Seandainya tidak ada keutamaan hari-hari tersebut kecuali keberadaan hari Arafah  dan hari raya Qurban padanya, maka sudah sangat cukup untuk menunjukkan keutamaannya.

    6. Berkumpulnya ibadah-ibadah yang inti dan pokok

    Al Hafizh Ibnu Hajar—rahimahullah—berkata, “Tampaknya, sebab keistimewaan 10 hari pertama bulan Zulhijjah karena berkumpul padanya ibadah-ibadah yang pokok yaitu salat, puasa, sedekah, dan haji. Dan hal ini tidak terdapat pada hari-hari yang lain.”

    7. Siangnya lebih afdal dari 10 terakhir Ramadhan

    Jika seseorang bertanya, ”Yang manakah yang lebih afdal, sepuluh terakhir di bulan Ramadan ataukah sepuluh awal bulan Zulhijjah?” Imam Ibnul Qayyim—rahimahullah—berkata, “Jika dilihat pada waktu malamnya, maka sepuluh terakhir bulan Ramadan lebih utama dan jika dilihat waktu siangnya, maka sepuluh awal bulan Zulhijjah lebih utama.” (Lihat Zaadul Ma’ad 1:57).

    Amalan yang Disyariatkan pada Hari-Hari Tersebut

    1. Melaksanakan ibadah haji dan umrah. Kedua ibadah inilah yang paling utama dilaksanakan pada hari-hari tersebut, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Umrah yang satu ke umrah yang lainnya merupakan kaffarat (penghapus dosa-dosa) di antara keduanya. Sedangkan haji mabrur, tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).

    2. Berpuasa pada hari-hari tersebut atau beberapa hari di antaranya (sesuai kesanggupan) terutama pada hari Arafah (9 Zulhijjah). Tidak diragukan lagi bahwa ibadah puasa merupakan salah satu amalan yang paling afdal dan salah satu amalan yang dilebihkan oleh Allah Subhanah wa Ta’ala dari amalan-amalan saleh lainnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seseorang berpuasa satu hari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka (karena puasanya) sejauh 70 tahun perjalanan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Khusus tentang puasa Arafah, diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Berpuasa di hari Arafah (9 Zulhijjah) menghapuskan dosa tahun lalu dan dosa tahun yang akan datang.”

    3. Memperbanyak takbir dan zikir pada hari-hari tersebut

                “…Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan..” (QS. Al Hajj: 28).

    Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma ketika menuju pasar pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah bertakbir, maka orang-orang pun ikut bertakbir sebagaimana takbir mereka berdua.” (R. Bukhari).

    Ishaq bin Rahawaih—rahimahullah—meriwayatkan dari para ahli fikih dari kalangan tabiin bahwa mereka—rahimahumullah—mengucapkan pada hari-hari tersebut,

    اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ َاللهُ أَكْبَرُ وَِللهِ الْحَمْدُ

    Disunnahkan mengangkat suara saat bertakbir, baik ketika di pasar, rumah, jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya. Allah Subhanah wa Ta’ala berfirman (artinya),

     “Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah (dengan bertakbir kepada-Nya) atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 185).

    Namun perlu diperhatikan bahwa sunah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bertakbir adalah  dilakukan secara sendiri, tidak secara berjemaah yaitu berkumpul lalu bertakbir secara serempak. Karena hal tersebut tidak pernah dikerjakan oleh para ulama salaf.

    4. Memperbanyak amalan saleh berupa ibadah-ibadah sunah seperti salat, membaca al Qur’an, amar makruf nahi munkar dan yang semacamnya. Karena amalan tersebut akan dilipatgandakan pahalanya jika dilakukan pada hari-hari tersebut, hingga ibadah yang kecil pun jika dilakukan pada hari-hari tersebut akan  lebih  utama dan  lebih dicintai oleh Allah Subhanah wa Ta’ala dari pada ibadah yang besar yang dilakukan pada waktu yang lain.

    5. Disyariatkan pada hari-hari tersebut bertakbir di setiap waktu, siang maupun malam, terutama ketika selesai salat berjemaah di masjid

    Takbir ini dimulai sejak Subuh hari Arafah (9 Zulhijjah) bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, sedangkan bagi jemaah haji maka dimulai sejak Zuhur hari penyembelihan (10 Dzulhijjah). Adapun akhir dari waktu bertakbir adalah pada hari terakhir dari hari-hari Tasyrik (13 Zulhijjah).

    6. Menyembelih hewan kurban (udhhiyah) bagi yang mampu pada hari raya Kurban (10 Zulhijjah) dan hari-hari tasyrik (11-13 Zulhijjah). Hal ini merupakan sunah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam  ketika Allah Subhanah wa Ta’ala mengganti anak beliau dengan seekor sembelihan yang besar. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua domba jantan yang ke duanya berwarna putih bercampur hitam dan bertanduk, beliau menyembelih ke duanya dengan tangan beliau sendiri sambil membaca basmalah dan bertakbir.

    7. Melaksanakan salat Id berjemaah sekaligus mendengarkan khotbah dan mengambil manfaat darinya, yaitu sebagai hari kesyukuran dan untuk mengamalkan kebaikan serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan.

    8. Taubat nashuhah

    Menyambut musim-musim amal ini, sejatinya seorang muslim memperbanyak istigfar dan taubat. Bukankah seseorang itu diharamkan dari memperoleh kebaikan dunia dan akhirat karena dosa-dosanya? Allah Subhanah wa Ta’ala berfirman, artinya, “Dan musibah apa saja yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy-Syura: 30).

    Sebagaimana racun yang menggerogoti tubuh sehingga harus dikeluarkan dari badan, maka demikian halnya dengan dosa. Dosa berdampak buruk terhadap hati. Sebuah maksiat yang dibiarkan, akan mengundang kedatangan maksiat-maksiat berikutnya, hingga akan sulit bagi pelakunya untuk meninggalkannya.

    Maka marilah kita bersegera meninggalkan dosa dan maksiat dengan taubat nasuhah. Lewati hari-hari mulia ini dengan menjauhkan diri dari maksiat dan dosa. Perbanyak istighfar. Basahi lisan-lisan kita dengan zikir kepada Allah Subhanah wa Ta’ala, karena tak seorang pun tahu kapan maut akan menjemputnya dan membawanya pergi meninggalkan dunia ini. Wallahu al-Hadi ilaa aqwami ath-Thariq.

    Sumber: Buletin Alfikrah STIBA Makassar

  • Tim Relawan Mapala STIBA Bantu Bersihkan Masjid Agung Syuhada 45 Masamba

    Tim Relawan Mapala STIBA Bantu Bersihkan Masjid Agung Syuhada 45 Masamba

    (STIBA.ac.id) Makassar – Hari ke empat relawan Mapala STIBA Makassar kembali melanjutkan kegiatan-kegiatan kemanusiaannya di lokasi bencana Masamba Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan.

    Hari Sabtu (18/07), tim Mapala bersama beberapa tim kemanusiaan turut serta dalam proses pembersihan Masjid Agung Syuhada 45 Kota Masamba.

    Masjid ini termasuk di antara lokasi yang terdampak banjir parah bahkan bagian dalamnya dipenuhi endapan lumpur pasir setinggi kurang lebih 1 meter. Endapan lumpur inilah yang yang menjadi target para relawan hari itu. Sejak pagi hingga sore hari puluhan relawan berjibaku untuk mengeluarkan endapan tersebut. Walaupun hanya sebagian kecil yang mampu untuk diselesaikan bersama tim kemanusiaan dan NGO yang lain.

    Bagian luar masjid dibersihkan dengan menggunakan alat berat sementara bagian dalam menggunakan alat-alat sederhana agar tidak merusak bagian dari masjid.

    Tim Mapala yang diturunkan pada hari tersebut ke lokasi pembersihan sebanyak  10 orang.

    Laporan: Syandri Syaban

  • STIBA Makassar Gelar Musyawarah Kerja XXII

    STIBA Makassar Gelar Musyawarah Kerja XXII

    (STIBA.ac.id) Makassar – STIBA Makassar menggelar Musyawarah Kerja  XXII melalui Zoom, Selasa—Jumat (07-10/07/2020). Musker ini diikuti oleh seluruh bidang dan unit kerja di STIBA Makassar. Demi menerapkan protokol kesehatan, para peserta ditempatkan di beberapa ruangan terpisah.

    Musyawarah dimulai dengan penyampaian wejangan dari Ketua Senat STIBA Makassar, Ustaz Muhammad Yusran Anshar. Ustaz Yusran mengajak kepada para pengelola untuk memperbanyak rasa syukur kepada Allah. Banyak nikmat yang telah Allah berikan sebagai pengelola STIBA, di antaranya nikmat ukhuwah, kebersamaan dalam perjuangan di Kampus STIBA Makassar.

    Setiap pengelola diminta untuk memahami posisinya masing-masing. Yang terpenting bukan sekadar berbuat, tapi yang terpenting apakah pengelola itu telah melakukan yang terbaik untuk posisi yang telah ditakdirkan untuknya.

    “Dalam musker ini mari mengevaluasi diri kita untuk memberikan yang terbaik ke depan. Buat catatan-catatan pribadi terhadap apa yang telah kita lakukan dan apa yang akan kita agendakan ke depan,” ujar Ustaz Yusran.

    Pengelola  juga diingatkan untuk saling menghargai kinerja masing-masing. Sebab kerja bersama merupakan satu kesatuan yang tidak berdiri sendiri, tapi saling membutuhkan satu sama lain. Saling bercermin, saling mengoreksi hal yang keliru.

    “Tapi hargai bahwa saudara kita telah berbuat dan hargai apa yang telah ia perbuat dalam  memajukan kampus ke depan. Berterima kasih kepada manusia sama dengan berterima kasih kepada Allah. Jangan ada yang merasa kecil karena perannya,” kata Ustaz Yusran dalam tausiah yang disampaikan dari kediamannya.

    Ketua STIBA Makassar Ustaz Ahmad Hanafi mengawali jalannya Musker XXII dengan menyampaikan pandangan umumnya terkait kinerja seluruh bidang dan unit kerja di bawah koordinasinya. Dimulai dari capaian-capaian di Bidang Akademik , Bidang Umum, Bidang Kemahasiswaan, dan Bidang Kerja Sama. Demikian pula Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M), Pusat Penjaminan Mutu (P2M), P3B, dan lainnya.

    Setelah berlangsung selama empat hari, Musyawarah Kerja XXII ditutup pada hari Jumat sore setelah pembahasan rekomendasi.

    Hasil Musker XXII ini akan menjadi acuan pelaksanaan program kerja di Tahun Ajaran 1441-1442 H/2020-2021 M.